Melirik Model Permodalan Asing di RUU Perbankan
Berita

Melirik Model Permodalan Asing di RUU Perbankan

Ada tiga model yang bisa diterapkan bagi dunia perbankan Indonesia.

FAT
Bacaan 2 Menit
Andi Timo Pangerang dan Harry Azhar Azis. Foto: harryazharazisnewsblogspot.com
Andi Timo Pangerang dan Harry Azhar Azis. Foto: harryazharazisnewsblogspot.com

Pemerintah dan DPR terus membahas Revisi UU Perbankan. Salah satu yang masih dibahas mengenai model permodalan bank umum oleh asing. Menurut Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis, terdapat tiga model yang bisa diterapkan bagi dunia perbankan di Indonesia.

Tiga model yang dimaksud adalah; Pertama, menyerahkan sepenuhnya ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengambil keputusan soal permodalan bank oleh pihak asing. Kedua, mengikuti pola di World Trade Organization (WTO) yang mengusulkan agar pihak asing dapat menanamkan sahamnya hingga 49 persen di sebuah bank di suatu negara. Ketiga, saham yang dimiliki asing dapat mencapai 100 persen.

Harry mengatakan, untuk model yang kedua, di pertemuan WTO Indonesia mengusulkan saham yang bisa dimiliki asing sebesar 51 persen. Tapi di sisi lain ada peraturan di Indonesia saham yang dimiliki asing bisa mencapai 99 persen. Hal itu terdapat dalam PP No. 29 Tahun 1999 tentang Pembelian Saham Bank Umum.

Untuk model ketiga, lanjut Harry, tak seluruhnya dimiliki oleh satu orang atau satu grup. Dari angka 100 persen, 30 persen di antaranya dimiliki satu orang atau satu grup, 30 persen lainnya juga dimiliki satu orang atau satu grup, 30 persen lagi juga dimiliki satu orang atau satu grup dan sisanya 10 persen bisa dimiliki satu orang dan satu grup lainnya.

Menurut Harry, orang atau grup tersebut tak saling berafiliasi satu sama lain. “Itu pilihan yang tersedia dalam RUU Perbankan, kita belum sampai pada pengambilan keputusan karena kita belum membahas secara mendalam soal pilihan itu,” ujar Harry, Rabu (13/3).

Wakil Ketua Komisi XI lainnya, Andi Timo Pangerang, tak menampik apabila terdapat klausul di RUU Perbankan mengenai kepemilikan saham bank umum oleh asing. Namun hingga kini klausul tersebut belum dibahas secara intensif oleh dewan dan pemerintah. Hingga kini, RUU Perbankan masih dalam batas permintaan masukan dari sejumlah kalangan dan pakar.

“Belum dibahas soal itu,” ujarnya di Jakarta, Kamis (14/3).

Untuk diketahui, sejak tanggal 6 Maret 2013 lalu, Bank Indonesia (BI) telah memberlakukan aturan mengenai kepemilikan saham bank umum. Aturan ini dikemas dalam sebuah Surat Edaran BI No. 15/4/DPNP yang merupakan tindaklanjut dari diterbitkannya PBI No. 14/8/PBI/2012 tanggal 13 Juli 2012 tentang Kepemilikan Saham Bank Umum

Dalam surat edaran tersebut tercantum mengenai persyaratan khusus bagi asing untuk bisa memiliki saham lebih dari 40 persen pada sebuah bank umum. Syarat-syarat tersebut yaitu harus terdapat penilaian Tingkat Kesehatan (TKS), Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) sesuai profil risiko dan modal inti (tier 1) menggunakan posisi penilaian dalam satu tahun terakhir.

Persetujuan untuk memiliki saham ini awalnya harus sebesar 40 persen. Lalu setelah itu bisa ditingkatkan lagi sahamnya. Tapi untuk meningkatkan lagi sahamnya itu sebelumnya harus memiliki penilaian TKS dan Good Corporate Governance (GCG) selama tiga periode berturut-turut.

Dalam aturan ini juga dijelaskan mengenai calon pemegang saham berupa lembaga keuangan asingyang akan memiliki saham bank lebih dari 40 persen, wajib mendapatkan rekomendasi dari otoritas pengawasan dari negara asal.

Rekomendasi tersebut termasuk pernyataan bahwa otoritas pengawasan negara asal itu akan mendukung kebijakan otoritas pengawas di Indonesia. Selain itu, calon pemegang saham bank yang akan memiliki saham Bank lebih dari 40 persen wajib pula memiliki komitmen untuk membeli surat utang bersifat ekuitas.

Selain mengenai kepemilikan saham dari asing, surat edaran ini juga menjelaskan mengenai kepemilikan saham bagi Pemerintah Daerah (Pemda) yang akan mendirikan atau mengakuisisi bank. Batas kepemilikan saham Pemda tersebut disamakan dengan batas kepemilikan bagi badan hukum bukan lembaga keuangan yakni sebesar 30 persen dari modal bank untuk masing-masing Pemda.

Di surat edaran ini juga dijelaskan mengenai penambahan modal bagi bank yang mayoritas sahamnya dimiliki pemerintah. Penambahan modal bagi bank yang mayoritas sahamnya dimiliki Pemda diutamakan terlebih dahulu dari investor luar Pemda. Meski begitu, Pemda masih dapat melakukan setoran modal untuk tetap menjaga kepemilikan saham mayoritas Pemda pada bank jika tidak terdapat investor di luar Pemda.

Dalam surat edaran ini juga dijelaskan mengenai kewajiban yang harus dipenuhi bagi pemegang saham apabila terjadi perubahan pengendalian atas badan hukum tersebut. Pertama, perubahan Pemegang Saham Pengendali Terakhir (PSPT). Dan kedua, perubahan persentase kepemilikan PSPT pada bank yang secara tidak langsung mempengaruhi jumlah pengendalian pada bank.

Tags: