Mau Lulus dengan Predikat Cum Laude? Coba Tips Ini
Berita

Mau Lulus dengan Predikat Cum Laude? Coba Tips Ini

Mulai dari kenali pola belajar, pahami karakter dosen, hingga rajin mengikuti diskusi dan bergaul.

CR19
Bacaan 2 Menit
Lulusan FH UPN Veteran Jakarta angkatan 2011, Erista Kurnia Putri di Jakarta, Selasa (8/9). Foto: CR19.
Lulusan FH UPN Veteran Jakarta angkatan 2011, Erista Kurnia Putri di Jakarta, Selasa (8/9). Foto: CR19.

Lulus dengan predikat dengan kehormatan atau cum laude menjadi impian tersendiri bagi tiap mahasiswa. Namun, untuk mencapai itu tidaklah mudah. Apalagi, bagi mahasiswa yang mengemban ilmu di Fakultas Hukum (FH). Belajar di FH memiliki karakteristik berbeda yang menjadi tantangan tersendiri bagi mahasiswa untuk meraih cum laude.

Salah satu modal besar agar predikat cum laude bisa tercapai adalah memiliki ketekunan dan keseriusan selama belajar. Modal apalagi yang menjadi dasar bagi para mahasiswa agar predikat cum laude itu bisa tercapai? Berikut sejumlah tips agar mahasiswa bisa memperoleh predikat cum laude di FH yang berhasil dihimpun hukumonline.

1.    Kenali Pola Belajar
Setiap mahasiswa memiliki pola atau cara belajarnya masing-masing. Dalam menghadapi ujian, ada mahasiswa yang sudah dari jauh-jauh hari mempersiapkan diri dengan belajar. Tapi banyak juga mahasiswa menggunakan sistem ‘SKS’ atau sistem kebut semalam. Bagi lulusan FH UI angkatan 2010, Nadia Sekarsari Atmaji, penting bagi mahasiswa untuk tahu pola belajar mana yang terbaik yang bisa dilakukan.

Agak unik, Nadia mengaku kalau pola belajar terbaiknya adalah dengan cara membuat mind map. Kata Nadia, pola belajar mind map intinya dengan memetakan permasalahan hukum dalam satu halaman. Metode itu, tidak langsung ditemukan oleh Nadia. Sebelum menerapkan pola mind map, banyak cara lain yang pernah dicoba Nadia.

“Jadi aku tuh mencoba berbagai metode sejak awal. Aku pernah belajar bareng, pernah bikin rangkuman setiap selesai kuliah, intinya segala jenislah dicoba. Akhirnya ketemu yang paling pas buat aku, ya visual (dengan membuat mind map,- red),” ujar Nadia saat dihubungi hukumonline melalui sambungan telepon, Selasa (8/9).

Cara lain dilakukan oleh Erista Kurnia Putri. Lulusan FH UPN Veteran Jakarta angkatan 2011 ini mengaku, usai mendapat materi dari dosen di kampus, dirinya menulis ulang catatan kuliah dengan lebih rapih lagi. Cara ini, Erista berkeyakinan bahwa bisa menjadi pola terbaik dalam belajar.

“Nah itu otomatis kita ngulang pelajaran, jadi keinget kan apa yang dipelajari sebelumnya,” katanya kepada hukumonline.

2.    Pahami Karakter Dosen
‘Tak kenal maka tak sayang’, istilah itu juga berlaku bagi mahasiswa kepada dosennya. Menurut Nadia, penting untuk mengenali karakter dosen. Tujuannya, agar mahasiswa tahu apa sebenarnya yang dosen inginkan sehingga keinginan dosen itu bisa dipenuhi mahasiswa.

Nadia memberkan sejumlah cara yang biasanya ia lakukan untuk mengetahui karakter dosen. Cara paling mudah adalah dengan bertanya langsung kepada senior di kampus yang lebih dulu diajarkan oleh dosen tersebut. “Jadi kita bisa menyuguhkan apa yang diinginkan sama dosen,” ujar Nadia.

Kalau bagi Erista, cara dia mengetahui karakter dosen adalah dengan rajin masuk setiap dosen mengajar di kelas. Dia menilai cara itu sangat ampuh untuk melihat bagaimana sebenarnya dosen itu di kelas. Namun, kata Erista, selain rajin masuk, mahasiswa perlu aktif di kelas agar terjadi interaksi antara dosen dengan mahasiswa.

