Masih Banyak UU Bidang Ekonomi yang Menabrak Konstitusi
Berita

Masih Banyak UU Bidang Ekonomi yang Menabrak Konstitusi

Pengamat Ekonomi Aviliani menilai setidaknya ada 20 UU di bidang ekonomi yang tak sejalan dengan Pasal 33 UUD 1945.

Ali
Bacaan 2 Menit
Masih Banyak UU Bidang Ekonomi yang Menabrak Konstitusi
Hukumonline

Perdebatan mengenai sistem ekonomi yang dianut oleh Indonesia seharusnya telah selesai pasca amandemen UUD 1945 pada tahun 2002. Pasal 33 yang dianggap jantung sistem ekonomi Indonesia tetap dipertahankan dengan beberapa perbaikan. Usulan para penganut paham kapitalistik agar Pasal 33 UUD 1945 tersebut dihapuskan, juga sudah ditolak mentah-mentah.

Sayangnya, meski gagal memasukkan paham kapitalistik ke dalam konstitusi, ‘pertarungan’ justru turun ke peraturan perundang-undangan di bawah UUD 1945, yakni Undang-Undang, Peraturan Pemerintah atau Peraturan Daerah (Perda). Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia Jimly Asshiddiqie menilai masih banyak undang-undang di bidang ekonomi yang tak sejalan dengan ketentuan Pasal 33 yang berbasis ekonomi kerakyatan tersebut.

Secara umum, konsep ekonomi yang dianut dalam konstitusi pasca amandemen sekurang-kurangnya mengatur tiga hal. Pertama, penguasaan dan kepemilikan kekayaan sumber daya alam sebagai warisan kehidupan. Kedua, konsepsi hak milik perorangan. Ketiga, peranan negara dan perusahaan negara dalam kegiatan usaha.

Pengamat Ekonomi Aviliani juga melihat kondisi yang sama. Menurut catatannya, setidaknya ada 20 UU di bidang ekonomi yang perlu diubah agar sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945. Ia mengatakan sudah saatnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melakukan legislatif review terhadap semua undang-undang yang bersifat liberal.

“DPR harus me-review itu semua,” ujarnya dalam diskusi bedah buku ‘Konstitusi Ekonomi’ karangan Jimly Asshiddiqie, di Jakarta, Rabu (18/8). Beberapa UU di bidang ekonomi yang dianggap tak sesuai dengan konstitusi adalah UU Minerba dan UU Pasar Modal.

Ketua LPPM Unika Atmajaya, Prasetyantoko juga sependapat sistem negara kesejahteraan dalam konstitusi sering tidak sinkron ketika dijabarkan dalam undang-undang yang bersifat sektoral. Ia melihat tak hanya UU yang banyak menabrak ketentuan ekonomi dalam konstitusi, tetapi juga Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri dan kebijakan-kebijakan lain.

Salah satu conotoh UU yang bermasalah, lanjut Prasetyantoko, adalah UU NO.22 Tahun 2001 tentang Migas. “Jika konstitusi ekonomi adalah cermin dari pandangan dasar para pendiri bangsa, maka UU ini menggambarkan bagaimana pertarungan kepentingan dan kekuasaan yang muncul kemudian,” kritiknya.

Namun, tak semua pengamat menyalahkan UU atau PP. Pengamat Kebijakan Publik, Andrinof Chaniago mengatakan ada kemungkinan justru sistem ekonomi dalam konstitusi yang tidak terlalu jelas. “Jangan-jangan justru konstitusinya yang memang tidak jelas,” ujarnya.

Ia menjelaskan pasca amandemen UUD 1945 memang semakin tidak jelas arah sistem ekonomi Indonesia. Adanya beberapa penambahan dalam konstitusi ekonomi justru malah membingungkan. “Semakin tidak jelas, yang mana prinsip, yang mana tujuan?” tuturnya Andrinof.   

Tags: