Melarikan Gadis di Bawah Umur? Yuk, Simak Doktrin dan Yurisprudensinya
Hukum dan Kasih Sayang

Melarikan Gadis di Bawah Umur? Yuk, Simak Doktrin dan Yurisprudensinya

RUU KUHP juga masih memuat tindak pidana melarikan perempuan. Perlu memahami aspek-aspek risiko hukumnya.

Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Melarikan Gadis di Bawah Umur? Yuk, Simak Doktrin dan Yurisprudensinya
Hukumonline

Hubungan dekat seorang pria dengan seorang perempuan seringkali tak mendapat restu orang tua. Banyak alasan orang tua tak memberikan restu antara lain karena anak gadisnya masih di bawah umur, masih bersekolah, atau karena pria pasangannya sudah punya isteri. Tak sedikit pula pasangan yang mengambil jalan pintas: si pria melarikan pacarnya ke tempat yang aman dalam waktu tertentu.

 

Jika pacarnya masih di bawah umur, maka perbuatan melarikan perempuan tersebut menjadi tindak pidana. Dalam rumusan KUHP warisan Belanda, tindakan melarikan perempuan di bawah umur itu disebut schaking. Pasal 332 ayat (1) KUH Pidana memuat rumusan tindak pidana ini: “Bersalah melarikan perempuan diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, barang siapa membawa pergi seorang perempuan yang belum dewasa tanpa dikehendaki orang tuanya atau walinya tetapi dengan persetujuan perempuan itu, baik di dalam maupun di luar perkawinan”. Ayat (2) Pasal yang sama menaikkan ancaman hukuman jadi sembilan tahun jika schaking dilakukan dengan tipu muslihat, kekerasan atau ancaman kekerasan dengan maksud untuk memastikan penguasannya atas perempuan itu.

 

Hukuman kepada pelaku tindak pidana melarikan perempuan di bawah umur sangat bergantung pada keyakinan hakim dan fakta yang terungkap di persidangan. Misalnya, apakah perempuan yang dilarikan menderita fisik dan psikis akibat perbuatan penguasaan atas si perempuan. Bagi Sudirman, hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, penjatuhan hukuman kepada pelaku sangat ditentukan bagaimana hakim menggali fakta penderitaan saksi korban, lalu dihubungkan dengan bukti lain.

 

“Mengenai kerugian fisik dan psikis bisa digali. Tentunya itu tidak berdiri sendiri, tapi digabungkan dengan bukti-bukti lain sehingga dapat meyakinkan hakim,” ujarnya kepada hukumonline, usai acara diskusi RUU KUHP di Jakarta, Rabu (14/2).

 

(Baca juga: Ancaman Pidana Pelaku Kekerasan Terhadap PRT Anak)

 

Hakim memang sangat menentukan vonis yang akan dijatuhkan kepada pelaku yang membawa perempuan di bawah umur. Meskipun si pria akhirnya menikahi secara resmi perempuan di bawah umur tadi, tak mengandung arti kebebasan dirinya dari hukuman. Pandangan ini, misalnya dianut dalam putusan Mahkamah Agung No. 33K/Kr/1978 tanggal 24 April 1979. Dalam putusan ini, Mahkamah Agung menyatakan kawin tidaknya tertuduh dengan saksi korban tidak membebaskan pelaku dari ancaman Pasal 332 ayat (1) yang dituduhkan kepadanya.

 

Apakah pandangan ini masih dianut? Penelusuran hukumonline melalui layanan putusan perkara masih menemukan kasus sejenis. Hingga tahun 2012, hakim masih menjatuhkan hukuman penjara dan denda kepada seorang pria yang terbukti melakukan persetubuhan dengan anak dan melarikan perempuan yang belum dewasa. Hukuman yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, Sumatera Utara, adalah 4 tahun penjara dan denda 100 juta.

 

Padahal, terungkap dalam persidangan, perempuan di bawah umur yang dilarikan itu telah menjadi isteri kedua, dan sudah ada pula restu isteri pertama. Dalam kasus ini, si perempuan yang dibawa lari masih berusia 17 tahun dan duduk di kelas tiga Sekolah Menengah Atas. Pernikahan dilangsungkan ketika si perempuan berusia 19 tahun.

Tags:

Berita Terkait