Masalah Alat Bukti Elektronik di Sidang Pengadilan (Bagian Akhir)
Kolom

Masalah Alat Bukti Elektronik di Sidang Pengadilan (Bagian Akhir)

Eksistensi dokumen elektronik telah diakui dalam putusan dan kebijakan yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung. Namun, Mahkamah Agung Republik Indonesia perlu menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung tentang alat bukti elektronik untuk menghindari disparitas sikap hakim dalam mempertimbangkan alat bukti elektronik.

Bacaan 6 Menit
Hukumonline
Hukumonline

Pemeriksaan Alat Bukti Elektronik di Pengadilan

Bukti elektronik ada yang disertai dengan tanda tangan elektronik dan juga ada yang tidak disertai dengan tanda tangan elektronik. Tanda tangan elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi, atau terkait dengan informasi elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi atas identitas penandatangan dan keutuhan serta keautentikan informasi elektronik. Tanda tangan elektronik dalam transaksi elektronik merupakan persetujuan penandatangan atas informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang ditandatangani.

Keabsahan serta kekuatan hukum bukti elektronik tidak semata-mata ditentukan oleh tanda tangan elektronik. Selama bukti elektronik dihasilkan dari sistem elektronik yang sah, ia tetap meskipun bukti tersebut tidak disertai dengan tanda tangan elektronik. Tanda tangan elektronik hanya menjadi salah satu sarana untuk menjamin serta memudahkan autentikasi serta validasi bukti elektronik.

Pada bukti elektronik yang telah disertai dengan tanda tangan elektronik terdapat dua kunci yakni private key—yang menjadi kunci rahasia yang hanya diketahui oleh pihak penandatangan—serta public key yang diketahui oleh publik. Jika Message Digest (MD) yang dihasilkan dari enkripsi yang menggunakan private key sama dengan Message Digest (MD) yang dihasilkan dari dekripsi yang menggunakan public key, validitas serta integritas bukti elektronik tersebut masih terjamin.

Baca juga:

Masalah Alat Bukti Elektronik di Sidang Pengadilan (Bagian Pertama)

MA: Hukum Persaingan Usaha Berkembang Positif Beberapa Tahun ke Depan

Format dokumen elektronik yang paling sering digunakan untuk tanda tangan elektronik adalah PDF (Portable Document Format). PDF yang telah ditandatangani dengan tanda tangan elektronik dapat diverifikasi dengan berbagai aplikasi yang kompeten, seperti aplikasi verifikasi PDF yang disediakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika pada tautan resmi https://tte.kominfo.go.id/verifyPDF.

Alat bukti elektronik kadang diajukan dalam bentuk informasi dan/atau dokumen elektronik dan juga bisa dalam bentuk hasil cetak informasi dan/atau dokumen tersebut. Secara hukum hasil cetak informasi dan/atau dokumen elektronik memiliki kekuatan serta akibat hukum yang sah, selama dapat dicocokkan dengan aslinya. Jika alat bukti elektronik yang diajukan berupa hasil cetak atas dokumen elektronik yang ditandatangani secara elektronik, Majelis Hakim dapat menempuh beberapa langkah untuk autentikasi

Pertama, Majelis Hakim meminta kepada pihak yang mengajukan alat bukti berupa hasil cetak dokumen elektronik untuk menunjukkan asli dokumen tersebut. Kedua, Majelis Hakim memverifikasi validitas dan integritas dokumen elektronik tersebut dengan menggunakan salah satu aplikasi yang kompeten untuk tujuan tersebut. Ketiga, apabila validitas dan integritas asli dokumen elektronik tersebut terkonfirmasi, maka Majelis Hakim mencocokkan hasil cetak dokumen elektronik tersebut dengan aslinya. Terakhir, apabila alat bukti tersebut cocok dengan aslinya, alat bukti tersebut dapat diterima untuk dipertimbangkan lebih lanjut sebagai alat bukti.

Autentikasi alat bukti elektronik yang disertai dengan tanda tangan elektronik tentu akan lebih mudah dibandingkan dengan alat bukti elektronik yang tidak disertai tanda tangan elektronik. Meskipun demikian, bukan berarti alat bukti elektronik yang tidak disertai dengan tanda tangan elektronik tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti. Hakim dapat memeriksa/menggunakan bukti elektronik yang tidak disertai tanda tangan elektronik sebagai alat bukti dengan bantuan keterangan ahli yang mengetahui dan mengerti bidang elektronik.

Alat bukti elektronik yang berdasarkan keterangan ahli dapat diverifikasi keautentikannya, dapat diterima sebagai alat bukti yang sah. Selain itu, alat bukti elektronik juga dapat diterima oleh Majelis Hakim sebagai alat bukti jika alat bukti tersebut didukung oleh alat bukti lainnya yang sah. Ini menjadi dasar yang cukup bagi Majelis Hakim untuk membangun persangkaan dalam perkara perdata atau sebagai bukti petunjuk bagi hakim dalam perkara pidana.

Tantangan dan Solusi Pemeriksaan Alat Bukti Elektronik

Meskipun penggunaan alat bukti elektronik telah diterima dalam proses administrasi dan persidangan di pengadilan, tetapi masih terdapat sejumlah tantangan. Pertama, sistem elektronik yang digunakan tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Kedua, pemahaman para pihak dan juga aparat penegak hukum tentang eksistensi alat bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah. Ketiga, pelaksanaan sidang jarak jauh dalam pemeriksaan saksi dan/atau ahli dalam perkara perdata atau persidangan secara elektronik untuk perkara pidana.

Terkait tantangan pertama, harus dipastikan setiap dokumen elektronik yang digunakan dalam proses administrasi dan persidangan di pengadilan dihasilkan dari sistem elektronik yang memenuhi kriteria menurut peraturan perundang-undangan. Pada pokoknya adalah sistem elektronik yang andal, aman, serta menjamin autentisitas dan integritas dokumen elektronik yang terdapat di dalamnya.

Meskipun transaksi elektronik sudah marak digunakan di tengah masyarakat, tetapi tingkat pemahaman masyarakat terhadap penggunaan alat bukti elektronik masih rendah. Tidak jarang terjadi para pihak gagap menggunakan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya saat bersengketa atas transaksi transaksi elektronik. Oleh karena itu, tantangan ini harus diatasi. Caranya dengan meningkatkan edukasi dan literasi masyarakat tentang informasi dan transaksi elektronik, serta pemahaman atas dokumen elektronik yang autentik dan berintegritas sebagai alat bukti yang sah.

Tidak hanya pemahaman masyarakat yang perlu ditingkatkan terkait informasi dan transaksi elektronik, tetapi pemahaman aparat penegak hukum termasuk hakim perlu ditingkatkan. Masih ditemukan kegamangan hakim dalam mempertimbangkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya yang autentik dan berintegritas sebagai alat bukti yang sah.

Pemahaman hakim atas penggunaan alat bukti elektronik perlu ditingkatkan dengan beberapa langkah berikut ini. Pertama, pendidikan dan pelatihan atau bimbingan teknis tentang kedudukan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagai alat bukti yang sah dalam pemeriksaan perkara perdata dan pidana. Kedua, pendidikan dan pelatihan atau bimbingan teknis terkait kriteria informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya yang autentik dan berintegritas. Ketiga, pendidikan dan pelatihan atau bimbingan teknis terkait tata cara verifikasi autentisitas dan integritas alat bukti elektronik.

Mahkamah Agung melalui kebijakan terkait administrasi dan persidangan perkara di pengadilan secara elektronik telah mengakomodasi persidangan jarak jauh untuk pemeriksaan saksi dan/atau ahli dalam perkara perdata dan persidangan secara elektronik untuk perkara pidana. Hanya saja dalam praktiknya masih ditemukan beberapa kendala. Misalnya persidangan jarak jauh dilaksanakan dengan koneksi jaringan yang tidak baik, sehingga audio visual tidak jelas. Terjadi pula sidang jarak jauh tidak menggunakan prasarana pengadilan. Kendala lain adalah sidang jarak jauh tidak mengikuti ketentuan Peraturan Mahkamah Agung terkait administrasi perkara dan persidangan di pengadilan secara elektronik.

