Melonjak, Cerai Akibat Penganiayaan
Berita

Melonjak, Cerai Akibat Penganiayaan

Istri masih sering jadi korban penganiayaan. Termasuk kekerasan dalam rumah tangga.

Her
Bacaan 2 Menit

 

Pasal 1 ayat (1) UU No. 23/ 2004 menyatakan, KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam Iingkup rumah tangga.

 

Menurut Said Munji, selama ikatan perkawinan belum putus, seorang istri yang mengalami penganiayaan dari suaminya dapat melaporkan tindakan suaminya kepada aparat kepolisian. Kalau  sudah bercerai, ya sudah tidak kontekstual, paparnya.

 

Pendapat Said agaknya menyimpang dari UU No. 23/2004. Sebab, KDRT merupakan delik biasa, kecuali kekerasan yang menyangkut seksualitas. Dengan demikian, sejatinya aparat kepolisian dapat saja menindaklanjuti suatu putusan perceraian akibat penganiayaan. Atau, pihak PA bisa berperan aktif dengan cara menembuskan putusan itu kepada kepolisian agar diproses secara pidana.

 

Tapi KDRT kan wilayah pidana. Kita hanya menyelesaikan yang wilayah perdata saja, kata Abdussalam. Karena itu, tidak mengherankan, penganiayaan sebatas menjadi alasan perceraian, bukannya sebagai pintu gerbang bagi proses pidana.

 

Uniknya, berdasarkan penelitian LBH APIK, jarang sekali ada istri yang jadi korban penganiayaan mau menempuh upaya pidana. Biasanya, istri lebih mementingkan keutuhan rumah tangga agar anak-anaknya tidak telantar, ujar Estu.

Tags: