Melihat Penerapan Syarat Restorative Justice di Kejaksaan
Terbaru

Melihat Penerapan Syarat Restorative Justice di Kejaksaan

Restorative justice tidak berlaku untuk perkara yang sulit dikembalikan seperti keadaan semula seperti kasus kejahatan seksual.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Jampidum Fadil Zumhana. Foto: Ady
Jampidum Fadil Zumhana. Foto: Ady

Sejatinya hukum mestinya dapat berlaku  panjang dalam satu  masa. Tapi faktanya hukum kerap tertinggal dalam menjawab kebutuhan hukum masyarakat di setiap zaman. Dinamika masyarakat kerap bergerak cepat ketimbang hukum yang tertulis. Perlu terobosan hukum agar dapat mengikuti perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung Fadil Zumhana, mengatakan saat ini kerja Kejaksaan dalam menanganani perkara hukum tak melulu secara legal formil. Kejaksaan harus melihat perkara pidana secara utuh dan dalam penanganannya agar tidak menimbulkan kegoncangan di masyarakat. Upaya lain yang dilakukan Kejaksaan untuk menghadirkan keadilan yakni melalui restorative justice.

Dalam melaksanakan keadilan restoratif, Fadil mengatakan banyak pihak yang dilibatkan mulai dari tokoh masyarakat, tokoh adat, aparat penegak hukum lain seperti penyidik dan pengadilan. Dengan melibatkan masyarakat diharapkan keadilan restoratif yang dilakukan dapat diterima masyarakat. Tapi begitu, Kejaksaan tak tebal kuping dengan tetap menerima masukan dan saran untuk perbaikan.

“Dalam proses penegakan hukum kami juga berupaya mewujudkan keadilan substantif. Karena keadilan sejati adalah yang dapat memberi manfaat bagi masyarakat,” katanya dalam kuliah umum bertema "Reformasi Hukum Pidana Nasional: Penegakan Keadilan dan Hukum dalam Peradilan," Senin (13/03/2023) kemarin.

Baca juga:

Mantan Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Sesjampidsus) itu mengatakan, terjadi pergeseran pandangan pidana dari keadilan retributif ke restoratif. Oleh karena itu aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan Mahkamah Agung (MA) memiliki aturan masing-masing tentang penerapan keadilan restoratif. Korps adhiyaksa memiliki mandat kuat dalam menjalankan keadilan restoratif sebagaimana Pasal 139 KUHAP yang memberi kewenangan bagi penuntut umum menentukan apakah berkas perkara hasil penyidikan lengkap memenuhi syarat atau tidak untuk dilimpahkan ke pengadilan.

Semangat keadilan restoratif, menurut Fadil bukan lagi pemenjaraan, tapi pemulihan perkara pidana. Tapi begitu, penerapan keadilan restoratif oleh Kejaksaan tak serampangan dalam penanganan perkara. Sebab keadilan restoratif di Kejaksaan mengacu pada Peraturan Kejaksaan Agung (Perja) No.15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Setidaknya itu beleid ada 5 asas keadilan restoratif yakni keadilan, kepentingan umum, proporsionalitas, pidana sebagai jalan terakhir, dan cepat, sederhana, dan biaya ringan.

Tags:

Berita Terkait