Melalui PP, Pemerintah Tetapkan Standar Jelas Mengasuh Anak
Berita

Melalui PP, Pemerintah Tetapkan Standar Jelas Mengasuh Anak

Tidak hanya itu, kepastian status anak jika tidak diasuh oleh keluarga inti pun menjadi lebih pasti.

Fathan Qorib
Bacaan 2 Menit
Hukumonline
Hukumonline

Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak. PP ini bertujuan untuk meningkatkan perlindungan serta pemenuhan hak anak. "PP ini menjadi pedoman pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak," kata Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, sebagaimana dikutip dari Antara, Selasa (21/11).

 

Khofifah mengungkapkan, PP tersebut menekankan pada pengasuhan anak yang berbasis keluarga, sehingga, sasaran utama diterbitkannya PP ini adalah anak-anak yang diasuh oleh keluarga inti sekaligus sebagai pesan mengenai kewajiban orangtua untuk memberikan pengasuhan yang baik.

 

"Pemerintah ingin pelayanan dasar dan pemenuhan kebutuhan setiap anak akan kasih sayang, keselamatan, kesejahteraan, dan hak-hak sipil anak benar-benar terpenuhi," tambahnya.

 

Khofifah menjelaskan, PP tersebut menetapkan standar-standar yang jelas bagi masyarakat untuk mengasuh anak. Tidak hanya itu, kepastian status anak jika tidak diasuh oleh keluarga inti pun menjadi lebih pasti.

 

"Pengasuhan utama adalah keluarga inti, sedangkan pengasuhan anak berbasis Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) dan non lembaga adalah opsi terakhir dan kalaupun terpaksa dilakukan, sifatnya sementara tidak selamanya, kecuali bagi orang tua yang hak asuhnya sudah dicabut berdasarkan putusan pengadilan," tuturnya.

 

PP tersebut berlaku efektif sejak diundangkan pada16 Oktober 2017. Pemerintah juga akan terus berusaha meningkatkan perlindungan dan pemenuhan hak dasar anak, baik yang berada dalam pengasuhan keluarga inti, pengasuhan LKSA maupun anak-anak yang diasuh non LKSA .

 

Selama 2017, Kementerian Sosial menargetkan akreditasi terhadap 2.000 LKSA atau meningkat 10 kali lipat dibanding 2016 yang menyasar 200 LKSA. Saat ini Kemensos juga sedang melakukan revisi pedoman Standar Nasional Pengasuhan Anak (SNPA). Akreditasi penting untuk menghindari kemungkinan adanya fasilitas yang tidak layak serta kemungkinan pengasuhan yang tidak sesuai standar di LKSA.

 

Khofifah berharap, hasil akreditasi LKSA tersebut dapat segera direspon oleh dinas sosial agar tindak lanjut pembinaannya dapat segera dilaksanakan. Mengingat, pendaftaran, pengesahan, pengawasan serta pencabutan izin LKSA berada di dinas sosial kabupaten dan kota.

 

Menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2016, di Indonesia terdapat 11 Juta anak yang tinggal di rumah tangga dengan kepala keluarga kakek atau nenek saja. Sedangkan, data dari Direktorat Anak Kementerian Sosial terdapat sekitar 250 ribu anak yang tinggal di lebih dari 6.161 LKSA di seluruh Indonesia.

 

Baca Juga:

· Begini Pencatatan Perkawinan Beda Agama Menurut Undang-Undang

· PP Restitusi Anak Terbit, Begini Harapan Mereka

· Ini Poin-poin PP Pelaksanaan Restitusi Bagi Anak Korban Tindak Pidana

 

Dalam PP Pelaksanaan Pengasuhan Anak disebutkan bahwa setiap anak berhak diasuh oleh orang tuanya sendiri. Jika terjadi pemisahan anak atas kepentingan terbaik bagi anak tersebut, maka pengasuhan harus dilakukan oleh Lembaga Asuhan Anak. Pengasuhan oleh Lembaga Pengasuhan Anak ini merupakan pertimbangan terakhir.

 

Pasal 6

  1. Pengasuhan Anak oleh Lembaga Asuhan Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dapat dilakukan:
    1. di luar Panti Sosial; atau
    2. di dalam Panti Sosial.
  2. Pengasuhan anak di luar Panti Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a menjadi prioritas utama dan dilakukan berbasis keluarga.
  3. Pengasuhan anak di dalam Panti Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan upaya terakhir.

 

Ada tiga persyaratan bahwa pengasuhan anak dilakukan oleh Lembaga Pengasuhan Anak. Pertama, orang tua anak tersebut tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak secara wajar, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial. Kedua, orang tuanya dicabut kuasa hukumnya berdasarkan penetapan pengadilan.

 

Ketiga, anak yang memerlukan perlindungan khusus. Misalnya, anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya, anak yang menjadi korban pornografi, anak dengan HIV/AIDS, anak korban penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan, anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis, anak korban kejahatan seksual, anak korban jaringan terorisme, anak penyandang disabilitas, anak korban perlakuan salah dan penelantaran, anak dengan perilaku sosial menyimpang serta anak yang menjadi korban stigmatisasi dari pelabelan terkait dengan kondisi orang tuanya.

 

Dalam PP ini juga disebutkan kriteria yang masuk kategori anak asuh. Mereka adalah anak terlantar, anak dalam asuhan Keluarga yang tidak mampu melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai orang tua, anak yang memerlukan perlindungan khusus dan/atau anak yang diasuh oleh Lembaga Asuhan Anak.

 

Untuk menjadi orang tua asuh, PP ini juga menyebutkan sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi. Yakni, warga negara Indonesia yang berdomisili tetap di Indonesia. Bisa suami istri atau orang tua tunggal. Jika suami isti, salah satunya dapat berstatus warga negara asing. Kriteria berikutnya adalah berusia paling rendah 30 tahun dan paling tinggi 55 tahun, sehat fisik dan mental dibuktikan dengan keterangan sehat dari rumah sakit pemerintah yang dikelola oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.

 

Terdapat surat keterangan catatan kepolisian, beragama sama dengan agama yang dianut anak, memiliki kompetensi dalam mengasuh anak dengan lulus seleksi dan verifikasi untuk calon orang tua asuh, bersedia menjadi orang tua asuh yang dinyatakan dalam surat pernyataan bermaterai dan membuat pernyataan tertulis tidak pernah dan tidak akan melakukan kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan perlakuan salah terhadap anak, atau penerapan hukuman fisik dengan alasan apapun termasuk untuk penegakan disiplin yang dinyatakan dalam surat pernyataan bermaterai diketahui oleh rukun tetangga dan rukun warga atau nama lain di lingkungan setempat. (ANT)

Tags:

Berita Terkait