Masalah Due Diligence dalam Surat Dakwaan Mantan Dirut Pertamina
Berita

Masalah Due Diligence dalam Surat Dakwaan Mantan Dirut Pertamina

Penuntut umum juga menyoroti tidak berjalannya peran Legal Consul Compliance Pertamina.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Karen Agustiawan duduk di kursi terdakwa Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES
Karen Agustiawan duduk di kursi terdakwa Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES

Mantan Direktur Utama Pertamina, Galaila Karen Kardinah alias Karen Galaila Agustiawan alias Karen Agustiawan mulai menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (31/1). Karen duduk di kursi terdakwa setelah penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat mendakwanya melakukan tindak pidana korupsi. Salah satu alasan yang dipakai jaksa untuk menjerat Karen adalah pengabaian terhadap due diligence.

"Melakukan pembahasan investasi Participating Interest (PI) di Blok BMG (Basker Manta Gummy) Australia tanpa melakukan pembahasan atau kajian terlebih dahulu dan menyetujui PI Blok BMG tanpa adanya due diligence," begitu kutipan surat dakwaan penuntut umum Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.

Selain masalah due diligence, penuntut umum memaparkan bahwa langkah Karen melakukan investasi di Blok BMG dilakukan tanpa ada analisis risiko. Meskipun tanpa analisis risiko, terdakwa tetap melanjutkan penandatanganan Sale Purchase Agreement (SPA), padahal belum ada persetujuan dari bagian legal dan Dewan Komisaris PT Pertamina. Akibatnya, negara harus menanggung kerugian yang tidak sedikit.

(Baca juga: Legal Due Diligence, Peluru Ampuh untuk Negosiasi Harga).

Atas perbuatannya itu Karen bersama-sama dengan Frederick S. T Siahaan selaku direktur keuangan, Bayu Kristanto selaku Manager Merger & Akuisisi (M&A) dan Genades Panjaitan sebagai Legal Consul & Compliance PT Pertamina dianggap memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yaitu memperkaya Roc Oil Company (ROC, Ltd) merugikan keuangan negara sebesar Rp568,066 miliar.

Masalah due diligence ini bermula dari penunjukkan tim eksternal, yaitu PT Delloite Konsultan Indonesia (DKI) sebagai financial advisor dalam Project Diamond bersama Baker McKenzie selaku Legal Advisor. Tim ini juga bersama dengan pihak internal Pertamina untuk mengawal project diamond. Masing-masing tim mengeluarkan hasil due diligence. Tetapi menurut jaksa, tim internal hanya menyadur hasil penilaian yang dikeluarkan Resources Investment Strategy Consultan (RISC) atas permintaan ROC. Tim teknis tidak pernah melakukan penilaian sendiri terkait dengan rencana investasi Pertamina di Blok BMG.

"Hasil due diligence yang dilakukan tim eksternal yaitu PT DKI dan Baker McKenzy Sydney selesai dilaksanakan pada 23 April 2009, namun dalam pelaksanaan terdapat data yang tidak diberikan ROC, Ltd walaupun sudah diminta melalui Pertamina," ujar penuntut umum TM. Pakpahan.

(Baca juga: Apa Bedanya Due Diligence dan Know Your Customer? Ini Penjelasannya).

Atas ketiadaan data itu PT DKI menyarankan agar Pertamina melakukan due diligence lebih lanjut. Jika data tidak diterima, maka Pertamina harus memasukkannya sebagai syarat dalam condition precedent pada perjanjian jual beli atau Sale Purchase Agreement (SPA).

Untuk memperkuat dalilnya, Penuntut umum memaparkan bahwa unit Renbang Bisnis & Transformasi Korporat tidak pernah melakukan review atas usulan proposal investasi Blok BMG karena direktorat hulu selaku pengusul tidak pernah menyampaikan proporsal usulan dan hasil due diligence.

Seharusnya, demikian penuntut umum, proposal usulan investasi dari direktorat pengusul diterima Fungsi Renbang Bisnis & Transformasi Korporat. Setelah itu baru penunjukan tim untuk melakukan analisis dan akan melakukan perhitungan terkait keekonomian investasi yang akan dilakukan Pertamina. Hasilnya lalu disampaikan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan apakah investasi yang akan diambil layak atau tidak dengan disertai pertimbangan.

Pada 17 April 2009, Karen Agustiawan mengadakan rapat dengan direksi pertamina seperti Frederick Siahaan selaku Direktur Keuangan, Oemar Anwar selaku Wakil Direktur Utama, Waluyo Direktur SDM, Rukmini Direktur Pengolahan, Faisal selaku Direktur Pemasaran, dan Genades Panjaitan selaku Legal & Compliance, dan Bayu Kristanto. Rapat ini memutuskan Direksi Pertamina menyetujui akuisisi Blok BMG. Anehnya, hasil rapat diduga disengaja tidak dicatat dalam Notulen Rapat Direksi atas perintah Karen. Hal ini bertentangan dengan Pasal 11 AD/ART Pertamina yang mengatur setiap rapat dewan direksi harus ada notulen.

Langkah Karen untuk mengakuisisi Blok BMG ternyata juga tidak disetujui komisaris, salah satunya Humayun Bosha. Ia menghubungi komisaris lainnya Umar Said untuk merekomendasikan tidak menyetujui dengan pertimbangan pengoperasian produksi tidak akan maksimal sehingga tidak menguntungkan karena cadangan minyak tidak akan bertambah.

Komisaris juga mengundang Karen untuk mengadakan pertemuan dan meminta untuk kembali mempertimbangkan akuisisi itu. "Ini hanya kecil, hanya 10 persen, kita hanya ikut-ikutan saja di sana, untuk melatih orang-orang saya untuk ikut bidding dan bukan untuk menang," kata Jaksa mengutip jawaban Karen ketika pertemuan itu.

Namun meskipun sudah diperingatkan Karen tetap melakukan penandatanganan dan mengakuisis Blok BMG. Ia juga mendirikan anak perusahaan PT PHE di Australia sebagai pemegang saham 10 persen.

Dalam perkara ini penuntut umum juga menyoroti peran Genades Panjaitan selaku Legal & Compliance PT Pertamina. Genades dianggap tidak pernah melakukan analisis dan review terhadap draft SPA yang diajukan Anzon Australia Pty. Ltd. Ia hanya menugaskan staf honorer yang dalam dakwaan jaksa disebut bernama Cornelius Simanjuntak.

"Berdasarkan hasil review diketahui draft SPA telah mencantumkan klausula adanya persetujuan dari Dewan Komisaris Pertamina dalam Condition Presedent, namun pada rapat 15 Mei 2009 di kantor ROC, klausula tersebut dihilangkan atas permintaan ROC dan disetujui Bayu Kristanto dan Genades," ujar penuntut umum.

Atas perbuatannya ini Karen didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto  Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Tags:

Berita Terkait