Tujuh Konsumen Kembali Berupaya Pailitkan Megacity
Berita

Tujuh Konsumen Kembali Berupaya Pailitkan Megacity

Pemohon pailit adalah tujuh konsumen yang sebelumnya gagal. Permohonan baru dinilai lebih menguntungkan pemohon daripada kasasi.

DNY
Bacaan 2 Menit
Tujuh Konsumen kembali berupaya pailitkan PT Megacity <br> Development. Foto: Sgp
Tujuh Konsumen kembali berupaya pailitkan PT Megacity <br> Development. Foto: Sgp

Walaupun majelis hakim, Kamis lalu (24/6), sudah menolak permohonan pailit, namun PT Megacity Development belum bisa bernafas lega. Megacity masih dikejar ancaman pailit dari pemohon yang sama yakni tujuh orang konsumen Apartemen Jakarta Golf Village yang terdiri dari Afifuddin Kolok Achmad, Taslim, Polindah Tjandra, Ng Oy Lin, Ichwan Susilo, Roh Hanni dan Paransih Isbagio. Mereka mengajukan permohonan baru.

 

“Kami mengajukan permohonan kembali,” terang kuasa hukum para pemohon, Jimmy MP Johannes. Langkah ini dipilih karena dinilai lebih menguntungkan pemohon dibandingkan menempuh upaya kasasi. Jimmy mengklain telah memiliki bukti-bukti baru yang akan memperkuat alasan permohonan pailit.

 

Sayangnya, Jimmy masih enggan membocorkan bukti-bukti baru tersebut. Dia memilih untuk menyimpannya untuk persidangan nanti. “Akan menghebohkanlah,” ujar Jimmy sesumbar. Permohonan sendiri sudah diajukan ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Senin kemarin (5/7).

 

Dimintai tanggapannya, kuasa hukum Megacity Yan Apul menyayangkan tindakan yang diambil para pemohon. Menurut Yan Apul, tidak dipailitkannya Megacity justru akan menguntungkan bagi kedua belah pihak.

 

Dia mengakui pembangunan proyek memang sempat terhambat karena masalah permodalan. Namun, investor saat ini benar-benar akan melanjutkan proyek pembangunan apartemen. Menurut Yan Apul, kalau Megacity dipailitkan, justru pemohon atau konsumen tidak akan mendapatkan apa-apa. Karena, aset sudah dijaminkan ke bank.

 

Sekedar Mengingatkan, sebelumnya Afifuddin dkk mengajukan permohonan pailit karena PT Megacity Development dinilai tak memenuhi janjinya membangun apartemen yang sedianya dijanjikan selesai Oktober 1998. Namun, hingga sekarang, apartemen tak kunjung dibangun meski kosumen sudah melunasi pembayaran.

 

Pembangunan tidak kunjung jelas, pemohon lalu memutuskan untuk mengakhiri Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dengan memberitahukan penghentian secara tertulis. Konsekuensinya, PT Megacity harus mengembalikan seluruh pembayaran apartemen. Hal itu memang dimungkinkan dalam PPJB tersebut.

 

Pemutusan PPJB itulah yang menjadi perdebatan. Pasalnya, pemutusan PPJB hanya melalui pemberitahuan secara tertulis. Padahal, penghentian suatu perjanjian yang didasarkan wanprestasi harus dibuktikan terlebih dahulu adanya wanprestasi itu melalui putusan pengadilan.

 

Dalam putusannya waktu itu, majelis hakim yang diketuai Nani Indrawati menyatakan pembuktian pailit bersifat tidak sederhana. Majelis hakim mengutip pendapat ahli M Yahya Harahap ketika memberikan keterangan di pengadilan bahwa masalah wanprestasi ini seharusnya diselesaikan di pengadilan negeri.

 

Bukan yang pertama

Megacity bukan kali ini saja dimohonkan pailit. Sebelumnya, Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) mengajukan pailit terhadap Megacity pada 2001 lalu. Permohonan itu mengacu pada perjanjian kredit sindikasi (master agreement) yang ditandatangani 17 September 1996.

 

Dalam perjanjian itu, BNI Cabang Singapura selaku agen fasilitas memberikan kucuran pinjaman sejumlah AS$71.750.000 dan Rp117 miliar. Ketika utang tersebut diambil alih BPPN, PT Megacity belum membayar utang sebesar Rp43.438.000.

 

Akhirnya, BPPN gagal mempailitkan PT Megacity Development lantaran BPPN tidak memiliki kewenangan untuk mengajukan permohonan pailit. BPPN tidak bisa menunjukkan bukti asli berupa SK Direksi BI dengan Nomor: SK.DIR.BI.No.31/303/KEP/DIR tanggal 13 Maret 1999 yang menunjukkan bahwa BNI berstatus sebagai bank dalam penyehatan dan masuk ke BPPN.

Tags: