Masyarakat Perlu Bijak Manfaatkan Layanan Pinjaman Online
Berita

Masyarakat Perlu Bijak Manfaatkan Layanan Pinjaman Online

Salah satu yang perlu diperhatikan adalah adanya izin dari OJK.

M. Agus Yozami
Bacaan 3 Menit
Ketua BPKN, Rizal E Halim. Foto: RES
Ketua BPKN, Rizal E Halim. Foto: RES

Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mengingatkan agar masyarakat memanfaatkan layanan pinjaman online (pinjol) yang sudah memiliki izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal ini penting untuk menghindari persoalan yang selama ini kerap terjadi.

“BPKN mengingatkan agar masyarakat menggunakan layanan Pinjol yang sudah terdaftar dan berizin di OJK," ujar Ketua BPKN, Rizal E Halim, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (19/11).

Ia menambahkan pihaknya juga meminta agar masyarakat memanfaatkan pinjaman online secara bijak dan hati-hati. "Dari pengaduan yang masuk ke BPKN dan pemantauan yang kami lakukan, ada beberapa persoalan yang terkait pinjaman online yang membuat masyarakat yang menggunakan layanan ini harus bijak dan berhati-hati," ujarnya.

Ia menjelaskan, beberapa persoalan yang mengemuka seperti banyaknya aplikasi Pinjol yang dapat ditemukan, misalnya di Play Store membuat konsumen tidak bisa membedakan mana Pinjol yang legal dan ilegal. (Baca: Imbauan Jokowi Soal Penguatan Keamanan Industri Fintech)

Di sisi lain, lanjut dia, kehati-hatian dalam menggunakan layanan pinjol juga harus ditingkatkan mengingat terbukanya potensi pengambilan data pribadi. Ia mengatakan, meskipun untuk Pinjol yang telah terdaftar dan berizin sudah ada pembatasan data yang bisa diambil aplikasi, tapi dalam praktiknya masih ada data pribadi yang diambil.

Itu, lanjut dia, diketahui BPKN dari pantauan dan laporan bahwa ketika ada peminjam yang belum memenuhi kewajibannya, data teman atau keluarga yang ada di kontak ponsel peminjam akan dihubungi bahkan ikut diancam.

"Karenanya, masyarakat juga perlu berhati-hati, baik persetujuan sebelum instal aplikasi maupun ketika akan menggunakan layanan. Lihat kembali syarat dan ketentuan peminjaman," ujarnya.

Rizal menambahkan salah satu yang dapat menjadi perhatian bagi masyarakat adalah besaran bunga, tenor peminjaman serta denda yang diakibatkan keterlambatan pembayaran cicilan. "Konsumen harus bijak, jangan hanya tergiur kemudahan mendapatkan pinjaman saja," ucapnya.

Seperti diketahui, Industri financial technology (fintech) menjadi salah satu sektor yang perkembangannya sangat pesat dalam satu dekade terakhir. Kemunculan uang digital (payment) hingga pinjaman online peer to peer lending menggeliatkan perekonomian nasional khususnya segmen usaha mikro. Namun di sisi lain, perkembangan fintech tersebut juga memiliki risiko seperti penyalahgunaan data pribadi hingga kegagalan sistem yang merugikan konsumen.

Kondisi tersebut menjadi perhatian utama dari Presiden Joko Widodo dalam pidato sambutan pada acara Indonesia Fintech Summit 2020, Rabu (11/10). Dia mengimbau agar perusahaan-perusahaan fintech memitigasi risiko-risiko tersebut. Hal ini tidak lepas dari munculnya berbagai kasus-kasus yang merugikan konsumen fintech.

“Perkembangan teknologi di sektor keuangan menimbulkan berbagai risiko antara lain kejahatan siber, misinformasi, transaksi eror dan penyalahgunaan data pribadi. Apalagi regulasi non-perbankan tidak seketat perbankan. Oleh karena itu, pelaku industri fintech perlu memperkuat tata kelola yang lebih baik, akuntabel serta memitigasi risiko yang muncul. Sehingga, saya berharap industri fintech dapat memberikan layanan yang aman bagi masyarakat dan berkontribusi besar bagi perkembangan UMKM dan perekonomian nasional,” jelas Jokowi.

Dia juga mengatakan pelaku fintech tidak hanya berfokus pada penyaluran pinjaman saja. Dia mengimbau agar fintech dapat berperan dalam pendampingan serta perenacanaan keuangan para nasabahnya khususnya UMKM. Selain itu, pelaku fintech diimbau turut berkontribusi meningkatkan inklusi dan literasi keuangan masyarakat yang masih rendah.

“Masih ada pekerjaan rumah yang besar dalam perkembangan fintech. Indeks inklusi keuangan masih tertinggal dibanding negara lain ASEAN, 76 persen pada 2019. Singapura 98 persen, Malaysia 85 persen, Thailand 82 persen. Tingkat literasi keuangan juga rendah baru 35,5 persen, masih banyak masyarakat gunakan layanan keuangan informal dan hanya 31,26 persen pernah gunakan layan digital. Saya harapkan inovator fintech tidak hanya penyalur pinjaman dan pembayaran online saja. Tapi juga penggerak utama literasi keuangan digital, pendamping perencanaan keuangan serta memperluas UMKM dalam akses pemasaran e-commerce,” kata Jokowi beberapa waktu lalu.

Tags:

Berita Terkait