Masyarakat Sipil Apresiasi Pengaturan Pengendalian Zat Adiktif dalam PP 28/2024
Terbaru

Masyarakat Sipil Apresiasi Pengaturan Pengendalian Zat Adiktif dalam PP 28/2024

Karena tegas mengatur pengamanan zat adiktif ditujukan melindungi kesehatan dari paparan zat adiktif seperti produk tembakau dan rokok elektronik.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia itu menilai, pengaturan zat adiktif dalam PP 28/2024 diharapkan mampu menyehatkan dan melindungi anak dan masyarakat miskin dari jebakan zat adiktif. Sekali terjebak bakal sulit keluar, dampaknya menjadi tidak produktif karena uang dihabiskan untuk mengkonsumsi zat adiktif seperti rokok.

Terpenting, beleid tersebut harus dijalankan secara konsisten agar masyarakat bisa lebih produktif dan kompetitif menuju target Indonesia Emas 2045. Melansir data pemerintah Amerika Serikat (AS) tentang kebijakan pengendalian tembakau yang sudah bergulir sejak 1964 menemukan ada ratusan penyakit akibat konsumsi rokok.

Pendapat senada disampaikan Ketua Tobacco Control Support Center-Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI), Sumarjati Arjoso. Dia bersyukur PP 28/2024 mengatur pengendalian zat adiktif lebih baik ketimbang aturan sebelumnya. Langkah berikutnya penting untuk melakukan sosialisasi secara masif agar substansi PP 28/2024 utamanya pengamanan zat adiktif dapat diketahui secara luas.

“Kita perlu bantuan media untuk menyebarluaskan informasi PP ini sehingga bisa dipahami dan dilaksanakan,” imbuhnya.

Mantan anggota DPR periode 2009-2014 itu mengingatkan selama ini berbagai daerah memiliki aturan tentang kawasan tanpa rokok. Tapi tingkat kepatuhannya sangat rendah. Selain sosialisasi untuk diseminasi informasi, penting juga memastikan pengawasan berjalan sesuai harapan.

“Data BPS menunjukan pengeluaran rumah tangga miskin paling banyak kedua untuk rokok setelah nomor satu untuk makanan pokok,” urainya.

PP 28/2024 tak hanya fokus pada Kementerian Kesehatan, tapi juga Kementerian dan lembaga lainnya. Seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam hal pengawasan iklan rokok di media penyiaran dan media sosial. Sebelumnya kalangan masyarakat sipil mengusulkan iklan rokok secara total dilarang.

Ketua Pusat Kajian Jaminan Sosial (PKJS) Universitas Indonesia, Aryana Satrya mengapresiasi PP 28/2024 tegas menyebut pengamanan zat adiktif salah satu tujuannya menurunkan prevalensi perokok dan mencegah perokok pemula. Diharapkan peraturan ini dapat berlaku secara efektif menurunkan tingkat prevalensi perokok di Indonesia yang tergolong tinggi dan trennya mengalami kenaikan.

Rokok elektronik juga menyasar pemula dan jumlahnya meningkat hampir 10 persen. Pelaksanaan PP 28/2024 membutuhkan koordinasi dan kolaborasi antar kementerian/lembaga. Tanpa kerjasama antar lembaga, penerapan PP 28/2024 hanya menjadi macan kertas karena pengaturan pengendalian zat adiktif sudah baik, tapi sulit dilaksanakan.

“Studi kami menunjukan kenaikan 1 persen konsumsi rokok meningkatkan kemungkinan kemiskinan sebesar 6 persen,” tutupnya.

Tags:

Berita Terkait