Melihat Tantangan dan Peluang Profesi Legal Auditor
Utama

Melihat Tantangan dan Peluang Profesi Legal Auditor

Salah satu tantangan menjadi legal auditor adalah belum ada standar besaran imbalan jasa honorarium legal auditor oleh peraturan perundang-undangan saat ini, berbeda dengan organisasi profesi hukum lain seperti notaris dan kurator yang telah ditetapkan peraturannya oleh Menteri Hukum dan HAM RI.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit
Presiden Asosiasi Auditor Hukum Indonesia (ASAHI) Harvardy M. Iqbal. Foto: FNH
Presiden Asosiasi Auditor Hukum Indonesia (ASAHI) Harvardy M. Iqbal. Foto: FNH

Auditor hukum atau disebut juga sebagai legal auditor adalah orang atau pelaksana yang menjalankan/melaksanakan audit hukum. Dengan kata lain, auditor adalah pemeriksa yang mempunyai kompetensi di bidang audit hukum, bersertifikat, independent, obyektif, dan tidak memihak.

Presiden Asosiasi Auditor Hukum Indonesia (ASAHI) Harvardy M. Iqbal menyampaikan bahwa auditor hukum akan melakukan identifikasi dan verifikasi terhadap subyek, obyek, dan perbuatan hukum untuk memastikan subyek, atau obyek, dan perbuatan hukum yang akan dilaksanakan tersebut telah sesuai dengan standar, norma, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

Hal ini bisa dilakukan kepada perorangan maupun lembaga, pemerintahan atau swasta, politik maupun sosial Masyarakat, berkenaan dengan kepatuhan hukum atau legalitas, harta kekayaan/aset, kewajiban/utang, transaksi dan perbuatan-perbuatan hukum dan/atau kegiatannya, serta berbagai permasalahan hukum yang dihadapi dan penanganan atau penyelesaiannya.

Baca Juga:

“Sehingga dapat diketahui kadar atau kualitas kesadaran dan kepatuhan hukum atau sampai seberapa jauh hukum dipatuhi dan diterapkan oleh pihak-pihak yang bersangkutan dan seberapa jauh hukum lebih diterapkan atau ditegakkan,” kata Harvardy, Kamis (19/10).

Lalu hasil dari audit hukum tersebut akan merujuk pada empat hal yakni Clear And Clean, artinya Auditee patuh dan taat hukum serta tidak ada pembebanan/permasalahan hukum signifikan yang terjadi terkait subjek, objek dan peristiwa hukum. Clear But Not Clean yakni  audite patuh dan taat hukum namun ada pembebanan/permasalahan hukum yang terjadi terkait subjek, objek dan peristiwa hukum.

Kemudian Not Clear But Clean, yaitu auditee tidak patuh dan tidak taat hukum (ada pelanggaran hukum) namun tidak ada pembebanan/permasalahan hukum yang terjadi terkait subjek, objek dan  peristiwa hukum, dan Not Clear And Not Clean di mana auditee tidak patuh dan tidak taat hukum serta ada pembebanan hukum yang terjadi terkait subjek, objek dan peristiwa hukum.

Sementara itu, Asesor LSP Auditor Hukum Indonesia Hardi Saputra Purba menyebut bahwa peluang profesi legal auditor sangat luas di masa depan. Hal ini mengingat instansi pemerintah dan swasta banyak yang memerlukan rasa aman dan terhindar dari kekhawatiran melanggar peraturan perundangan undangan yang memiliki konsekuensi hukum pidana, perdata ataupun PTUN.

Perusahaan dan instansi, lanjutnya, ingin memastikan kepatuhannya kepada peraturan yang berlaku secara berkala agar tidak terkena sanksi dari pemerintah atau digugat oleh partner bisnis atau dilaporkan secara pidana ke instansi penegak hukum. maka dibutuhkan profesi legal auditor.

Kemudian ruang lingkup kerja legal auditor lebih luas daripada auditor keuangan karena dapat dilakukan audit di awal sebelum peristiwa hukum terjadi, saat peristiwa hukum terjadi serta pasca peristiwa hukum terjadi untuk memitigasi risiko pelanggaran peraturan perundang undangan termasuk namun tidak terbatas kepada tindak pidana korupsi, pencucian uang, mencegah pelanggaran hukum administrasi negara dan lain lain maka oleh karena ruang lingkup pekerjaannya lebih besar dan luas potensi mendapatkan pekerjaan dari melakukan legal audit sangat terbuka luas.

“Legal auditor dapat menjadi profesi keahlian khusus (ahli auditor hukum) yang membantu aparat penyidik dalam melihat dan memotret kepatuhan terperiksa baik saksi atau tersangka serta membuat terang suatu perkara, keterangan ahli auditor hukum dapat menjadi petunjuk kua telah terjadinya dugaan tindak pidana atau tidak. Pihak terperiksa juga dapat meminta dilakukan legal audit sebagai petunjuk dan mencari kebenaran materiil,” jelas Hardi.

Disamping peluang, Hardi juga menyebut beberapa tantangan yang dihadapi legal auditor. Beberapa di antaranya seperti belum ada peraturan perundang undangan Indonesia yang mewajibkan setiap lembaga pemerintah atau swasta melakukan legal audit secara berkala untuk melihat kepatuhan instansi tersebut terhadap aturan yang berlaku tersebut. 

Akibatnya banyak terjadi pelanggaran peraturan perundangan oleh auditee tersebut bukan karena sengaja tidak patuh tapi karena tidak ada legal auditor yang memotret dan mengingatkan perbuatan hukum auditee tersebut telah melanggar peraturan perundangan dan memperbaikinya.

Lalu profesi legal auditor pada saat diangkat belum disumpah oleh kementerian hukum dan HAM seperti profesi lainnya (Konsultan HAKI), saat ini kementerian HUKUM dan HAM RI sebagai pembina organisasi legal auditor. 

Organisasi profesi legal auditor saat ini juga belum dilibatkan oleh lembaga legislatif dan eksekutif (pemerintah) dalam setiap pembuatan rancangan peraturan perundang undangan, padahal keberadaan organisasi legal auditor sangat strategis dalam membantu memberikan masukan masukan kepada pemerintah dan lembaga legislatif yang berpengalaman melihat permasalahan hukum yang terjadi sehari hari di masyarakat (auditee).

“Dan dapat membantu mengidentifikasi DIM (daftar isian masalah) untuk rancangan revisi peraturan perundang undangan yang sedang berlaku serta untuk meminimalisir UU tersebut diuji di Mahkamah Konstitusi (MK) karena proses  pembuatannya sejak awal dibantu oleh ASAHI telah komprehensif dan memenuhi asas asas pemerintahan yang baik,” ujarnya.

Tak hanya itu, tantangan lainnya adalah untuk instansi pemerintah daerah atau perusahan perusahan di daerah belum terdapat legal auditor, sehingga akan kesulitan untuk meminta dilakukan legal audit, jika akan menggunakan jasa legal audit akan mencari dari organisasi asahi di jakarta atau legal auditor di provinsi lain yang memiliki konsekuensi biaya pelaksanaan audit yang lebih banyak dibandingkan jika ada legal auditor di daerah tersebut.

Kemudian belum ada standar besaran imbalan jasa honorarium legal auditor oleh peraturan perundang-undangan saat ini, berbeda dengan organisasi profesi hukum lain seperti notaris dan kurator yang telah ditetapkan peraturannya oleh Menteri Hukum dan HAM RI.  Dan salah satu metode legal audit adalah investigasi dan wawancara ke lokasi narasumber (visit site). 

Namun belum ada peraturan perundang-undangan yang mewajibkan lembaga/instansi untuk memberikan keterangan tertulis/resmi disertai sanksi hukum tegas jika tidak kooperatif memberikan data/dokumen/tidak mau diwawancarai yang berakibat hasil legal audit tidak maksimal apalagi legal auditor memiliki waktu terbatas dalam melakukan audit.

“Maka oleh karenanya lulusan sarjana hukum dapat berinvestasi skill dan keahlian hukum di bidang legal auditor ini dengan mengikuti pendidikan legal auditor yang bekerja sama dengan lembaga resmi negara yaitu BNSP dan diharapkan akan menjadi peluang rejeki baru untuk mendapatkan imbalan jasa honorarium legal auditor di kemudian hari,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait