Mekanisme Penindakan Aliran Sesat Riskan Langgar HAM
Berita

Mekanisme Penindakan Aliran Sesat Riskan Langgar HAM

Penindakan beresiko melanggar HAM karena mekanismenya memungkinkan institusi non pemerintah turut campur dalam mengkriminalisasi sebuah keyakinan. Sebelum menindak, mestinya lebih dulu diselidiki, apakah aliran itu benar-benar mengganggu ketertiban masyarakat.

NNC
Bacaan 2 Menit

 

Menurut Komisioner Komnas HAM bidang Pengkajian dan Penelitian Ahmad Baso, selama ini penindakan terhadap aliran keyakinan yang dinilai menyimpang, selalu didasarkan pada instrumen Pakem (pengawas aliran kepercayaan masyarakat dan keagamaan) yang dikeluarkan Kejaksaan. Landasannya, rata-rata dari fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) ditambah dengan laporan intelijen dan Kepolisian. Dari Pakem inilah Kejaksaan kemudian mengkaitkannya dengan Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), sehingga aliran bisa diberantas. Prosedur Pakem sendiri mengacu pada Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1965 (UU No 1/PNPS/1965) tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.

 

Baso menilai, untuk mengkriminalisasi sesuatu, melalui jalur Pakem ini, instrumen utamanya beranjak pada sesuatu yang hanya berdasar keberatan dari lembaga keagamaan. Mestinya harus dilihat lebih jauh, apakah ada dari keyakinan itu telah menimbulkan ketertiban terganggu, ada pemaksaan, penghasutan atau pemerasan. Baru kemudian pemerintah bisa menindak dengan normas yang ada, papar Baso.

 

Misalnya, apakah si penganut kepercayaan tersebut mengancam keamanan orang lain. Apakah dia melakukan penghasutan, pemaksaan sehingga melanggar hak asasi yang dimiliki penganut keyakinan lain. Ini kan mesti dilihat dari unsur-unsur yang seperti itu, tambahnya.

 

Ia mengatakan, mestinya polisi sebagai alat negara yang berfungsi menjaga ketertiban, tidak terlalu reaktif menanggapi desakan sekelompok masyarakat. Sebab, penindakan yang dilakukan selama ini justru berpotensi melanggar HAM si penganut keyakinan dengan melakukan pembiaran tatkala terjadi pengerebekan massa. Padahal dalam situasi anarkis yang hanya didasari ketidaksamaan keyakinan, aparat keamanan mestinya dalam posisi netral.

 

Polisi mestinya secara tegas mengambil tindakan pada orang-orang atau kelompok yang melakukan aksi penyerangan, penganiayaan, atau perusakan harta benda orang lain. Aksi pembiaran itu diskriminatif dan melanggar HAM, pungkas Baso.

Tags: