Mayday 2019, Tiga Masukan Revisi PP Pengupahan
Utama

Mayday 2019, Tiga Masukan Revisi PP Pengupahan

Presiden Joko Widodo berharap hasil revisi PP Pengupahan nanti menguntungkan buruh dan pengusaha. Ada unit pidana perburuhan di Polri untuk memperkuat penegakan hukum ketenagakerjaan.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi demo buruh saat Mayday di Jakarta.  Foto: SGP
Ilustrasi demo buruh saat Mayday di Jakarta. Foto: SGP

Peraturan Pemerintah (PP) No.78 Tahun 2015 tentang Pengupahan beberapa kali diuji materi ke Mahkamah Agung (MA). Kedua permohonan ini diajukan serikat buruh serta DPD Organda dan Kadin Kabupaten Bangkalan. Namun, kedua permohonan uji materi itu kandas. Sejak awal, kalangan buruh menolak PP Pengupahan karena dianggap bertentangan dengan UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

 

Namun, kini kalangan buruh seolah mendapat angin segar setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan setuju untuk merevisi PP Pengupahan. Pernyataan setuju Presiden Jokowi diungkapkan dalam pertemuan dengan sejumlah pemimpin serikat buruh di Istana Kepresidenan Bogor pada akhir pekan lalu. Presiden Jokowi menekankan revisi PP Pengupahan nanti harus menguntungkan pekerja dan pengusaha.

 

“Kita sepakat merevisi PP Nomor 78 Tahun 2015, kita harapkan dari serikat pekerja/buruh senang. Di sisi lain dari perusahaan, dari pengusaha juga senang,” kata Presiden Jokowi seperti dilansir laman setkab.go.id. Baca Juga: 5 Tema yang Akan Diusung pada Mayday 2017

 

Pimpinan serikat buruh yang hadir dalam pertemuan itu antara lain Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andy Gani Nuwa Wea; Presiden Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Mudhofir; Presiden KSPI Said Iqbal; Ketua Umum Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Ilhamsyah; Ketua Umum Serikat Buruh Muslim Indonesia (Sarbumusi) Syaiful; dan Presiden Konfederasi Serikat Nusantara (KSN) Muchtar Guntur.

 

Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan inisiator pertemuan itu adalah Andy Gani Nuwa Wea. Pertemuan tersebut merupakan tindak lanjut setelah Presiden Joko Widodo berkampanye beberapa waktu lalu di hadapan buruh di Soreang, kabupaten Bandung, Jawa Barat. Dalam kampanye tersebut Presiden Jokowi berjanji akan merevisi PP Pengupahan.

 

Said melanjutkan dalam pertemuan itu pihaknya mendorong revisi PP Pengupahan. Seperti diketahui, serikat buruh pernah mengajukan uji materi terhadap PP Pengupahan, tapi kandas. Mahkamah Agung (MA) selalu memutus permohonan ini tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard/NO). Padahal, selama ini serikat buruh telah memprotes kehadiran PP Pengupahan. Kritik juga datang dari ILO.

 

“KSPI mengapresiasi Presiden Jokowi karena sepakat untuk merevisi PP Pengupahan,” kata Said Iqbal dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (29/4/2019). Baca Juga: Regulasi Ketenagakerjaan Mesti Adopsi Perkembangan Revolusi Industri 4.0

 

Dalam pertemuan itu secara tersirat Said melihat Presiden Jokowi mengungkapkan PP Pengupahan diprotes kalangan buruh dan pengusaha. Tapi Presiden Jokowi ingin memberi perlindungan terhadap buruh. Rencananya, pemerintah akan mengumumkan perihal revisi PP Pengupahan ketika Mayday. Pembahasan revisi PP Pengupahan akan dilakukan secara tripartit.

 

Said mengatakan sedikitnya ada 3 hal yang perlu diperhatikan dalam merevisi PP Pengupahan. Pertama, mengembalikan hak berunding melalui dewan pengupahan. Kedua, menghapus formula kenaikan upah minimum sebagaimana diatur saat ini dalam PP Pengupahan. Ketiga, menjalankan upah minimum sektoral provinsi dan kabupaten/kota secara menyeluruh.

 

Hal lain yang diminta serikat buruh yakni unit pidana perburuhan di lingkungan Polri. Said mengatakan rencananya Kapolri akan meluncurkan uji coba unit pidana perburuhan di Polda Metro Jaya pada Mayday 2019. Unit pidana perburuhan diyakini akan memperkuat penegakan hukum ketenagakerjaan karena dinas ketenagakerjaan dinilai tidak mumpuni menangani kasus ini.

 

“Selama ini kalau buruh mengadukan pidana perburuhan kepada kepolisian pasti dilempar ke dinas ketenagakerjaan,” ungkapnya. Baca Juga: Pengusaha: Permenaker Upah Minimum Melengkapi Peraturan Teknis PP Pengupahan   

 

Sebelumnya, dalam pertemuan itu, Ketua Umum KPBI Ilhamsyah mengatakan mengusulkan 4 hal selain revisi PP Pengupahan. Pertama, membentuk unit pidana perburuhan di kepolisian. Dalam pertemuan itu, Presiden Jokowi berjanji akan segera menindaklanjutinya. Kedua, membangun tempat penitipan anak antara lain di perusahaan skala besar dan kawasan industri.

 

Ilhamsyah menyampaikan kepada Presiden Jokowi kalangan buruh kesulitan untuk merawat dan memberi kasih sayang kepada anak-anak mereka karena tidak sanggup membayar pengasuh. Kebanyakan anak buruh dititipkan di kampung halaman sehingga jauh dari orang tuanya. Adanya tempat penitipan anak di perusahaan atau kawasan industri akan memudahkan buruh untuk memantau dan memberi ASI bagi anaknya ketika waktu istirahat.

 

Dia mengatakan dalam menanggapi usulan ini Presiden Jokowi langsung memerintahkan Menteri Ketenagkaerjaan, M Hanif Dhakiri, yang saat itu ikut dalam pertemuan untuk membahasnya dalam rapat koordinasi. “Ini sederhana,” kata Ilhamsyah menirukan ucapan Presiden Jokowi.

 

Ketiga, Ilhamsyah mendesak Presiden Jokowi untuk membebaskan awak mobil tangki (AMT) yang ditahan aparat kepolisian. Dia juga mengingatkan AMT telah 2 kali bertemu Presiden Jokowi, tapi sampai sekarang persoalan ketenagakerjaan yang mereka hadapi belum tuntas. Menurut Ilhamsyah, dalam merespon hal tersebut Presiden Jokowi berjanji akan menindaklanjutinya hari itu juga.

 

Keempat, Ilhamsyah menyampaikan soal penyimpangan praktik pemagangan. Di kawasan industri seperti Bekasi, pemagangan digunakan sebagai dalih oleh perusahaan untuk merekrut buruh dengan upah murah. Bahkan, ada buruh status perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) yang telah bekerja beberapa tahun, kemudian ditawari perusahaan untuk melanjutkan kontraknya atau dialihkan menjadi magang. Sayangnya Presiden Jokowi tidak langsung memberikan respon terhadap persoalan ini.

 

Pimpinan serikat buruh lain yang hadir dalam pertemuan itu menurut Ilhamsyah ada yang mengusulkan agar pengadilan hubungan industrial (PHI) ada di setiap kawasan industri. Misalnya di Cikarang, dan Karawang, sehingga buruh yang bekerja di kedua daerah itu tidak perlu bertandang ke PHI Bandung untuk berperkara. Ada juga yang mengusulkan perumahan buruh agar terintegrasi dengan kawasan industri. “Ini penting mengingat sewa tempat tinggal dan transportasi menghabiskan sebagian upah buruh yang diterima setiap bulan.”

Tags:

Berita Terkait