Melihat Poin Penting PP Izin Usaha Berbasis Risiko
Aturan Pelaksana UU Cipta Kerja

Melihat Poin Penting PP Izin Usaha Berbasis Risiko

Penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko bertujuan untuk meningkatkan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha, melalui pelaksanaan penerbitan Perizinan Berusaha secara lebih efektif dan sederhana.

Mochammad Januar Rizki
Bacaan 6 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Pemerintah telah menerbitkan 49 aturan pelaksana Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Salah satu aturan baru yang paling menarik perhatian masyarakat mengenai izin usaha karena menjadi salah satu poin utama disusunnya UU Cipta Kerja. Aturan pelaksana izin usaha tersebut tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.

Aturan tersebut menjelaskan perzinan berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya. Sementara itu, risiko adalah potensi terjadinya cedera atau kerugian dari suatu bahaya atau kombinasi kemungkinan dan akibat bahaya. Sedangkan, perizinan berusaha berbasis risiko adalah perizinan berusaha berdasarkan tingkat risiko kegiatan usaha.

Terdapat delapan aspek penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko meliputi pengaturan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko; norma, standar, prosedur, dan kriteria Perizinan Berusaha Berbasis Risiko; perizinan berusaha berbasis risiko melalui layanan Sistem OSS; tata cara pengawasan perizinan berusaha berbasis risiko; evaluasi dan reformasi kebijakan perizinan berusaha berbasis risiko; pendanaan perizinan berusaha berbasis risiko; penyelesaian permasalahan dan hambatan perizinan berusaha berbasis risiko; dan sanksi.

Penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko bertujuan untuk meningkatkan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha, melalui pelaksanaan penerbitan Perizinan Berusaha secara lebih efektif dan sederhana. Selain itu, perizinan usaha berbasis risiko bertujuan mengawasi kegiatan usaha yang transparan, terstruktur, dan dapat dipertanggungiawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (Baca: Aturan Pelaksana UU Cipta Kerja, Era Baru Berusaha untuk Perluasan Lapangan Kerja)

PP 5/2021 mencabut aturan lama, yakni PP 24/2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik. Salah satu perubahan pengaturan dalam PP ini yaitu perizinan usaha menjadi berbasis risiko. Untuk memulai dan melakukan kegiatan usaha, pelaku usaha wajib memenuhi persyaratan dasar perizinan berusaha dan/atau perizinan berusaha berbasis risiko.

Persyaratan dasar perizinan berusaha meliputi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, persetujuan lingkungan, persetujuan bangunan gedung, dan sertifikat laik fungsi. Ketentuan mengenai persyaratan dasar perizinan berusaha masing-masing diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang tata ruang, lingkungan hidup, dan bangunan gedung.

Penetapan kebijakan penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Penyelenggaraan perizinan tersebut meliputi sektor kelautan dan perikanan; pertanian; lingkungan hidup dan kehutanan; energi dan sumber daya mineral; ketenaganukliran; perindustrian; perdagangan; pekerjaan umum dan perumahan rakyat; transportasi; kesehatan, obat, dan makanan; pendidikan dan kebudayaan; pariwisata; keagamaan; pos, telekomunikasi, penyiaran, dan sistem dan transaksi elektronik; pertahanan dan keamanan; dan ketenagakerjaan.

Perizinan berusaha berbasis risiko pada masing-masing sektor meliputi pengaturan kode KBLI/KBLI terkait, judul KBLI, ruang lingkup kegiatan, parameter Risiko, tingkat Risiko, Perizinan Berusaha, jangka waktu, masa berlaku, dan kewenangan perizinan berusaha; persyaratan dan/atau kewajiban Perizinan Berusaha Berbasis Risiko; pedoman Perizinan Berusaha Berbasis Risiko; dan standar kegiatan usaha dan/atau standar produk.

Pasal 7 PP 5/2021 menyatakan perizinan berusaha berbasis risiko dilakukan berdasarkan penetapan tingkat risiko dan peringkat skala kegiatan usaha meliputi Usaha Mikro Kecil dan Menengah dan/atau usaha besar. Penetapan tingkat risiko tersebut dilakukan berdasarkan hasil analisis yang wajib dilakukan secara transparan, akuntabel, dan mengedepankan prinsip kehati-hatian berdasarkan data dan/ atau penilaian profesional. Nantinya, tingkat risiko dari hasil analisis tersebut menentukan jenis izin usaha.

Pelaksanaan analisis risiko dilakukan oleh pemerintah pusat melalui pengidentifikasian kegiatan usaha; penilaian tingkat bahaya; penilaian potensi terjadinya bahaya; penetapan tingkat risiko dan peringkat skala usaha; dan penetapan jenis perizinan berusaha. Penilaian tingkat bahaya tersebut dilakukan terhadap aspek kesehatan; keselamatan; lingkungan;dan/atau pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya.

Berdasarkan penilaian tingkat bahaya, penilaian potensi terjadinya bahaya, tingkat risiko, dan peringkat skala usaha kegiatan usaha, kegiatan usaha diklasifikasikan menjadi kegiatan usaha dengan tingkat risiko rendah; kegiatan usaha dengan tingkat risiko menengah; dan kegiatan usaha dengan tingkat risiko tinggi. Kegiatan usaha dengan tingkat risiko menengah terbagi dua yaitu menengah rendah dan menengah tinggi.

Bagi kegiatan usaha berisiko rendah maka perizinan usahanya berupa Nomor Induk Berusaha (NIB). Kemudian, NIB Usaha Mikro Kecil (UMK) berisiko rendah berlaku juga sebagai Standar Nasional Indonesia (SNI) dan pernyataan jaminan halal.

Kemudian, perizinan berusaha untuk kegiatan risiko menengah rendah berupa NIB dan Sertifikat Standar. Nantinya, Sertifikat Standar merupakan legalitas untuk melaksanakan kegiatan usaha dalam bentuk pernyataan pelaku usaha yang diberikan melalui Sistem OSS. Perizinan Berusaha pada risiko menengah rendah menjadi dasar untuk persiapan, operasional, dan/atau komersial kegiatan usaha. Standar pelaksanaan kegiatan usaha wajib dipenuhi pelaku usaha saat melaksanakan kegiatan usaha.

Sama dengan menengah rendah, perizinan berusaha tingkat risiko menengah tinggi berupa NIB; dan Sertifikat Standar. Hanya saja, Sertifikat Standar izin usaha menengah tinggi merupakan pelaksanaan kegiatan usaha yang diterbitkan pemerintah pusat atau daerah sesuai kewenangan masing-masing berdasarkan hasil verifikasi pemenuhan standar pelaksanaan kegiatan usaha. Setelah memperoleh NIB, pelaku usaha membuat pernyataan melalui Sistem OSS untuk memenuhi standar pelaksanaan kegiatan usaha dalam rangka melakukan kegiatan usaha dan kesanggupan untuk dilakukan verifikasi pemerintah pusat atau daerah.

Lembaga OSS dapat menerbitkan Sertifikat Standar belum terverifikasi yang menjadi dasar pelaku usaha mempersiapkan kegiatan usaha. NIB dan Sertifikat Standar yang telah terverifikasi merupakan izin pelaku usaha melakukan kegiatan operasional dan/atau komersial kegiatan usaha. Pelaku usaha yang tidak memperoleh Sertilikat Standar sesuai jangka waktu yang ditetapkan dalam norma, standar, prosedur, dan kriteria serta berdasarkan hasil pengawasan, tidak melakukan persiapan kegiatan usaha dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak NIB terbit maka Lembaga OSS membatalkan Sertifikat Standar yang belum terverifikasi.

Perizinan berusaha tingkat risiko tinggi berupa NIB dan lzin yang menjadi persetujuan pemerintah pusat atau daerah sebelum melaksanakan kegiatan usahanya. Sebelum memperoleh izin tersebut pelaku usaha dapat menggunakan NIB untuk persiapan kegiatan usaha. NIB dan izin merupakan persyaratan melakukan kegiatan operasional dan/atau komersial.

Dalam hal kegiatan usaha dengan tingkat risiko tinggi memerlukan pemenuhan standar usaha dan/atau standar produk, pemerintah pusat atau pemerintah daerah menerbitkan Sertifikat Standar usaha dan Sertifikat Standar produk berdasarkan hasil verifikasi pemenuhan standar. Verifikasi dilakukan pemerintah pusat atau daerah sesuai kewenangan masing-masing dan dapat menugaskan lembaga atau profesi ahli yang bersertifikat atau terakreditasi.

Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan pengaturan yang berkaitan dengan perizinan dan kegiatan usaha sektor merupakan upaya reformasi dan deregulasi yang menyesuaikan dengan perkembangan ekonomi dan teknologi informasi. Penerapan perizinan berusaha berbasis risiko mengubah pendekatan kegiatan berusaha dari berbasis izin ke berbasis risiko (Risk Based Approach/RBA). Rinciannya sebagai berikut:

  1. Cakupan kegiatan berusaha mengacu ke Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) Tahun 2020.
  2. Hasil RBA atas 18 sektor kegiatan usaha (1.531 KBLI) sebanyak 2.280 tingkat risiko, yaitu: Risiko Rendah (RR) sebanyak 707 (31,00%), Risiko Menengah Rendah (RMR) sebanyak 458 (20,09%), Risiko Menengah Tinggi (RMT) sebanyak 670 (29,39%), dan Risiko Tinggi (RT) sebanyak 445 (19,52%).
  3. Berdasarkan hasil RBA tersebut, maka penerapan Perizinan Berusaha berdasarkan risiko dilaksanakan sebagai berikut: RR hanya Nomor Induk Berusaha (NIB), RMR dengan NIB + Sertifikat Standar (Pernyataan), RMT dengan NIB + Sertifikat Standar (Verifikasi), dan RT dengan NIB + Izin (Verifikasi).
  4. Implementasi di sistem melalui Online Single Submission (OSS) yakni: untuk RR & RMR akan dapat selesai di OSS dan dilakukan pembinaan serta pengawasan, sedangkan untuk RMT dan RT dilakukan penyelesaian NIB di OSS serta dilakukan verifikasi syarat/standar oleh kementerian/lembaga/daerah dan dilaksanakan pengawasan terhadapnya.
  5. Maka 51% kegiatan usaha cukup diselesaikan melalui OSS, termasuk di dalamnya adalah kegiatan UMK.

Untuk bidang usaha penanaman modal atau investasi, Pemerintah telah mengubah konsep dari semula berbasis kepada Bidang Usaha Daftar Negatif Investasi (DNI) menjadi Bidang Usaha Prioritas. Berbagai bidang usaha yang menjadi prioritas ini akan diberikan insentif dan kemudahan yang meliputi insentif fiskal dan non fiskal.

Insentif fiskal terdiri atas: (1) Insentif Perpajakan, antara lain pajak penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu (tax allowance), pengurangan pajak penghasilan badan (tax holiday), atau pengurangan pajak penghasilan badan dan fasilitas pengurangan penghasilan neto dalam rangka investasi, serta pengurangan penghasilan bruto dalam rangka kegiatan tertentu (investment allowance). Kemudian, (2) Insentif Kepabeanan berupa pembebasan bea masuk atas impor mesin serta barang dan bahan untuk pembangunan atau pengembangan industri.

Adapun insentif non fiskal meliputi kemudahan perizinan berusaha, penyediaan infrastruktur pendukung, jaminan ketersediaan energi, jaminan ketersediaan bahan baku, keimigrasian, ketenagakerjaan, dan kemudahan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di samping itu, ditetapkan juga bidang usaha yang dialokasikan atau kemitraan dengan koperasi dan UMKM.

“Perubahan dalam proses perizinan dan perluasan bidang usaha untuk investasi, kami yakini akan menjadi game changer dalam percepatan investasi dan pembukaan lapangan kerja baru. Dengan penerapan UU Cipta Kerja dan peraturan pelaksanaannya, maka kita memasuki era baru dalam memberikan kemudahan dan kepastian perizinan dan kegiatan usaha, sehingga akan meningkatkan daya saing investasi dan produktivitas, serta efisiensi kegiatan usaha,” tutur Airlangga. 

Tags:

Berita Terkait