​​​​​​​Melihat Tren Perceraian dan Dominasi Penyebabnya
Hukum Perkawinan Kontemporer

​​​​​​​Melihat Tren Perceraian dan Dominasi Penyebabnya

​​​​​​​Faktor penyebab perceraian berdasarkan yurisdiksi Pengadilan Agama seluruh Indonesia lebih banyak didominasi faktor perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus, ekonomi, dan meninggalkan salah satu pihak.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Pasal 19 PP Pelaksanaan UU Perkawinan

Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:

  1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
  2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
  3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
  4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;
  5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
  6. Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

 

Khusus bagi yang pasangan suami istri yang beragama Islam terdapat dua alasan tambahan. Yakni suami melanggar taklik-talak (ikrar/perjanjian talak yang digantungkan keadaan tertentu setelah pernikahan) dan peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam berumah tangga. Baca Juga: Belum Diatur Nafkah Iddah dan Mut’ah dalam Cerai Gugat

 

Menurut Abdul Manaf, mayoritas penyebab perceraian didorong dua persoalan besar yang sering dialami dalam gugatan perceraian yakni persoalan ekonomi dan perselisihan yang tidak berkesudahan dalam membina mahligai rumah tangga. Persoalan kurang tanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga mendapat angka yang cukup besar dalam banyak kasus perceraian.

 


“Sekarang ini tampaknya trennya soal ekonomi. Sebagian besar istri-istri pada menggugat. Mohon maaf, pada umumnya kurangnya tanggung jawab (suami) menjadi penyebab tingginya angka perceraian,” ungkapnya.

 

Hermansyah Hasyim melanjutkan kurang tanggung jawab suami dalam memenuhi kebutuhan sang istri menjadi penyebab perceraian. Dalam arti, pihak suami gagal dalam memberikan nafkah kepada istri dan anak-anaknya. Akibatnya, istri dihadapkan pada dua pilihan, tetap bertahan atau mengajukan gugatan perceraian.

 

”Kebanyakan pilihannya adalah cerai. Penyebabnya persoalan ekonomi, entah kekerasan dalam rumah tangga, atau sebab-sebab lain. Ini masih asumsi karena belum ada penelitiannya,” kata dia.

 

Sementara Venny Octarini Siregar mengatakan berdasarkan data LBH APIK, lebih fokus pada perceraian akibat kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Menurutnya, kekerasan dalam rumah tangga tak hanya berbentuk kekerasan fisik, tetapi termasuk psikis, seksual, dan ekonomi. Itu sebabnya banyak dari pihak perempuan/istri yang berani mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama. “Makanya, kami bilang perceraian bernuansa KDRT,” tegasnya.

Tags:

Berita Terkait