Melihat Kesiapan KPU dan Bawaslu dalam Pilkada Serentak
Berita

Melihat Kesiapan KPU dan Bawaslu dalam Pilkada Serentak

KPU telah membuat sejumlah aturan protokol kesehatan dalam setiap tahapan, hingga hari H pemungutan suara. Bawaslu optimis mampu menangani sejumlah pelanggaran protokol kesehatan yang terjadi sepanjang tahapan pilkada dan mendapat dukungan dari institusi lain.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi pilkada serentak: BAS
Ilustrasi pilkada serentak: BAS

Desakan agar dilakukan penundaan tahapan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak terus bermunculan. Namun, Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) optimis bisa mengatasi sejumlah kendala pelaksaanaan pilkada di tengah pandemi Covid-19 dengan tetap mengedepankan aspek Kesehatan yang menjadi prioritas.

Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) La Nyalla Mahmud Mattalitti menegaskan lembaganya memahami kekeuh-nya pemerintah untuk tetap melaksanakan Pilkada Serentak pada 9 Desember 2020 mendatang. Namun, DPD memiliki sejumlah catatan yang patut dipertimbangkan dalam menggelar hajatan demokrasi tangkat lokal ini.

La Nyalla melihat banyaknya pelanggaran protokol kesehatan berujung potensi memanfaatkan situasi pandemi Covid-19 secara terselubung oleh sejumlah pasangan calon, khususnya calon petahana. Karena itu, dia meminta KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara yang berada di garda terdepan dapat mengawasi secara berkala dan terbuka kepada publik setiap proses tahapan pilkada yang berjalan.

“Supaya dapat menjamin kualitas pilkada berjalan dengan baik,” ujar La Nyalla di Komplek Gedung DPD, Senin (14/9/2020). (Baca Juga: Kalangan Parlemen Suarakan Penundaan Tahapan Pilkada)

DPD memang mengambil sikap agar pelaksanaan pilkada serentak dapat ditunda pada 2021. Sebab, DPD menemukan sejumlah temuan dan masalah yang menjadi ancaman potensi pilkada sebagai klaster massal penyebaran Covid-19. DPD telah menggelar rapat konsultasi dengan Polri dan Kejaksaan Agung untuk mengetahui kesiapan dua lembaga penegak hukum itu dalam mendukung penuh kerja Bawaslu dan KPU dalam hal pengawasan dan penindakan pelanggaran tahapan Pilkada.

“Kemarin telah terbukti adanya pelanggaran protokol kesehatan saat pendaftaran pasangan calon di sejumlah KPU di daerah,” ujarnya.

Ketua KPU Arief Budiman mengakui adanya sejumlah calon peserta pilkada terpapar positif Covid-19. Bahkan, data KPU per 14 September menunjukan ada 63 orang positif Covid-19 yang tersebar di 21 provinsi. Meski begitu, KPU telah menyiapkan berbagai perangkat protokol kesehatan serta prosedur dan skema untuk menjawab persoalan tersebut.

Dia menjelaskan sejumlah prosedur protokol kesehatan yang bakal diberlakukan di semua tahapan pilkada serentak. Misalnya, aturan jumlah peserta kampanye; tahapan debat antar pasangan calon hanya diperbolehkan dihadiri maksimal 50 orang; kampanye akbar satu pasangan calon hanya boleh dihadiri maksimal 100 orang dengan penerapan protokol kesehatan yang lebih ketat.

“Termasuk saat hari H pemilihan, bagi pemilih yang positif Covid-19 dan dalam isolasi, petugas yang mendatangi, dengan alat pelindung diri (APD) standar, semua sudah kami simulasikan,” kata Arief optimis.  

Lebih lanjut Arief mengatakan berbagai kebutuhan dalam menyiapkan sejumlah hal di tengah situasi pandemi Covid-19, anggaran diupayakan diminimalisir. Semula tambahan anggaran direncanakan sebesar Rp4,7 triliun, namun KPU berhasil memangkas menjadi Rp3,7 triliun. Pasalnya terdapat penurunan biaya rapid test yang telah dipagu oleh Kementerian Kesehatan.

“Dari total dana tersebut hanya Rp5 miliar yang dipergunakan oleh KPU pusat, sisanya semua dialokasikan ke KPU di daerah. Dan dana itu sebagian dipergunakan untuk keterlibatan 3,3 juta tenaga honorer di daerah. Ini juga diharapkan menghidupkan roda perekonomian di daerah,” katanya.

Sementara Ketua Bawaslu Abhan menegaskan pihaknya optimis mampu menangani sejumlah pelanggaran protokol kesehatan yang terjadi sepanjang tahapan pilkada. Abhan mengakui Bawaslu di bawah kepemimpinannya memiliki keterbatasan sumber daya manusia. Namun Bawaslu, kata Abhan, mendapat dukungan penuh dari institusi lain. Mulai sari Satuan Polisi (Satpol) Pamong Praja, Kepolisian hingga Kejaksaan.

“Dari pengalaman sebelumnya, ada beberapa pelanggaran pilkada dan pemilu yang kami proses hingga ke ranah hukum dan diadili di pengadilan,” katanya.

Tags:

Berita Terkait