“Semakin sering masuk dan ketemu dosen semakin kita tahu pola dosen ngajar itu gimana, kasih nilai juga gimana,” kata lulusan terbaik pemilik IPK 3,91 di Wisuda ke-55 UPN Veteran Jakarta tahun 2015 ini.

3.    Aktif di Kelas
Kebanyakan dosen menilai mahasiswa dengan melihat seberapa aktif mereka di kelas. Sehingga penting untuk mengambil kesempatan agar lebih dilirik oleh dosen untuk mendongkrak nilai. Tapi menurut Nadia, ada hal yang mesti dilakukan sebelum kalian berinteraksi dengan aktif di kelas. Menurutnya, mahasiswa perlu membaca materi yang akan diajarkan minimal satu malam sebelumnya.

Dengan berdasar pada silabus mata kuliah dari dosen, kata Nadia, mahasiswa bisa melihat materi apa yang akan diajarkan di kelas pada pertemuan selanjutnya. “Di kelas bisa diskusi dengan dosennya, jadi tinggal memperkuat aja apa yang sudah kita pelajari,” sebutnya.

Dia menambahkan, “Dengan kita nanya, dijamin deh yang kita tanyain akan inget terus jawaban dosen itu apa,” katanya yang pernah mendapat Best Delegate Award dalam United Nations General Assembly (UNGA) dalam kompetisi internasional simulasi sidang PBB “The European International Model United Nations” (TEIMUN) 2014 itu.

4.    Pasang Target dan Lulus Tepat Waktu
Lulus dengan predikat cum laude perlu diikuti juga dengan waktu studi yang disesuaikan oleh kampus. Umumnya untuk strata satu (S1) adalah empat tahun, tapi ada juga yang bisa selesai dalam waktu tiga setengah tahun. Bagi Nadia, sejak awal semester penting bagi mahasiswa mentargetkan sendiri jumlah SKS (satuan kredit semester) yang diambilnya. Dari sana, lanjutnya, bisa diukur berapa indeks prestasi (IP) yang akan didapatkan. “Soalnya nilai-nilai itu ada skornya kan yang menentukan IP kita,” ujarnya.

Lebih lanjut, Nadia mengingatkan, agar mahasiswa bisa mempertahankan IP yang didapatkan ke semester berikutnya. Sebab, kalau IP mahasiswa mengalami penurunan hal itu menyulitkan mahasiswa untuk mengejar predikat ‘dengan kehormatan’ itu. “Kalau misalnya udah bagus ya kalau bisa naik-naik terus. Karena kalau udah sekali turun, itu susah naikinnya lagi. Tapi nggak perlu ngoyo juga,” pesannya.

5.    Ikut Diskusi dan Perbanyak Teman
Kegiatan lain yang bisa ditemukan oleh mahasiswa FH adalah berdiskusi. Tapi cara ini ternyata cukup ampuh dalam mengejar IPK cum laude. Mengenang masa awal di FHUI, Nadia masih ingat kalau dulu dirinya selalu mengikuti diskusi yang dilakukan di BEM FHUI. Kesulitan memahami mata kuliah saat itu, dapat terselesaikan salah satunya dengan berdiskusi dengan teman seangkatan dan senior di kampus.

“Jangan males buat ikut Tentir sama BEM, kaya belajar bareng gitu. Banyak-banyak diskusi aja sama senior kaya diskusi kasus gitu. Kalau cuma menghafal aja itu ilmu kita nggak aplikatif kan,” tandasnya.

Senada dengan Nadia, Erista juga memandang diskusi sebagai satu kebutuhan, khususnya dalam membantunya mendapatkan IPK cum laude. Menurutnya, dengan berdiskusi transfer knowledge bisa terjadi sehingga memperkaya khasanah ilmu. Selain itu, diskusi tersebut dijadikan sebuah kompetisi antar teman dalam mengejar predikat lulusan terbaik.

“Bergaul sama teman yang membawa kita kearah yang positif. Jadi walau temenan ada rasa saling kompetisi. Tetap saingan tapi tetap sehat. Temen-teman bisa bawa kita ke arah yang lebih baik atau lebih buruk. Kalau nggak bisa membentengi diri sendiri, kita bisa kebawa,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait