Masyarakat Diminta Waspadai Investasi Janjikan Keuntungan Tak Wajar
Terbaru

Masyarakat Diminta Waspadai Investasi Janjikan Keuntungan Tak Wajar

Ini merupakan salah satu ciri investasi bodong yang tidak mendapat izin dari OJK.

M. Agus Yozami
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tongam L Tobing meminta masyarakat mewaspadai penawaran investasi yang menjanjikan keuntungan tidak wajar dalam waktu cepat.

“Contohnya kampung kurma yang menjanjikan memberikan keuntungan dengan membeli satu kavling dengan lima pohon kurma, bisa mencapai Rp100 juta lebih dalam setahun, hasil dari kurma tersebut yang ternyata tidak terjadi,” kata Tongam dalam webinar Literasi Keuangan Indonesia Terdepan, seperti dikutip dari Antara, Jumat (6/8).

Menjanjikan keuntungan tidak wajar dalam waktu cepat, menurutnya, merupakan salah satu ciri investasi bodong yang tidak mendapat izin dari OJK. Selain itu ia juga meminta masyarakat mewaspadai entitas usaha yang menjanjikan keuntungan yang semakin banyak, seiring dengan banyaknya anggota baru yang direkrut.

“Ini menjadi perhatian karena banyak juga yang berkedok penjualan saham dengan menerapkan sistem member get member, semakin banyak yang diajak orang dapat bonus lebih banyak,” katanya.

Selanjutnya, entitas usaha bodong ini juga kerap melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama, atau figur publik. Mereka juga mengklaim masyarakat bisa melakukan investasi tanpa risiko. (Baca: Duplikasi Nama dan Logo Jadi Modus Penipuan Fintech Ilegal)

“Kemudian legalitas tidak jelas, tidak ada izin badan usaha, badan hukumnya, atau kalau ada izinnya tapi tidak sesuai kegiatan dengan izin. Kami sampaikan akhir-akhir ini banyak sekali pemalsuan izin dari OJK,” ucapnya.

Sebelumnya Tongam mengatakan kerugian masyarakat akibat investasi, pinjaman online, dan pegadaian bodong sepanjang 10 tahun terakhir mencapai Rp117 triliun. Pada 2021, Satgas Waspad Investasi terus melakukan penindakan terhadap entitas bodong dengan memblokir 79 investasi ilegal, 442 pinjaman online ilegal, dan 17 gadai ilegal.

Tongam mencatat kerugian masyarakat akibat investasi, pinjaman online, dan pegadaian ilegal mencapai Rp117 triliun sejak 2011 sampai 2020. "Kalau kita lihat data SWI saat ini yang kita tangani dalam 10 tahun terakhir, kerugian masyarakat mencapai Rp 117 triliun. Ini dana yang sangat banyak yang ditipu para pelaku yang sangat merugikan masyarakat," kata Tongam.

Tongam merinci kerugian masyarakat paling besar terjadi pada tahun 2011 dengan total dana yang raib mencapai Rp68,6 triliun. Untuk itu, ia memastikan upaya penindakan kepada pelaku investasi ilegal yang merugikan masyarakat akan terus dilakukan.

"Kami bicara dari sisi ilegal yang bisa merusak kepercayaan investor untuk berinvestasi di pasar modal sehingga perlu diberantas bersama," ucapnya.

Ia juga memaparkan, sepanjang 2020, nilai kerugian masyarakat sempat menurun menjadi Rp5,9 triliun. Sementara, hingga Juli 2021, Tongam mencatat entitas investasi, pinjaman online, dan pegadaian ilegal masih merugikan konsumen sampai Rp2,5 triliun.

"Penawaran mereka nggak berhenti, justru selalu menempatkan penawaran di hati masyarakat dengan berbagai cara sehingga masyarakat yang mengharapkan keuntungan justru mengalami kerugian," kata Tongam.

Sebelumnya, pada 2017, OJK menangani 79 entitas investasi ilegal. Selanjutnya pada 2018, OJK memblokir sebanyak 106 entitas investasi ilegal dan 404 pinjaman online ilegal yang mulai bertumbuh.

Selanjutnya, pada 2019, OJK memblokir 442 investasi ilegal, 1.493 pinaman online ilegal, dan 68 pegadaian ilegal. Sementara, pada 2020, jumlah investasi ilegal yang ditangani sebanyak 247 entitas, ditambah 1.026 entitas pinjaman online ilegal, dan 75 gadai ilegal.

Terakhir, sepanjang tahun 2021 ini, OJK kembali memblokir 79 investasi ilegal, 442 pinjaman online ilegal, dan 17 gadai ilegal yang merugikan masyarakat.

"Kita lihat sampai saat ini kita masih mengalami masalah pemberantasan terhadap investasi ilegal, karena kalau kita blokir dan umumkan ke masyarakat, mereka dengan mudah membuat nama baru, menawarkan lagi melalui berbagai cara," kata Tongam.

Dengan perkembangan tersebut, ia menjanjikan Satgas SWI akan selalu berupaya mencari investasi ilegal secara dini sebelum ada masyarakat kita yang terjebak di sana.

Sebelumnya, Asisten Gubernur dan Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Filianingsih Hendarta menjelaskan saat ini jenis penipuan online dan kejahatan siber berpotensi semakin meningkat seiring dengan meningkatnya digitalisasi di sektor jasa keuangan, termasuk sistem pembayaran. Bank Indonesia mengajak konsumen layanan keuangan digital untuk meningkatkan kewaspadaan atas potensi makin maraknya praktek penipuan ini.

“Kami mengimbau agar masyarakat selalu berhati-hati terhadap penipuan dan informasi yang tidak benar mengatasnamakan fintech berizin, selalu pastikan kebenarannya pada sumber yang resmi,” jelas Filianingsih beberapa waktu lalu.

Tags:

Berita Terkait