Melihat Kekeliruan dalam Pendirian Bentuk Usaha Kantor Hukum
Utama

Melihat Kekeliruan dalam Pendirian Bentuk Usaha Kantor Hukum

Profesi hukum bukan pengusahaan walaupun dapat pembayaran dari klien. Lawyer merupakan profesi yang memiliki kompetensi khusus sehingga tidak semua orang dapat mendirikan kantor hukum.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Kiri-kanan: Prof Yetty Komalasari Dewi dan Irma Devita Purnamasari. Foto: Kolase Rfq
Kiri-kanan: Prof Yetty Komalasari Dewi dan Irma Devita Purnamasari. Foto: Kolase Rfq

Secara umum pendirian kantor hukum atau law firm di Indonesia berbentuk firma ataupun persekutuan perdata sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Dagang (KUHD). Seiring perkembangan waktu, terdapat kantor hukum dengan bentuk perseroan terbatas (PT). Namun, perlu dipahami terdapat kekeliruan logika hukum dalam pendirian law firm berbentuk firma dan PT tersebut.

Guru Besar Hukum Bisnis Fakultas Hukum (FH) Universitas Indonesia (UI) Prof Yetty Komalasari Dewi menjelaskan bentuk law firm yang tepat yaitu maatschap seperti yang diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) bukan firma dalam Kitab Usaha Hukum Dagang (KUHD). Hal ini karena lawyer termasuk kategori profesi yang memerlukan kompetensi khusus dan tidak semua orang dapat melakukannya. Selain itu, profesi lawyer meski mendapatkan pembayaran atas jasanya bukan mencari keuntungan melainkan pembayaran atas usahanya. Sehingga, prinsip tersebut termasuk dalam ruang linkup keperdataan bukan perdagangan (KUHD).

“Teman-teman kantor hukum suka agak misleading, mereka tidak paham kalau mereka dibayar bukan jual jasa. Persoalannya adalah kalau Anda pedagang, atau pengusaha, berarti semua orang bisa melakukan perbuatan itu. Pertanyaannya, apakah setiap orang dapat mendirikan kantor hukum?, tidak kan,” ujarnya kepada Hukumonline, beberapa waktu lalu.

Baca juga:

Dia menekankan profesi yang bukan berorientasi pada keuntungan pengaturannya bukan pada KUHD, melainkan KUHPerdata. Secara umum, KUHPerdata mengatur tentang persekutuan perdata atau maatschap yang tercantum dalam 1618 KUHPerdata menyebutkan “Perseroan perdata adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih, yang berjanji untuk memasukkan sesuatu ke dalam perseroan itu dengan maksud supaya keuntungan yang diperoleh dari perseroan itu dibagi di antara mereka”.

Prof Yetty berpendapat, KUHPerdata mengatur maatschap secara khusus sebagaimana dalam Pasal 1623. Dalam ketentuan tersebut, maatschap khusus mencangkup ruang lingkup pekerjaan tetap. “Maatschap yang mengatur pekerjaan tetap ini lah profesi. Sehingga, kantor hukum-kantor hukum dulu bentuk hukumnya adalah persekutuan perdata karena mengacu pada basis ini (KUHPerdata),” ujarnya.

Lantas kenapa terdapat kantor hukum di Indonesia berbentuk firma?. Dia menjelaskan salah satunya diakibatkan salah kaprah penerjemahan dari istilah law firm. Padahal “firm” tersebut bermakna bentuk usaha bukan firma dalam KUHD. Selain itu, terdapat juga pengadopsian sistem hukum dari negara-negara common law seperti Amerika Serikat yang tidak mengkategorikan perusahaan berdasarkan profesinya.

Padahal, Indonesia sebagai negara yang mengadopsi sistem hukum civil law telah memiliki bentuk hukum berdasarkan profesi. Dia juga menjelaskan, lawyer merupakan profesi yang dikategorikan sebagai liberal profession dalam Charter For Liberal Professions, definisi profesi yang dikeluarkan the European Court of Justice. Artinya, profesi lawyer merupakan profesi spesial yang hanya dilakukan dengan kompetensi khusus bukan usaha yang dilakukan oleh siapa saja.

Liberal professions itu adalah suatu profesi yang ditandai karakteristik intelektual. Harus punya kualifikasi high level. Jadi profesi hukum, dokter, arsitek, bukan kegiatan yang dapat dilakukan semua orang. Maka tidak tepat kalau pilih firma atau PT karena keduanya dapat didirikan semua orang tanpa kualifikasi ini,” katanya.

Hal ini juga berdasarkan bahwa lawyer merupakan profesi yang pertanggungjawabannya bersifat individu atau melekat pada pribadi. Karenanya, Prof Yetty menekankan pentingya revitalisasi regulasi persekutuan terbatas untuk mengikuti kebutuhan masyarakat. Menurutnya, aturan persekutuan di Indonesia perlu diperbaharui dengan kondisi kekinian lantaran Indonesia sudah memiliki basis yang baik.

“Indonesia jangan kayak Amerika yang tidak punya konsep. Yang ada itu harus dibagusi. Profesi hukum itu bukan badan usaha, pengusahaan walaupun dapat bayaran dari klien-kliennya. Bayaran itu adalah service atas kualifikasi Anda,” ujarnya.

Di ujung penjelasannya, Prof Yetti berpendapat menjadi tidak tepat menggunakan bentuk hukum perseroan terbatas dalam menjalankan profesi hukum karena dua alasan. Pertama, profesi hukum tidak termasuk ke dalam pengertian menjalankan perusahaan menurut Hukum Perusahaan di Indonesia. Kedua, profesi Hukum termasuk ‘Liberal Profession’. Yakni hanya orang dengan kualifikasi tertentu yang dapat menjalankan profesi hukum (tidak semua orang, -red), termasuk mendirikan kantor hukum saat ini.

“Bentuk hukum untuk menjalankan profesi hukum yang masih tepat adalah persekutuan perdata (maatschap) sebagaimana diatur dalam Pasal 1618 jo Pasal 1619 jo Pasal 1620 jo Pasal 1623 KUHPerdata,” katanya.

Terpisah, anggota Koodinator Materi dan Sosialisasi Bidang Pendidikan dan Pelatihan Ikatan Notaris Indonesia (INI) periode 2019-2022, Irma Devita Purnamasari punya pandangan serupa. Menurut Irma kondisi saat ini kantor advokat lebih sering berbentuk firma. Padahal, Irma lebih setuju jika kantor advokat menggunakan bentuk maatschap, seperti halnya notaris.

Dia beralasan, dalam firma para advokat yang menjadi sekutu bertanggung jawab secara tanggung renteng atau secara bersama-sama hingga harta pribadi di luar persekutuan  sebagaimana diatur dalam Pasal 18 KUHD. “Sedangkan, dalam maatschap masing-masing advokat yang menjadi teman serikat bertindak sendiri dan bertanggung jawab secara pribadi (Pasal 1642 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata),” ujar Irma saat dikonfirmasi Jumat (6/7/2023) pekan kemarin.

Sebelumnya, pendiri Kantor Hukum Officium Nobile Indolaw Tjoetjoe Sandjaja Hernanto mengatakan kantor hukumnya berbentuk PT. Dia menerangkan regulasi saat ini telah memberi ruang pendirian kantor hukum berbentuk PT dengan terdapatnya industri jasa hukum pada klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia (KBLI). Setidaknya ada KBLI 69102 tentang jasa konsultasi hukum.

Kemudian ada pula KBLI 69101 tentang jasa aktivitas pengacara. Nah, dengan adanya KLBI 69102 dan 69109 itulah Tjoetjoe memberanikan diri membuat proposal pendirian Kantor Hukum Indolaw yang berbeda bentuknya dengan kebanyak kantor hukum lainnya. “Akhirnya kami buat kantor hukum dengan bentuk PT. Dengan modal yang kecil paling Rp 2 miliar,” ujarnya kepada Hukumonline, Jumat (9/6/2023).

Pria yang juga Presiden Kongres Advokat Indonesia (KAI) itu mengatakan, kantor hukum berbentuk PT memiliki keleluasaan dan kestabilan bisnis. Berdasarkan pengalamannya, para klien justru cenderung lebih senang bekerja sama dengan kantor hukum berbentuk PT dibandingkan firma.

“Saat berhadapan dengan perusahaan-perusahaan, kami dapat sambutan karena mereka lebih senang berhubungan dengan PT dibanding kantor hukum biasa. Hal ini yang membuat kami semakin bersemangat,” tukasnya.

Tags:

Berita Terkait