Melihat Kembali Ketentuan Pemberian Gelar Pahlawan, Tanda Jasa dan Kehormatan
Berita

Melihat Kembali Ketentuan Pemberian Gelar Pahlawan, Tanda Jasa dan Kehormatan

Nilai-nilai kepahlawanan saat ini hadir dalam beragam implementasi berbagai bentuk, namun harus berpedoman pada tiga kata kunci yakni perjuangan, pengabdian, dan pengorbanan.

Mochammad Januar Rizki
Bacaan 6 Menit
Ilustrasi memperingati hari pahlawan. Foto: RES
Ilustrasi memperingati hari pahlawan. Foto: RES

Memperingati hari pahlawan 10 November, Presiden Joko Widodo menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada enam tokoh nasional pada Selasa (10/11). Tokoh-tokoh tersebut yaitu, Sultan Baabullah (Provinsi Maluku Utara), Macmud Singgirei Rumagesan (Raja Sekar dari Provinsi Papua Barat),Jenderal Polisi (Purn) Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo (Provinsi DKI Jakarta), Arnold Mononutu (Provinsi Sulawesi Utara)MR Sutan Muhammad Amin Nasution (Provinsi Sumatra Utara), danRaden Mattaher Bin Pangeran Kusen Bin Adi (Provinsi Jambi).

Penganugerahan ini diberikan berdasarkan Keppres No.117/TK Tahun 2020 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional, yang ditandatangani Presiden tanggal 6 November 2020. “Menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada mereka sebagai penghargaan dan penghormatan yang tinggi atas jasa-jasanya yang luar biasa, yang semasa hidupnya pernah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata, atau perjuangan politik atau dalam bidang lain untuk mencapai, merebut, dan mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa,” bunyi petikan Keppres.

Selain penganugerahan gelar pahlawan, Jokowi juga memberikan menganugerahkan tanda jasa dan tanda kehormatan Republik Indonesia kepada 71 pejabat negara/mantan pejabat negara serta tenaga medis dan tenaga kesehatan dalam upacara Penganugerahan Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan pada Rabu (11/11).

Secara rinci, kategori anugerah tanda jasa dan tanda kehormatan antara lain Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera Adipradana kepada 32 orang, Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera Utama kepada 14 orang, Tanda Kehormatan Bintang Jasa Utamakepada 2 orang, Tanda Kehormatan Bintang Jasa Pratama kepada 14 orang, Tanda Kehormatan Bintang Jasa Nararya kepada 9 orang. (Baca Juga: Video Syur Mirip Publik Figur, Ini Sanksi Pembuat dan Pengedar Konten Pornografi)

Meski kegiatan penganugerahan pahlawan, tanda jasa dan tanda kehormatan diberikan secara rutin, namun masih menjadi pertanyaan bagi publik luas mengenai dasar hukum hingga kelayakan tokoh-tokoh yang mendapatkan gelar-gelar tersebut. Perlu diketahui, terdapat perundang-undangan yang mengatur penganugerahan gelar pahlawan, tanda jasa dan tanda kehormatan seperti yang diatur Undang Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan.

Merujuk artikel Klinik Hukumonline berjudul Syarat-syarat Jadi pahlawan, dijelaskan berdasarkan Pasal 1 angka 4 UU No. 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, pahlawan nasional adalah gelar yang diberikan kepada warga negara Indonesia atau seseorang yang berjuang melawan penjajahan di wilayah yang sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang gugur atau meninggal dunia demi membela bangsa dan negara, atau yang semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan atau menghasilkan prestasi dan karya yang luar biasa bagi pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara Republik Indonesia.

Pengertian gelar itu sendiri adalah penghargaan negara yang diberikan Presiden kepada seseorang yang telah gugur atau meninggal dunia atas perjuangan, pengabdian, darmabakti, dan karya yang luar biasa kepada bangsa dan negara (Pasal 1 angka 1 UU No. 20/2009). Dalam Pasal 4 ayat (1) UU No. 20/2009 dan Pasal 2 ayat (1) PP No.35 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan UU No.20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, ditegaskan kembali bahwa gelar yang diberikan berupa Pahlawan Nasional. Gelar ini diberikan oleh Presiden melalui Keputusan Presiden.

Dalam Penjelasan Pasal 4 UU No. 20/2009diterangkan bahwa gelar pahlawan nasional mencakup juga semua jenis gelar yang pernah diberikan sebelumnya, yaitu Pahlawan Perintis Kemerdekaan, Pahlawan Kemerdekaan Nasional, Pahlawan Proklamator, Pahlawan Kebangkitan Nasional, Pahlawan Revolusi, dan Pahlawan Ampera. Dalam ketentuan ini, tidak termasuk gelar kehormatan Veteran Republik Indonesia.

Untuk memperoleh gelar sebagai pahlawan nasional, harus memenuhi syarat umum dan syarat khusus sebagaimana diatur dalam Pasal 25 dan Pasal 26 UU No. 20/2009, yaitu: 1) Syarat umum (Pasal 25 UU No. 20/2009): a. WNI atau seseorang yang berjuang di wilayah yang sekarang menjadi wilayah NKRI; b. memiliki integritas moral dan keteladanan; c. berjasa terhadap bangsa dan negara; d. berkelakuan baik; e. setia dan tidak mengkhianati bangsa dan negara; dan f. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.

2) Syarat khusus (Pasal 26 UU No. 20/2009) berlaku untuk gelar pahlawan nasional yang diberikan kepada seseorang yang telah meninggal dunia dan yang semasa hidupnya: a. pernah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata atau perjuangan politik atau perjuangan dalam bidang lain untuk mencapai, merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa; b. tidak pernah menyerah pada musuh dalam perjuangan; c. melakukan pengabdian dan perjuangan yang berlangsung hampir sepanjang hidupnya dan melebihi tugas yang diembannya; d. pernah melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara; e. pernah menghasilkan karya besar yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas atau meningkatkan harkat dan martabat bangsa; f. memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan yang tinggi; dan/atau g. melakukan perjuangan yang mempunyai jangkauan luas dan berdampak nasional.

Mengenai pemilihan pahlawan, tidak harus inisiatif dari negara saja. Pasal 30 ayat (2) UU No. 20/2009 dan Pasal 51 ayat (1) PP No. 35/2010 menyebutkan bahwa usul pemberian gelar, tanda jasa dan tanda kehormatan dapat diajukan oleh perseorangan, lembaga negara, kementrian, lembaga pemerintah non-kementrian, pemerintah daerah, organisasi, atau kelompok masyarakat.

Usul tersebut ditujukan kepada Presiden melalui Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (Pasal 30 ayat [1] UU No. 20/2009). Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan adalah dewan yang bertugas memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan (Pasal 1 angka 9 UU No. 20/2009).

Sementara itu, tanda Jasa adalah penghargaan negara yang diberikan Presiden kepada seseorang yang berjasa dan berprestasi luar biasa dalam mengembangkan dan memajukan suatu bidang tertentu yang bermanfaat besar bagi bangsa dan negara. Tanda Kehormatan adalah penghargaan negara yang diberikan Presiden kepada seseorang, kesatuan, institusi pemerintah, atau organisasi atas darmabakti dan kesetiaan yang luar biasa terhadap bangsa dan negara.

Jenis-jenis tanda jasa dan tanda kehormatan tercantum dalam pasal 5-12 UU 20/2009.Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan diberikan dengan tujuan untuk menghargai jasa setiap orang, kesatuan, institusi pemerintah, atau organisasi yang telah mendarmabaktikan diri dan berjasa besar dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Kemudian, penganugerahan tersebut juga bertujuan menumbuhkembangkan semangat kepahlawanan, kepatriotan, dan kejuangan setiap orang untuk kemajuan dan kejayaan bangsa dan negara dan menumbuhkembangkan sikap keteladanan bagi setiap orang dan mendorong semangat melahirkan karya terbaik bagi kemajuan bangsa dan negara.

Hadir dalam Beragam Implementasi

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo meyakini nilai-nilai kepahlawanan saat ini hadir dalam beragam implementasi berbagai bentuk, namun harus berpedoman pada tiga kata kunci, yakni perjuangan, pengabdian, dan pengorbanan.

"Saya meyakini pada setiap era dan periodisasi zaman, nilai-nilai kepahlawanan akan selalu hadir dalam beragam implementasi dan manifestasi, bahkan dalam bentuk dan pemaknaan yang paling sederhana sekalipun. Orang tua adalah pahlawan bagi anak-anaknya," kata Bamsoet seperti dilansir Antara, Selasa (10/11).

Bamsoet menegaskan bahwa nilai-nilai kepahlawanan sangat penting bagi bangsa Indonesia dan harus diupayakan selalu hadir di tengah masyarakat, bahkan di lingkup yang paling sederhana, seperti di lingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat.

Ia mencontohkan orang tua bisa menjadi pahlawan buat anak-anaknya, guru menjadi pahlawan untuk murid-muridnya, paramedis adalah pahlawan buat para pasiennya. "Meskipun nilai-nilai kepahlawanan dapat diimplementasikan dan dimanifestasikan dalam beragam bentuk dan cara, yang pasti setiap pemaknaan nilai-nilai kepahlawanan akan selalu lekat dengan tiga kata kunci, yaitu perjuangan, pengabdian, dan pengorbanan," ujarnya.

Bamsoet juga mengapresiasi elemen-elemen masyarakat yang telah menunjukkan nilai kepahlawanan pada saat bangsa Indonesia mengalami masa sulit pandemi ini dengan membantu yang membutuhkan sesuai dengan bidangnya masing-masing.

Menurut dia, dalam konteks kekinian, di tengah perjuangan masyarakat melewati masa-masa sulit menghadapi pandemi Covid-19, misalnya, para tenaga medis yang berjuang di garda depan, mengabdikan segenap diri dan mengorbankan jiwa sebagai pejuang kemanusiaan, tentunya layak dan patut menyematkan atribut sebagai pahlawan.

"Lalu para relawan yang menyumbangkan pikiran, waktu, dan tenaga. Segenap masyarakat yang telah ikhlas memberikan bantuan sosial-kemanusiaan, mereka adalah bukti nyata bahwa setiap diri kita sesungguhnya mampu mengimplementasikan nilai-nilai kepahlawanan melalui berbagai cara," katanya.

 

Dapatkan artikel bernas yang disajikan secara mendalam dan komprehensif mengenai putusan pengadilan penting, problematika isu dan tren hukum ekslusif yang berdampak pada perkembangan hukum dan bisnis, tanpa gangguan iklan hanya di Premium Stories. Klik di sini.

Tags:

Berita Terkait