Mau Adopsi Anak Korban Bencana? Pahami Dulu Aturannya
Berita

Mau Adopsi Anak Korban Bencana? Pahami Dulu Aturannya

Niat baik harus dilandasi dengan proses yang tepat. Masyarakat perlu mengetahui norma yang berlaku.

M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto mengatakan niat baik sejumlah orang untuk mengadopsi atau mengangkat anak korban bencana harus mengikuti sejumlah aturan yang berlaku di Indonesia.

 

“Niat baik harus dilandasi dengan proses yang tepat. Masyarakat perlu mengetahui norma yang berlaku,” kata Susanto seperti dikutip Antara, Minggu (14/10).

 

Susanto mengatakan, pengangkatan diatur dalam Pasal 39 Undang-Undang No.35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Pasal tersebut menyatakan pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan terbaik bagi anak dan dilaksanakan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal tersebut juga menyatakan bahwa pengangkatan anak tidak memutus hubungan darah antara anak dengan orangtua kandungnya dan tidak menghilangkan identitas awal anak. “Undang-Undang Perlindungan Anak juga mengatur calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut calon anak angkat. Bila agama anak tidak diketahui, maka disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat,” tuturnya.

 

Pasal 39:

  1. Pengangkatan Anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi Anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Pengangkatan Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memutuskan hubungan darah antara Anak yang diangkat dan Orang Tua kandungnya. (2a) Pengangkatan Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dicatatkan dalam akta kelahiran, dengan tidak menghilangkan identitas awal Anak.
  3. Calon Orang Tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon Anak Angkat.
  4. Pengangkatan Anak oleh warga negara asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.

(4a) Dalam hal Anak tidak diketahui asal usulnya, orang yang akan mengangkat Anak tersebut harus menyertakan identitas Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4).

  1. Dalam hal asal usul Anak tidak diketahui, agama Anak disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat.”

 

Selain Undang-Undang Perlindungan Anak, pengangkatan anak juga telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, Peraturan Menteri Sosial Nomor 110 Tahun 2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak.

 

“Proses pengangkatan anak melalui Tim Pertimbangan Izin Pengangkatan Anak. Hal itu untuk memastikan pengalihan pengasuhan anak berlangsung dengan baik. Setelah disetujui, calon orang tua asuh mendaftar ke pengadilan,” jelasnya.

 

Adopsi Secara Ilegal

Pernah diulas klinik hukumonline berjudul Adopsi Ilegal, Termasuk Ranah Pidana atau Perdata?, adopsi atau pengangkatan anak berdasarkan Pasal 1 angka 2 PP 54/2007, adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkat.

 

Anak adopsi atau yang juga dikenal sebagai anak angkat dapat dijumpai definisinya dalam Pasal 1 angka 9 UU No.23 Tahun 2002 tetang Perlindungan Anakdan Pasal 1 angka 1 PP 54/2007, yang berbunyi:

 

“Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.”

 

Pada dasarnya, legal atau sahnya pengangkatan anak menurut hukum itu dilihat dari kesesuaian dengan tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan adat kebiasaan setempat.

 

Dilihat secara UU Perlindungan Anak, hal terpenting perihal pengangkatan anak adalah pengangkatan itu tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dan orang tua kandungnya.

 

Di samping itu, permohonan pengangkatan anak yang telah memenuhi persyaratan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan penetapan pengadilan. Pengadilan menyampaikan salinan penetapan pengangkatan anak ke instansi terkait.

 

Lalu bagaimana jika pengangkatan anak dilakukan tidak sesuai dengan tata cara yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan? Apakah itu masuk ke ranah hukum perdata atau ke ranah hukum pidana?

 

Jika berbicara mengenai konsep pengangkatan anak yang ilegal, acuannya ada pada Pasal 79 UU Perlindungan Anakyang mengatur mengenai sanksi jika pengangkatan dilakukan tidak sesuai dengan aturan/ilegal, yaitu pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

 

Contoh kasus dapat kita jumpai dalam Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 246/PID/2014/PT- MDN. Dalam putusan tersebut terdakwa dihukum oleh Pengadilan Negeri Simalungun penjara enam bulan karena melakukan pengangkatan anak yang tidak sesuai dengan adat istiadat dan peraturan perundang-undangan. Yaitu karena tidak dilengkapi dengan surat-surat yang sah serta agama terdakwa dan anak angkatnya tidak sama. Putusan itu dikuatkan di tingkat banding.

 

Melihat pada pengaturan sanksi di atas, pengangkatan anak secara ilegal masuk ke ranah hukum pidana. (ANT)

 

Tags:

Berita Terkait