Melihat Proses Prapenuntutan di Kasus Rizieq Shihab
Berita

Melihat Proses Prapenuntutan di Kasus Rizieq Shihab

Proses prapenuntutan diatur dalam Pasal 14 huruf a dan b, Pasal 109 ayat (1), Pasal 110, Pasal 138 ayat (1) dan (2), serta Pasal 139 KUHAP.

Agus Sahbani
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi pengembalian berkas perkara. Hol
Ilustrasi pengembalian berkas perkara. Hol

Tim Jaksa Peneliti pada Jampidum Kejaksaan Agung mengembalikan empat berkas perkara dugaan tindak pidana kekarantinaan kesehatan dengan tersangka Rizieq Shihab dan tersangka lainnya kepada penyidik Bareskrim Polri. Proses pengembalian berkas perkara dari penuntut ke penyidik lazim disebut proses prapenuntutan sebelum penuntut umum melakukan penuntutan di sidang pengadilan.    

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak di Jakarta, Jumat (29/1/2021) yang dilansir Antara, mengatakan pengembalian berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk dari Jaksa Peneliti untuk dilengkapi keempat berkas perkaranya.

Pertama, berkas tersangka Habib Rizieq Shihab dengan sangkaan melanggar Pasal 160 KUHP dan/atau Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 216 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kedua, berkas tersangka Hari Ubaidillah (HU), Maman Suryadi (MS), Ahmad Sobri Lubis (ASL), Ali bin Ali Alatas (AAA) dan Idrus dengan sangkaan melanggar Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 216 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"Kedua berkas perkara itu untuk perkara yang terjadi di Jalan Tebet Utara 28 Jakarta Selatan dan Jalan KS Tubun Petamburan Jakarta Pusat pada 13 November 2020 dan 14 November 2020 dikembalikan kepada penyidik pada 27 Januari 2021," kata Leonard. (Baca Juga: Mengenali Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM Terkait Penembakan Laskar FPI)

Ketiga, berkas Direktur Utama Rumah Sakit UMMI Kota Bogor dokter Andi Tatat (AA) bersama Habib Rizieq Shihab dengan sangkaan melanggar Pasal 14 dan/atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan/atau Pasal 216 KUHP jo Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 56 KUHP.

"Berkas tersebut untuk perkara yang terjadi di RS UMMI Kota Bogor pada 27 November 2020 dikembalikan kepada penyidik pada 28 Januari 2021," ujarnya.

Keempat, tim jaksa juga mengembalikan berkas Rizieq Shihab dengan sangkaan melanggar Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan/atau Pasal 93 UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan/atau Pasal 216 KUHP untuk perkara yang terjadi di Pondok Pesantren Alam Agrokultural Mega Mendung Bogor pada 13 November 2020, dikembalikan kepada penyidik pada 26 Januari 2021.

Sementara Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajadi mengatakan penyidik Bareskrim masih melengkapi petunjuk dari jaksa yang mengembalikan berkas kasus Rizieq. "Penyidik masih melengkapi petunjuk P-19 (berkas perkara belum lengkap, red) dari penuntut umum yakni berkas Petamburan, Megamendung, dan RS UMMI," kata Rian.

Proses prapenuntutan ini sudah diatur dalam UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dalam Pasal 14 huruf a dan b KUHAP disebutkan penuntut umum mempunyai wewenang: a. menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu. b. mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4), dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik.

Pasal 109 ayat (1) KUHAP menyebutkan setiap proses penyidikan, penyidik memberitahukan kepada penuntut umum. Pasal 110 KUHAP menyebutkan dalam hal penyidik telah selesai melakukan penyidikan, penyidik wajib segera menyerahkan berkas perkara itu kepada penuntut umum. Dalam hal penuntut umum berpendapat hasil penyidikan ternyata masih kurang lengkap, penuntut umum segera mengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi.

Dalam hal penuntut umum mengembalikan hasil penyidikan untuk dilengkapi, penyidik wajib segera melakukan penyidikan tambahan sesuai petunjuk dari penuntut umum. Penyidikan dianggap telah selesai apabila dalam waktu 14 hari penuntut umum tidak mengembalikan hasil penyidikan atau apabila sebelum batas waktu tersebut berakhir telah ada pemberitahuan tentang hal itu dari penuntut umum kepada penyidik

Lalu, Pasal 138 KUHAP disebutkan penuntut umum setelah menerima hasil penyidikan dari penyidik segera mempelajari dan menelitinya dan dalam waktu 7 hari wajib memberitahukan kepada penyidik apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap atau belum. Dalam hal hasil penyidikan ternyata belum lengkap, penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi dan dalam waktu 14 hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara itu kepada penuntut umum.

“Setelah penuntut umum menerima atau menerima kembali hasil penyidikan yang lengkap dari penyidik, ia segera, menentukan apakah berkas perkara itu sudah memenuhi persyaratan untuk dapat atau tidak dilimpahkan ke pengadilan,” demikian bunyi Pasal 139 KUHAP.

Seperti diketahui, Pasal 14 huruf a dan b, Pasal 109 ayat (1), Pasal 138 ayat (1) dan (2), serta Pasal 139 KUHAP terkait pemeriksaan berkas perkara dalam proses prapenuntutan pernah dipersoalkan di Mahkamah Konstitusi (MK). Pemohonnya, Koordinator Masyarakat Pemantau Peradian Indonesia (MaPPI FHUI) Choky Ramadhan, Carolus Tuah, Usman Hamid, dan Andro Supriyanto.  

Mereka beranggapan ketentuan prapenuntutan dalam KUHAP semakin memperlemah peran penuntut umum yang seharusnya sebagai pengendali perkara. Praktiknya, proses prapenuntutan seringkali timbul tindakan kesewenang-wenangan penyidik dan berlarut-larutnya penanganan perkara pidana dalam proses penyidikan lantaran sering terjadi bolak-balik berkas perkara.

Tapi, MK hanya mengabulkan sebagian kecil permohonan ini. Dari lima pasal yang diuji, MK hanya mengabulkan Pasal 109 ayat (1) KUHAP yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) wajib diserahkan penyidik kepada para pihak paling lambat 7 hari setelah terbitnya surat perintah penyidikan. (Baca Juga: MK Tetapkan 7 Hari Penyerahan SPDP ke Penuntut Umum)

“Menyatakan Pasal 109 ayat (1) KUHAP bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa ‘penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum’ tidak dimaknai penyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan SPDP penyidikan kepada penuntut umum, terlapor, dan korban/pelapor dalam waktu paling lambat 7 hari setelah dikeluarkannya surat perintah penyidikan. Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya,” demikian bunyi amar putusan bernomor 130/PUU-XIII/2015 yang dibacakan pada Rabu (11/1/2017) silam.

Tags:

Berita Terkait