Masih Penyelidikan, KPK Usut Penerimaan Fee Direktur BUMN
Berita

Masih Penyelidikan, KPK Usut Penerimaan Fee Direktur BUMN

Diduga TKP-nya terjadi di Singapura, KPK pun langsung bekerjasama dengan Corrupt Practices Investigation Bureau, Singapura.

ANT/Fathan Qorib
Bacaan 2 Menit
Ketua KPK Agus Rahardjo (tengah). Foto: RES
Ketua KPK Agus Rahardjo (tengah). Foto: RES
Dugaan adanya seorang direktur Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menerima fee (komisi) di Singapura masih dalam tahap penyelidikan di KPK. "Dugaan penerimaan fee itu masih penyelidikan, jangan ditanya itu. Penyelidikan sudah, tapi kan tidak boleh diumumkan," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Jakarta, Kamis (15/9).

Sebelumnya, Agus menyampaikan ada seorang direktur BUMN besar yang diduga menerima komisi di Singapura. Dugaan KPK, Singapura sengaja dipilih agar penerimaan fee tersebut tidak mudah dilacak oleh Indonesia. (Baca Juga: BUMN Bidang Kontraktor Paling Rawan Korupsi)

"Hari ini saya masih menyaksikan salah satu BUMN besar, direktur utamanya masih menerima fee. Menerimanya di Singapura, buka rekeningnya juga di Singapura supaya tidak di-trace oleh PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan), nah untungnya kita punya kerja sama CPIB (Corrupt Practices Investigation Bureau), itu semacam KPK Singapura," ungkap Agus, Rabu (14/9).

Agus mengatakan bahwa pola tersebut bukanlah hal yang baru. Beberapa kasus yang pernah ditangani KPK ada tempat kejadian perkara (TKP) penerimaan fee terjadi di Singapura. Sebut saja kasus yang melilit mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah hingga dan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar.

"Sebenarnya pemberian di Singapura bukan barang baru, KPK pernah menangani Atut sama Akil, jadi Petral, walaupun sekarang Petral belum selesai, ini bukan barang baru dan itu bukan hanya yang strategis-strategis. Banyak lagi yang biasa-biasa saja, tapi juga karena takut ke Singapura. Jadi biarkan kami mendalami, mencari alat bukti yang kuat, mudah-mudahan tidak lama," ucap Agus.

Ia mengatakan, meski uang hasil penerimaan fee disimpan di Singapura, tapi masih bisa ditarik. "Ya bisa (ditarik) lah, masa tidak bisa. Kita masih dalami beberapa lagi. Sekarang yang on going ada, tapi tidak perlu diungkapkan (detail)," tambah Agus.

Data tersebut menurut Agus diperoleh KPK dari berbagai sumber. Ia yakin dengan data yang diperoleh KPK. Walau begitu, KPK akan terus mematangkan data yang ada sehingga statusnya bisa ditingkatkan."Data awal kita dapatkan dari banyak sumber dan saat ini sedang kita matangkan, indikasi awalnya sangat kuat. Itu akan kita matangkan," ujarnya.

Menurut Agus, penyelidikan dugaan penerimaan fee oleh direktur BUMN ini semakin memperluas tindakan KPK dalam memberantas korupsi di sektor swasta. Hal ini senada dengan rencana Mahkamah Agung yang tengah merampungkan aturan agar korporasi yang tersangkut kasus korupsi dapat dijerat. (Baca Juga: KPK ‘Lirik’ Korupsi Korporasi Seiring Rencana Penerbitan SEMA)

"Saya ingin KPK tidak menangani yang kecil-kecilnya. Tapi bisa masuk ke ranah swasta. Sekarang kan belum ada aturannya, Perma (Peraturan MA) pun hanya sebatas mentersangkakan pihak swasta, jadi maksud saya bisa masuk ke ranah swasta adalah perusahaan kan punya pembukuan sampai tiga macam, pajak beda, ke bank beda, ke owner-nya beda, jadi kan dia menyembunyikan keuntungan, kan. Pajak itu kan sebenarnya untuk distribusi kekayaan, kan, jadi kasihan kan kalau 1 persen orang menguasai 50 persen ekonomi kan gak sehat," tegas Agus.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan bahwa selama ini pemerintah Singapura selalu bersikap kooperatif. "Pemerintah Singapura kan kooperatif ketika memang di pembuktian uang itu terbukti hasil gratifikasi atau suap terkait jabatan. Bisa kok, kita punya kerja sama baik dengan CPIB, KPK Singapura," katanya.
Tags:

Berita Terkait