Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta dalam kasus korupsi mega proyek BTS 4G, Fahzal Hendri belakangan mendapat sorotan positif dari caranya mengulik kecurangan dalam proyek tender BTS Kominfo. Berkat pertanyaannya yang tajam, beberapa persoalan berhasil dibongkar. Salah satu persoalan yang banyak disorot terkait agenda pemeriksaan saksi Konsultan Hukum Jamal Riski dan Assenar. Fahzal mencecar saksi dengan berbagai pertanyaan atas kecurigaan adanya hal yang tak lazim dari proses pemenangan tender, dimana tak ada peserta tender yang kalah.
Ia berpandangan semestinya sebuah tender diadakan untuk suatu kompetisi, sehingga harus ada pihak yang menang dan kalah. Jika semua peserta menang, apa bedanya dengan konsep bagi-bagi jatah saja? Padahal, menurutnya, konsep tender dilakukan sepatutnya bisa menghemat keuangan negara dengan mengkompetisikan penawaran yang diberikan antar pesaing.
Baca Juga:
- Kejaksaan Dalami Status Uang Puluhan Miliar dari Pengacara Maqdir Ismail
- Pat Gulipat Proyek BTS Kemkominfo, Johnny Gerard Plate Tersangka
- Bakal Bongkar Perkara, Johnny Plate Siap Ajukan Justice Collaborator
Salah satu cara Hakim Fahzal Hendri membongkar modus kecurangan lewat konsultan hukum BAKTI di proyek tender BTS Kominfo adalah dengan mempersoalkan pengerucutan peserta tender di tahap pra kualifikasi tender. Menariknya, pengerucutan peserta itu didasarkan pada produk legal yakni melalui Perdirut BLU BAKTI No. 7 Tahun 2020. Perdirut itu berisi aturan khusus untuk pemenang lelang proyek penyediaan Menara BTS 4G.
Belum lama ini, Hakim Fahzal dalam agenda pemeriksaan saksi mengorek pengakuan Jamal Riski selaku konsultan Hukum. Disitu, terbukalah pengakuan bahwa memang Anang Achmad Latif (Dirut BAKTI Kominfo) meminta agar persyaratan khusus pelelangan dicantumkan ke dalam Perdirut. Jamal pun dalam kesaksiannya menyebut boleh-boleh saja jika Dirut membuat peraturan sendiri, asalkan tidak bertentangan dengan aturan diatasnya.
Dalam pemeriksaan saksi Konsultan Hukum, Assenar, ia juga membuat pembelaan bahwa lahirnya Perdirut No. 7 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengadaan Barang/jasa Infrastruktur BTS dan Pendukungnya dalam Rangka Transformasi Digital, dibuat berdasarkan dasar Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah yang mengamanatkan BAKTI untuk membuat peraturan pengadaan tersendiri. Namun yang disorot Hakim Fahzal adanya masalah kekayaan, keuangan/finansial perusahaan yang dijadikan prasyarat sudah jelas akan membuat calon penyedia yang terpilih menjadi terbatas.
“Itu akan berdampak bahwa pesertanya menjadi terbatas. Jadi akan tertuju pada perusahaan-perusahaan yang mempunyai kemampuan (finansial, red),” ujar Hakim Fahzal saat memeriksa saksi Assenar.