Masalah Aturan Tambahan di Luar Perjanjian Kerja
Berita

Masalah Aturan Tambahan di Luar Perjanjian Kerja

Jika bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, aturan tambahan dalam suatu perjanjian kerja batal demi hukum.

IHW
Bacaan 2 Menit
Masalah Aturan Tambahan di Luar Perjanjian Kerja
Hukumonline

 

Dalam putusannya, hakim mengabulkan sebagian gugatan Dirk. Tindakan pemutusan kontrak yang dilakukan perusahaan dinilai bertentangan dengan hukum. Hal ini berakibat pada kewajiban perusahaan untuk membayar sisa kontrak kerja Dirk.

 

Bertentangan dengan hukum

Putusan hakim yang menghukum perusahaan bersalah bukannya tanpa alasan. Salah satu yang disorot hakim adalah tentang dokumen tambahan yang ditandatangani Dirk selain perjanjian kerja. Majelis hakim perlu memandang perlu untuk mengkaji eksistensi syarat-syarat tambahan dimaksud dalam bingkai hukum ketenagakerjaan yang berlaku, kata hakim Juanda.

 

Setelah ditimbang-timbang, hakim berpendapat, syarat tambahan dalam perjanjian kerja Dirk ternyata mengatur mengenai tata tertib, penerapan sanksi dan PHK yang mengikat Dirk. Di sini hakim melihat ada masalah hukum. Menurut majelis, jika perusahaan tak memiliki peraturan perusahaan maupun perjanjian kerja bersama, maka syarat-syarat tambahan itu dibolehkan.

 

Namun jika perusahaan sudah memiliki peraturan perusahaan, masih menurut hakim, syarat tambahan dikhawatirkan akan bersifat kontraproduktif. Betapa tidak. Jika peraturan perusahaan sudah mengatur mengenai tata tertib, sanksi dan PHK, untuk apa mengulangnya dalam syarat tambahan pada perjanjian kerja. Lebih jauh dikhawatirkan akan terjadi diskriminasi jika syarat tambahan itu mengatur tata tertib, sanksi dan PHK di luar peraturan perusahaan.

 

Lebih lanjut hakim juga menyoroti tentang ketentuan sanksi dan PHK yang diatur dalam syarat tambahan. Setelah dicermati, ternyata syarat tambahan itu memberi kewenangan sepihak kepada tergugat (perusahaan, red) untuk melakukan PHK dengan mengabaikan asas audi et alteram partem, kata hakim Juanda.

 

Menurut hakim, roh dari UU Ketenagakerjaan adalah untuk membatasi kewenangan sepihak pengusaha dalam melakukan PHK. Atas dasar itu, Mahkamah Konstitusi membatalkan Pasal 158 UU Ketenagakerjaan.

 

Berangkat dari pemahaman di atas, maka hakim menyatakan syarat tambahan dalam perjanjian kerja Dirk menjadi tidak sah dan tidak mengikat sesuai dengan UU Ketenagakerjaan yang berlaku.

 

Kesepakatan

Dihubungi terpisah, Agus Mulya Karsona, pengajar Hukum Perburuhan Universitas Padjadjaran berpendapat pada prinsipnya tak ada masalah jika pekerja menandatangani syarat tambahan di luar perjanjian kerja. Asalkan memenuhi kaidah syarat sahnya perjanjian, antara lain dibuat atas kesepakatan dan tidak melanggar undang-undang atau kesusilaan, jelasnya melalui telepon, Kamis (18/12).

 

Pada kesempatan berbeda, Mustaqim, pengajar mata kuliah Hubungan Industrial Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia menyatakan bahwa sebaiknya semua kesepakatan kerja dituangkan dalam satu dokumen saja. Selain lebih memudahkan pelaku hubungan industrial, juga untuk mengantisipasi supaya tidak terjadi pertentangan antara kesapakatan yang satu dengan yang lain.

Pengalaman yang menimpa Dirk Stuip tampaknya bisa dijadikan pelajaran berharga bagi semua orang, khususnya tenaga kerja asing di Indonesia. Intinya adalah cermati setiap perjanjian kerja yang akan ditandatangani, termasuk lampiran tambahannya.

 

Dirk Stuip adalah warga negara Belanda yang bekerja di Indonesia. Pada Juli 2006, ia dipekerjakan PT Marsh Indonesia. Ia terikat kontrak dengan perusahaan yang bergerak di bidang asuransi itu hingga Juni 2009. Hal itu tertuang tegas dalam perjanjian kerja antara Dirk dengan perusahaan.

 

Selain perjanjian kerja, Dirk ternyata juga menandatangani dokumen lain yaitu Syarat-syarat Tambahan bagi Staf Kode Etik dan Perjanjian Kerahasiaan (Staff additional term and conditions – code of ethics & Confidentiality Agreement). Salah satu yang diatur dalam dua dokumen tambahan itu adalah kewenangan perusahaan untuk langsung menghentikan kontrak kerja jika Dirk lalai, tidak jujur, melakukan tindakan kriminal, melanggar kebijakan perusahaan, absen kerja tanpa izin, atau dinyatakan pailit oleh pengadilan.

 

Singkat cerita, pada Februari 2007 perusahaan akhirnya memutus kontrak Dirk. Perusahaan berdalih kinerja Dirk tidak seperti yang diharapkan. Sebelum memutus kontrak, perusahaan mengaku sudah menerbitkan surat peringatan terlebih dulu.

 

Tak terima dengan tindakan perusahaan, Dirk melalui kuasa hukumnya melayangkan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta. Tentunya setelah melewati proses mediasi di Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Pusat. Setelah melalui rangkaian persidangan, majelis hakim yang diketuai Makmun Masduki, beranggotakan Juanda Pangaribuan dan Dudy Hidayat akhirnya menjatuhkan putusan perkara ini pada akhir November lalu.

Tags: