Melihat Risiko Pelanggaran Persaingan Usaha di Sektor E-Commerce
Utama

Melihat Risiko Pelanggaran Persaingan Usaha di Sektor E-Commerce

Tingginya aktivitas perdagangan online berbanding dengan sengitnya kompetisi antar pelaku usaha. Persaingan usaha yang sehat dapat memunculkan kekuatan ekonomi. Sebaliknya, persaingan usaha tidak sehat akan berdampak buruk bagi ekonomi.

Mochammad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit

Ketua Bidang Ekonomi Digital Indonesia E-Commerce Association (IdEA), Bima Laga, mengatakan banyaknya regulasi di Indonesia mengurangi daya saing dengan e-commerce asing. Menurutnya, industri digital yang bersifat lintas batas atau borderless harus dibantu dengan kedinamisan regulasi.

“Pelaku usaha local kehilangan daya saing dan dipaksa bertarung dengan pelaku usaha asing yang secara sengaja menyediakan layanan ke Indonesia,” jelas Bima.

Sehingga, dia mengimbau agar pemerintah mengambil sikap untuk menyediakan equal treatment bagi pelaku usaha lokal dan asing. Selain itu, pemerintah juga perlu mengurangi regulasi khususnya kewajiban dan perizinan yang membebani pelaku usaha lokal.

Lalu, pelaku usaha e-commerce juga perlu diberikan insentif pendanaan, pajak, co-working space dan insentif non-materiil seperti pembinaan dan pendampingan. Kemudian, pemerintah juga diminta mengambil kebijakan dengan dasar data kuat dan mempertimbangkan hak kerahasiaan data.

Ketua Bidang Studi Hukum Bisnis STH Indonesia Jentera, Muhammad Faiz Aziz, menyoroti berbagai kebijakan pemerintah yang belum mendukung persaingan usaha sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dalam e-commerce. Dia menilai perlu revisi aturan persaingan usaha dan kemitraan agar berdimensi perdagangan barang dan jasa secara online karena UU 5/1999 dianggap masih bersifat perdagangan fisik.

Kemudian, dia menilai perlu adanya revisi regulasi persaingan usaha dan kemitraan agar berdimensi transnasional. Sebab, kata Azis, cakupan pelaku usaha industri e-commerce bersifat extraterritorial, namun penegakan hukumnya masih terbatas.

Azis juga menyoroti soal UU 5/1999 yang masih belum mengatur soal follow on damages atau dampak dari pelanggaran persaingan usaha yang ditimbulkan. Lalu, dia juga menilai perlu ada revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 13 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM dan PP 80/2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) agar mengatur fasilitasi kemudahan dalam mendorong daya saing UMKM.

“Misalnya, fasilitas perizinan usaha, HKI, pembentukan badan usaha, pelatihan, pembinaan. Dalam praktik, ada satu perusahaan yang sudah menyediakan fasilitas demikian,” jelas Azis.

Terakhir, dia juga menyarankan perlu ada pengaturan mengenai soal pilihan hukum dan forum yang berlaku terkait hubungan kontraktual antara UMKM lokal dan penyelenggara e-commerce dalam negeri dan asing. 

 

Tags:

Berita Terkait