Pasal 19 PP Pelaksanaan UU Perkawinan Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:
|
Khusus bagi yang pasangan suami istri yang beragama Islam terdapat dua alasan tambahan. Yakni suami melanggar taklik-talak (ikrar/perjanjian talak yang digantungkan keadaan tertentu setelah pernikahan) dan peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam berumah tangga. Baca Juga: Belum Diatur Nafkah Iddah dan Mut’ah dalam Cerai Gugat
Menurut Abdul Manaf, mayoritas penyebab perceraian didorong dua persoalan besar yang sering dialami dalam gugatan perceraian yakni persoalan ekonomi dan perselisihan yang tidak berkesudahan dalam membina mahligai rumah tangga. Persoalan kurang tanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga mendapat angka yang cukup besar dalam banyak kasus perceraian.
“Sekarang ini tampaknya trennya soal ekonomi. Sebagian besar istri-istri pada menggugat. Mohon maaf, pada umumnya kurangnya tanggung jawab (suami) menjadi penyebab tingginya angka perceraian,” ungkapnya.
Hermansyah Hasyim melanjutkan kurang tanggung jawab suami dalam memenuhi kebutuhan sang istri menjadi penyebab perceraian. Dalam arti, pihak suami gagal dalam memberikan nafkah kepada istri dan anak-anaknya. Akibatnya, istri dihadapkan pada dua pilihan, tetap bertahan atau mengajukan gugatan perceraian.
”Kebanyakan pilihannya adalah cerai. Penyebabnya persoalan ekonomi, entah kekerasan dalam rumah tangga, atau sebab-sebab lain. Ini masih asumsi karena belum ada penelitiannya,” kata dia.
Sementara Venny Octarini Siregar mengatakan berdasarkan data LBH APIK, lebih fokus pada perceraian akibat kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Menurutnya, kekerasan dalam rumah tangga tak hanya berbentuk kekerasan fisik, tetapi termasuk psikis, seksual, dan ekonomi. Itu sebabnya banyak dari pihak perempuan/istri yang berani mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama. “Makanya, kami bilang perceraian bernuansa KDRT,” tegasnya.