Masalah Wewenang PN dan PA dalam Akta Kelahiran
Berita

Masalah Wewenang PN dan PA dalam Akta Kelahiran

Koordinasi Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama perlu untuk melayani pengurusan akta kelahiran secara kolektif.

MYS
Bacaan 2 Menit
Masalah Wewenang PN dan PA dalam Akta Kelahiran
Hukumonline

Pengurusan akta kelahiran anak secara kolektif di pengadilan bagi mereka yang sudah lewat waktu satu tahun tak semudah membalik telapak tangan. Hakim-hakim Pengadilan Agama (PA) dan Pengadilan Negeri (PN) tampaknya belum satu suara memandang masalah ini.

Akta kelahiran anak yang sudah melewati batas waktu satu tahun baru bisa diperoleh setelah mendapat penetapan dari pengadilan. Kewajiban ini jelas tertuang dalam Pasal 32 ayat (2) UU No. 3 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Pedoman teknis penetapan pencatatan kelahiran itu juga sudah dikeluarkan Mahkamah Agung dan Kementerian Dalam Negeri lewat surat edaran (SE).

Ternyata di lapangan, terutama di pengadilan, timbul masalah. Paling tidak, perbedaan pandangan itu terungkap dalam semiloka akta kelahiran yang digelar Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) di Jakarta, Selasa (11/12) lalu. Seorang hakim Pengadilan Negeri Sigli peserta semiloka itu sampai bersuara agak keras. “Kalau memang Pengadilan Agama mau mengambil alih kewenangan mengeluarkan penetapan akta kelahiran dari Pengadilan Negeri, silakan saja,” katanya.

Sebelumnya, Sekretaris Ditjen Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung, Farid Ismail, menjelaskan bahwa selama ini Pengadilan Agama sudah menjalankan kewenangan memproses permohonan itsbat nikah bagi pasangan beragama Islam. Begitu itsbat nikah selesai, pasangan langsung dapat akta kelahiran yang diterbitkan kantor Catatan Sipil. Bahkan, PA sudah mempraktikkan itu sebelum SEMA No. 06 Tahun 2012 terbit. “Sekaligus itsbat nikah dan akta kelahirannya,” jelas Farid.

Pengadilan Agama memang punya kewenangan untuk menelusuri asal usul anak  sebelum mengeluarkan penetapan yang menjadi dasar penerbitan akta kelahiram. Kewenangan itu jelas diatur dalam Pasal 49 UU No. 7 Tahun 1989 sebagaimana terakhir diubah dengan UU No. 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama.

Meski permohonan penetapan bersifat volunteer, akta kelahiran tak bisa diterbitkan sembarangan. Sebelum mengeluarkan penetapan, hakim harus memastikan asal-usul anak dalam dokumen permohonan sudah benar. Harus jelas siapa orang tuanya.  Biasanya status perkawinan orang tua dibuktikan dengan buku nikah. Bagaimana kalau pasangan suami isteri tak punya bukti apapun tentang perkawinan? Biasanya mereka diminta membuat permohonan itsbat nikah. Itsbat nikah adalah permohonan pengesahan nikah yang diajukan ke pengadilan agar pernikahan dinyatakan sah dan mempunyai kekuatan hukum.

Pasal 32 UU Adminduk

Pangkal persoalan bermula dari rumusan Pasal 32 ayat (2) UU Adminduk. Di sini disebutkan pencatatan kelahiran anak yang sudah lewat satu tahun oleh Dukcapil dilakukan berdasarkan penetapan pengadilan negeri.

Rumusan ini seolah mengebiri kewenangan pengadilan agama. Padahal bagi anak yang beragama Islam, PA punya kewenangan mengeluarkan penetapan. Pasal 103 Buku I Kompilasi Hukum Islam tegas menyebutkan kewenangan PA untuk mengeluarkan penetapan asal usul anak, yang kemudian menjadi dasar bagi Dukcapil mencatat kelahiran si anak.

Karena pasal itu bisa menimbulkan masalah dalam praktik, ada peserta semiloka yang mengusulkan agar Pasal 32 ayat (2) UU Adminduk direvisi. Cuma, revisi Undang-Undang bukan pekerjaan mudah.

Dengan penyatuatapan PA dan PN di bawah Mahkamah Agung, sebenarnya tak perlu ada masalah. Menurut Dirjen Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung, Cicut Sutiarso, istbat nikah dan akta kelahiran bisa dilakukan dalam satu proses. Terbitnya SEMA No. 06 Tahun 2012, kata dia, bisa menjadi jalan keluar.

Nani Zulminarni, Koordinator Nasional PEKKA, berpendapat koordinasi semua pemangku kepentingan menjadi kunci pelaksanaan layanan akta kelahiran secara kolektif atau gratis bagi anak yang pencatatan melampaui batas waktu satu tahun. Dalam pelaksanaan sidang keliling, harus hadir PN dan PA, petugas Dukcapil, BRI, pos, dan saksi.

Di Karawang, misalnya, koordinasi itu telah memperlihatkan hasil. Menurut Hj. Rokhanah, Ketua Pengadilan Agama Karawang, sepanjang 2011, tersedia dana 300 juta untuk menyelesaikan 1.500 perkara itsbat nikah melalui sidang keliling di 30 kecamatan. Di sini, pengajuan penetapan pencatatan kelahiran ke PN harus disertai bukti nikah orang tua atau penetapan itsbat nikah dari PA.

Jadi, tidak akan ada masalah jika PA dan PN duduk satu meja dan menyamakan persepsi. Yang paling penting kebutuhan rakyat terpenuhi dengan baik.

Tags: