MK: Masa Jabatan Jaksa Agung Konstitusional Bersyarat
Utama

MK: Masa Jabatan Jaksa Agung Konstitusional Bersyarat

Meski Pasal 22 ayat (1) huruf d dinilai multitafsir dan menimbulkan ketidakpastian hukum, tak berarti jabatan Jaksa Agung saat ini dikatakan ilegal karena tak ada UU yang dilanggar.

ASh
Bacaan 2 Menit
 

Menurut MK, harus ada kejelasan kapan diangkat dan kapan diberhentikannya seorang Jaksa Agung. Ada empat alternatif yang diberikan yakni pertama berdasarkan periodeisasi kabinet atau Presiden. Kedua, periode tertentu tanpa dikaitkan dengan jabatan politik di kabinet. Ketiga, memasuki masa pensiun. Terakhir, diskresi presiden atau pejabat yang mengangkatnya.

 

"Karena Pasal 22 ayat (1) huruf d UU Kejaksaan menimbulkan ketidakpastian hukum yang melanggar konstitusi seharusnya pembentuk undang-undang segera melakukan legislative review dengan memilih salah satu empat alternatif itu. Namun karena prosedur lama, sambil menunggu, MK memberikan syarat konstitusional Pasal 22 ayat (1) huruf d dan berlaku prospektif ke depan," tandas Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati.

 
Dissenting Opinion

Dalam putusan ini, dua hakim konstitusi yakni Achmad Sodiki dan Harjono mengajukan dissenting opinion (pendapat berbeda). Sodiki mengatakan tak dicantumkannya masa jabatan dalam Pasal 22 ayat (1) huruf d tak bisa diartikan masa jabatan Jaksa Agung tidak tak terbatas. “Masa jabatan itu tak ditentukan berdasarkan ukuran tahun, tetapi ditentukan Presiden,” kata Sodiki.

 

Menurut Sodiki, kasus ini tak terkait dengan kepastian hukum. Sebab, Keppres pengangkatan Jaksa Agung masih tetap berlaku hingga terbitnya Keppres pemberhentian yang baru. “Kepastian hukum dapat diartikan kesesuaian antara das sein dan das solen. Das solen Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh presiden lewat Keppres, das seinsenyatanya secara de facto dan de jure seseorang efektif memegang jabatan itu.”

 

Harjono pun berpendapat jabatan Jaksa Agung termasuk jabatanpolitical appointees atau hak prerogatif Presiden. Namun karena kekhususannya tugas Jaksa Agung, masa jabatan tak serta merta harus berakhir bersama-sama dengan masa jabatan Presiden. “Berakhirnya saat digantikan dengan Jaksa Agung baru,” kata Harjono.

 

Meski demikian, menurutnya keberadaan Pasal 22 ayat (1) huruf d sangat menggangu sistem yang dibangun sesuai UU Kejaksaan. Untuk menghindari kerancuan dan ketidakpastian hukum, pasal itu seharusnya dihapus. Jika Pasal 22 ayat (1) huruf d dihapus, Jaksa Agung yang diberhentikan dengan hormat oleh Presiden tetap berdasarkan alasan yang disebutkan dalam Pasal 22 ayat (1) jo Pasal 19.

 

“Pemberian makna Pasal 22 ayat (1) dengan conditional constitusional, menyisakan persoalan karena tidak jelasnya makna ‘berakhirnya masa jabatannya’ itu.”

Tags:

Berita Terkait