Pendahuluan
Sejak diberlakukannya UU Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek (“UU Merek”), penyelesaian perkara gugatan sengketa merek diselesaikan melalui Pengadilan Niaga yang merupakan badan peradilan di bawah peradilan umum. Dalam praktiknya, muncul satu persoalan pelik yakni tentang Pengadilan Niaga manakan yang berwenang mengadili perkara yang melibatkan pihak yang bertempat tinggal di luar wilayah Negara Republik Indonesia (selanjutnya untuk kemudahan penyebutan digunakan istilah “Pihak Asing”).
Persoalan ini muncul akibat ‘kurang sempurnanya’ redaksional dan sistematika dari UU Merek. Perlu diketahui bahwa dalam UU Merek terdapat lima macam gugatan yang dikenal yaitu gugatan penghapusan merek, gugatan pembatalan merek, gugatan ganti rugi atas pelanggaran merek terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang dimiliki oleh pemilik merek terdaftar, gugatan penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek oleh pihak lain yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis oleh pemilik merek terdaftar, dan gugatan atas putusan penolakan permohonan banding oleh Komisi Banding Merek.
Mengenai gugatan atas putusan penolakan permohonan banding oleh Komisi Banding Merek, Pasal 31 ayat (3) UU Merek hanya menyebutkan bahwa atas penolakan tersebut dapat diajukan gugatan kepada Pengadilan Niaga dalam waktu tiga bulan terhitung sejak tanggal diterimanya keputusan penolakan tersebut. Selanjutnya, Pasal 32 UU Merek menyatakan bahwa upaya hukum terhadap putusan Pengadilan Niaga adalah upaya hukum kasasi.
Mengingat dalam perkara penolakan permohonan banding hanya dapat diajukan oleh pemohon pendaftaran merek dimana selanjutnya akan bertindak selaku penggugat, maka selama ini tidak terdapat permasalahan/isu dalam praktik baik penggugat itu pihak asing atau lokal. Hal mana dikarenakan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Dirjen HKI) berada di wilayah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mana memang merupakan domisili alamat tergugat sebagaimana asas Actor Sequitur Forum Rei.
Lalu, mengenai gugatan penghapusan merek, Pasal 63 UU Merek hanya menyebutkan gugatan penghapusan atas dasar Pasal 61 ayat (2) huruf a dan b UU Merek diajukan oleh pihak ketiga dalam bentuk gugatan kepada Pengadilan Niaga. Namun tidak terdapat penjelasan mengenai jika pihak penggugat atau tergugat dalam gugatan tersebut merupakan pihak asing dalam Bab VIII Bagian Pertama tentang Penghapusan pada UU Merek.
Demikian pula dalam hal gugatan ganti rugi atas pelanggaran merek yang diajukan oleh pemilik merek terdaftar dan gugatan penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek oleh pihak lain yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis oleh pemilik merek terdaftar. Pasal 76 UU Merek hanya menyebutkan gugatan tersebut diajukan kepada Pengadilan Niaga dan terhadap putusan Pengadilan Niaga hanya dapat diajukan kasasi (vide Pasal 79 UU Merek). Tanpa ada penjelasan lebih lanjut dalam hal pihak penggugat atau tergugatnya adalah pihak asing pada Bab XI tentang Penyelesaian Sengketa UU Merek, Bagian Pertama mengenai gugatan atas pelanggaran merek.
Terkait dengan tidak adanya pasal atau ketentuan yang mengatur lebih lanjut mengenai Pengadilan Niaga manakah yang berwenang dalam menangani gugatan penghapusan merek, gugatan ganti rugi atas pelanggaran merek, dan juga gugatan penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek oleh pihak lain yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis oleh pemilik merek terdaftar dalam hal pihak penggugat atau tergugat pihak asing, maka untuk itu kita harus melihat pada ketentuan umum mengenai tata cara gugatan pada Pengadilan Niaga pada Bab XI Mengenai Penyelesaian Sengketa pada Pasal 80 UU Merek.