Mediasi Kurang Diminati, Mediasi Acap Gagal
Utama

Mediasi Kurang Diminati, Mediasi Acap Gagal

Ketua MA Bagir Manan menyayangkan mediasi yang sering tidak ditempuh terlebih dulu, sehingga perkembangan dunia mediasi menjadi lamban. advokat menilai, hakim mediator di pengadilan banyak yang tak kompeten.

NNC/Her
Bacaan 2 Menit

 

Dihubungi via telepon, advokat David Tobing yang juga aktif di PMN mengatakan, keengganan masyarakat menempuh jalur mediasi bukan melulu disebabkan karena engggan dari awal. Namun juga banyak faktor penyebab masyarakat menjadi enggan.

 

Menurutnya saat perkara sudah didaftarkan di pengadilan, selalu ada dua kemungkinan. Pertama, sudah dicoba dengan jalur di luar pengadilan (salah satunya mediasi, red) namun gagal. Kedua, perkara tersebut tidak bisa dimediasi karena terbentur aturan main yang ada. Misalnya klausula baku. Bagaimana mau menempuh negosiasi atau mediasi suatu klausula baku atau ada perjanjian yang untuk membatalkannya hanya dengan putusan pengadilan, jelasnya.

 

Untuk memutuskan masuk ke meja hijau, lanjut David, advokat justru acap mengambilnya sebagai jalan pamungkas. Namun ia menggarisbawahi, dalam sebuah perkara adakalanya salah satu pihak malah diuntungkan dengan menempuh jalur meja hijau, sehingga ujung-ujungnya tergantung pada moralitas di pihak dan kuasa hukumnya. Dia mencontohkan, Misalnya debitur yang itikadnya memang mencoba-coba mengulur waktu. Sekarang ini banyak pihak yang seharusnya digugat, untuk mengulur waktu, dia malah duluan menggugat.

 

Hakim mediator sering tidak kompeten

David juga menilai hakim mediator yang tersedia di pengadilan banyak yang masih kurang berkompeten. Banyak dari mereka, ujar David, Tidak memiliki pengetahuan cukup bagaimana memediasi pihak-pihak yang berselisih. Ia mencontohkan, hakim seringkali tidak bisa membaca kemungkinan yang diinginkan dari kedua belah pihak.

 

Salah satunya dengan langsung mempertemukan kedua belah pihak dan meminta meraka membuat proposal daftar hal-hal yang diinginkan, yang kata David, Jadinya malah seperti fasilitator saja.

 

Padahal menurut David, sebagai mediator, selain mesti menguasai secara mendalam suatu hal, mestinya ia juga bisa membaca apa yang kemungkinan diingini dari kedua belah pihak dan mampu untuk mempertemukan dua kepentingan saling berbenturan itu menjadi penyelesaian yang win-win solution.

 

Mediasi ternyata tak semudah membalik telapak tangan. Kegagalan mediasi oleh hakim juga dialami lingkungan pengadilan agama (PA). Menurut Ketua Muda Agama Andi Syamsu Alam, hingga kini baru 10% perkara di PA yang berhasil dibereskan di tahap mediasi. Ini kalah jauh dengan tertinggal jauh dibanding peradilan keluarga (family court) di California atau Sidney. Di bandingkan family court di tanah Paman Sam dan Negeri Kangguru itu, mediasi di PA terhitung payah. Di dua tempat itu, keberhasilan mediasi mencapai 80%.

 

Seperti sering diberitakan, mediasi acapkali menemui jalan buntu dibanding berhasil mengakurkan kedua belah pihak yang berperkara. Seringkali pula mediasi dipandang bak mengetuk pintu sebelum masuk ke meja hijau. Sebatas formalitas. Bahkan, badan mediator resmi bikinan pemerintah pun kurang diminati. Beberapa waktu lalu, dalam sengketa tanah Meruya, upaya mediasi juga menemui jalan buntu.

Tags: