Melihat Kewenangan BI dan LPS dalam Perppu 1/2020
Berita

Melihat Kewenangan BI dan LPS dalam Perppu 1/2020

Bank Indonesia bisa membeli SUN dan SBSN di pasar primer. Lembaga Penjamin Simpanan dapat menaikkan nilai penjaminan lebih dari Rp2 miliar per rekening.

M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Bank Indonesia. RES
Bank Indonesia. RES

Pemerintah telah menerbitkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 untuk memperkuat kebijakan keuangan dan stabilitas sistem keuangan Negara dalam menghadapi wabah Covid-19. Dalam Perppu No.1 Tahun 2020, Bank Indonesia bisa membeli Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) di pasar primer untuk membantu pemerintah membiayai defisit fiskal dalam menangani wabah Covid-19.

 

“Selama ini kami tidak bisa seperti itu, tidak bisa membiayai defisit fiskal tapi yang kita hadapi sekarang adalah kondisi tidak normal, penanganan Covid-19 perlu defisit fiskal yang besar,” kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, bersama Menko Perekonomian, Menkeu, OJK, dan Bank Indonesia, Rabu (1/4).

 

Menurut dia, kewenangan BI untuk bisa membeli SUN atau Surat Berharga Negara (SBN) dan SBSN di pasar perdana tersebut juga mengantisipasi jika pasar tidak mampu menyerap instrumen tersebut termasuk menghindari suku bunga yang tinggi.

 

Meski begitu, Perry belum bisa membeberkan detail terkait pembelian SUN atau SBSN itu karena dalam waktu dekat bersama Kementerian Keuangan akan mendiskusikan kebutuhan dan kemampuan pasar dalam menyerap instrumen investasi tersebut.

 

“Teknis dan detail sabar, pasti ingin tahu berapa jumlahnya, kapan (diterbitkan). Perppu kan baru keluar semalam, nanti minggu depan kami komunikasi lagi,” katanya.

 

Hukumonline.com

 

Sebelumnya, dalam Undang-Undang Bank Indonesia, kata dia, BI tidak diperbolehkan membeli SUN/SBN di pasar primer atau perdana dan hanya diperbolehkan membeli di pasar sekunder. "Jika sudah normal, kita kembali seperti Undang Undang BI, bahwa BI tidak boleh beli di pasar perdana," imbuhnya.

 

(Baca: Presiden Terbitkan Perppu Stabilitas Sistem Keuangan, Begini Isinya!)

 

Selain itu, BI juga diperbolehkan membeli secara repo surat berharga milik Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) jika wabah COVID-19 sampai memberi dampak sistemik kepada perbankan.

 

“Pinjaman likuiditas jangka pendek atau pembiayaan likuiditas jangka pendek untuk bank sistemik ini juga langkah antisipatif. Kami akan diskusikan di Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) langkah pencegahannya dan kami berusaha maksimal, agar itu (dampak sistemik) tidak terjadi,” katanya.

 

Kewenangan LPS

Dalam Perppu No.1 Tahun 2020, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dapat menaikkan nilai penjaminan simpanan dari saat ini Rp2 miliar per rekening untuk menjamin adanya kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan.

 

"Kita mengusulkan beberapa opsi antisipasi, seperti menaikkan nilai simpanan atau memperluas jenis simpanan masyarakat," kata Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah.

 

Meski demikian Halim belum dapat menyatakan kemungkinan besaran kenaikan nilai penjaminan simpanan tersebut meski langkah itu dipastikan dapat lebih menjamin rekening milik nasabah.

 

“Kalau kondisinya makin memburuk, kita juga bisa membuat langkah-langkah drastis yang sudah dilakukan beberapa negara lain seperti menjamin kewajiban bank diluar simpanan,” ujarnya.

 

Halim mengatakan dengan adanya Perppu No.1 Tahun 2020, LPS juga bisa menambah pembiayaan dengan menerbitkan surat utang. Penambahan pendanaan ini bertujuan untuk membantu LPS apabila mengalami kesulitan likuiditas dalam menangani bank gagal.

 

Hukumonline.com

 

Pembiayaan dari surat utang merupakan salah satu opsi yang dapat dilakukan LPS untuk menjalankan fungsi penjaminan simpanan maupun penanganan bank berdampak sistemik. "LPS juga bisa menerima pinjaman dari pemerintah untuk menambah modal atau likuiditas LPS, serta menerima pinjaman secara tidak langsung dari penerbitan SUN yang dijual kepada Bank Indonesia," ujarnya.

 

Halim mengatakan berbagai opsi pendanaan tambahan ini diperlukan untuk memberikan kepercayaan kepada masyarakat sehingga persoalan solvabilitas bank dapat selesai dengan baik. "LPS harus menentramkan masyarakat bahwa dana mereka aman dan mampu memulihkan fungsi intermediasi perbankan," katanya.

 

Selama ini, LPS mendapatkan pembiayaan dari premi yang dibayarkan dari bank sebesar 0,2 persen per tahun dari rata-rata simpanan. LPS juga bisa mendapatkan biaya dari penanganan bank gagal serta memperoleh pinjaman dari pemerintah apabila modal sudah berada di bawah Rp4 triliun.

 

Saat ini, LPS sudah mempunyai dana sebesar Rp120 triliun untuk menangani masalah penjaminan dan mengatasi persoalan perbankan lainnya. "Pendanaan yang ada Rp128 triliun dan siap digunakan sekitar Rp120 triliun, jumlah ini cukup untuk antisipasi BPR dan bank-bank kecil, tapi kita tidak berharap ada hal-hal yang tidak biasa," ujar Halim.

 

Hingga sekarang, LPS sudah menutup sebanyak 101 bank yang sebagian besar merupakan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang berada di daerah. Hanya satu bank umum, yaitu Bank Century yang diselamatkan pada 2009 untuk mencegah terjadinya dampak sistemik di lingkungan perbankan nasional.

 

Selain itu, bersama OJK, LPS juga dapat melakukan keputusan untuk penyelamatan bank dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian, kompleksitas masalah, waktu penanganan, ketersediaan investor, efektivitas penanganan dan biaya.

 

"Koordinasi dengan OJK ini dilakukan agar ada penanganan lebih awal untuk bank-bank bermasalah dan kami mempunyai waktu untuk memberikan yang terbaik bagi masyarakat, debitur, keuangan pemerintah dan ekonomi secara keseluruhan," kata Halim. (ANT)

 

Tags:

Berita Terkait