Ada hal spesifik yang perlu diperhatikan terkait pelaksanaan sidang jarak jauh antara perkara perdata dan perkara pidana. Persidangan jarak jauh dalam perkara perdata perlu memperhatikan hal sebagai berikut. Pertama, sidang jarak jauh hanya dilakukan untuk pemeriksaan saksi dan/atau ahli. Kedua, sidang dilaksanakan dengan menggunakan prasarana pengadilan, dalam hal saksi dan/atau ahli berada di luar negeri, saksi dan/atau ahli diperiksa dari kantor perwakilan RI setempat. Ketiga, pemeriksaan saksi dan/atau ahli diawasi oleh panitera pengganti pada pengadilan setempat atau petugas dari kantor perwakilan RI setempat.

Berbeda dengan sidang jarak jauh dalam perkara perdata, sidang jarak jauh dalam perkara pidana merupakan mekanisme pelaksanaan sidang secara elektronik dalam keadaan tertentu yang diatur di dalam Peraturan Mahkamah Agung. Misalnya kendala jarak, bencana alam, wabah penyakit, termasuk keadaan lain yang ditentukan oleh majelis hakim. Di antara ketentuan sidang jarak jauh dalam pemeriksaan perkara pidana adalah hakim/majelis hakim, panitera/panitera sidang, dan penuntut bersidang di ruang sidang pengadilan, sementara terdakwa bersidang dari rumah tahanan tempat terdakwa ditahan.

Jika dalam pelaksanaan sidang jarak jauh terjadi kendala teknis—seperti gangguan audio visual atau gangguan koneksi internet—maka sidang dihentikan sementara waktu. Langkah yang diambil adalah sidang diskors dan dibuka kembali setelah gangguan berakhir. Jika dalam waktu 60 menit kendala teknis tidak berakhir, sidang ditunda. Akhirnya, jika kendala teknis terjadi berkelanjutan maka sidang dilakukan tatap muka secara langsung.

Uraian tersebut di atas berakhir pada rumusan kesimpulan untuk berbagai persoalan yang dibahas artikel ini. Pertama, bukti elektronik yang autentik dan berintegritas serta memenuhi syarat formal dan materiel merupakan alat bukti yang sah dalam perkara perdata dan pidana. Lebih jelas lagi bahwa eksistensi dokumen elektronik telah diakui dalam putusan dan kebijakan yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung.

Kedua, alat bukti elektronik yang disertai dengan tanda tangan elektronik dapat diverifikasi dengan menggunakan aplikasi yang kompeten untuk keperluan tersebut. Jika bukti itu tidak disertai tanda tangan elektronik, dapat diverifikasi keautentikannya dengan mencocokkan dengan aslinya atau dilakukan digital forensik atau meminta keterangan ahli.

Ketiga, terdapat sejumlah kendala dalam penggunaan alat bukti elektronik yang dapat diatasi dengan berbagai solusi. Misalnya dengan memastikan alat bukti tersebut dihasilkan dari sistem elektronik yang sah menurut peraturan perundang-undangan. Perlu juga meningkatkan literasi dan edukasi terkait transaksi elektronik bagi aparatur penegak hukum dan juga masyarakat.

Terakhir, kekosongan hukum yang ada perlu diisi agar menghindari disparitas sikap hakim dalam mempertimbangkan alat bukti elektronik. Penulis memandang Mahkamah Agung Republik Indonesia perlu menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung tentang alat bukti elektronik. Peraturan Mahkamah Agung itu perlu berisi pedoman pemeriksaan alat bukti elektronik terkait tata cara autentikasi alat bukti elektronik dan kekuatan hukum alat bukti elektronik.

*) Syamsul Maarif adalah Hakim Agung Kamar Perdata Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait