Saat ini dunia telah memasuki zaman perkembangan teknologi. Masifnya perkembangan teknologi turut membuka ruang terhadap kejahatan, seperti cybercrime. Cybercrime merupakan kejahatan yang perbuatannya melanggar hukum dengan memanfaatkan komputer.
Menurut hukum internasional, negara memiliki batas-batas tertentu dalam menerapkan yurisdiksi untuk kasus yang melibatkan kepentingan negara lain. Salah satu batas tersebut dalam bentuk kewajiban setiap negara untuk menghindari kesulitan negara lain dalam upaya menerapkan yurisdiksi.
Pengaturan ini dituangkan dalam draft komprehensifkonvensi internasional tentang pemberantasan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk tujuan kriminal, khususnya dalam resolutions 74/247 tanggal 27 Desember 2019, yaitu membentuk ad hoc intergovernmental committee, mempertimbangkan penuh instrumen internasional dan usaha negara secara nasional, regional, dan internasional.
Baca Juga
- Ini Pengaturan Soal Pinjol dalam UU ITE Baru
- Perubahan Penting Soal Pencemaran Nama Baik di UU ITE Baru
“Berdasarkan hasil yang dikumpulkan pembahasan secara nasional, terdapat sekitar 44 jenis tindak pidana yang dikumpulkan. Kalau dilihat itu ada revenge porn, ilegal akses, violation of privacy dan lain sebagainya yang dikumpulkan dari banyak negara. Sejak 2019, dari sekian banyak poin inti usulan regulasi ini sudah mulai disatukan dan digunakan oleh banyak negara maju sebagai dasar arah kebijakan secara global,’’ ujar Josua Sitompul selaku Ketua Hukum dan Kerjasama Ditjen Aptika Kominfo, dalam acara diskusi "Dinamika Baru Hukum Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Pasca Amandemen UU ITE 2023", yang dilaksanakan di Hotel JS Luwansa. Jakarta, Selasa (30/1).
Josua melanjutkan, hal ini dilakukan negara untuk membuat hukum yang dapat berlaku terhadap negara lain sekaligus bisa disepakati oleh negara lain, sehingga efektivitas penegakkan hukum bisa lebih tinggi dan maksimal.
Perkembangan pengaturan cybercrime nasional yang dimulai sejak KUHP baru diundangkan membuat beberapa perubahan signifikan. Perkembangan ini mengadopsi terminologi terkait cybercrime dari UU ITE.