Kedua, hak terdakwa yang didampingi penasihat hukum untuk dapat berkomunikasi secara langsung dengan terdakwa. Serta diberikan waktu dan fasilitas yang memadai untuk menyiapkan pembelaan sebagaimana tertuang dalam Pasal 14 ayat (3) huruf b dan d serta Paragraf 34 dan 37 Komentar Umum International Covenant on Civil and Political Rights No. 32.
Kendala yuridis dan teknis
Suharto melanjutkan, dalam mengatasi situasi pandemi Covid-19 diperlukan terobosan dalam proses penegakan hukum, khususnya persidangan perkara pidana. Bila mengacu pada ketentuan peraturan perundangan terdapat kendala yuridis dan teknis. Kendala yuridis antara lain diatur beberapa pasal dalam UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Misalnya, Pasal 11 dan Pasal 12 UU Kekuasaan Kehakiman mengharuskan persidangan dihadiri 3 orang hakim dibantu panitera, penuntut umum dan terdakwa wajib hadir. Sementara dalam Pasal 154 dan 196 KUHAP mengharuskan terdakwa hadir. Kemudian dalam Pasal 159 KUHAP mengharuskan saksi hadir di persidangan termasuk ahli yang dinyatakan dalam sidang. Kehadiran dimaksud merupakan secara fisik.
Kemudian, Pasal 227 ayat (2) KUHAP, panggilan dan pemberitahuan, bertemu secara sendiri. Sedangkan Pasal 230 ayat (1) dan (2) KUHAP mengatur persidangan digelar di gedung pengadilan. Dalam ruang sidang terdapat hakim, penuntut umum, penasihat hukum, dan panitera mengenakan atribut masing-masing.
Sementara kendala teknis, terdapat hambatan baik jarak antara tempat terdakwa ditahan/berada, penuntut umum, dan pengadilan yang menyidangkan. Termasuk adanya keadaan tertentu yang menghambat yakni mobilitas penuntut umum, penasihat hukum, terdakwa, saksi, ahli maupun hakim, dan panitera pengganti. “Nanti kita redefinisi ulang ruang sidang, supaya nanti semua include,” katanya.