Masa Depan Sarjana Hukum Kita
Kolom

Masa Depan Sarjana Hukum Kita

Para sarjana hukum kita di masa mendatang perlu lebih memiliki kemampuan intrapersonal dan interpersonal yang mumpuni.

Perkembangan teknologi ini jelas memberikan kemudahan dalam studi hukum ketika seseorang menempuh pendidikan hukum sekaligus menjadi kompetitor di dunia profesi hukum. Pada akhirnya, tantangan ini akan melahirkan produk-produk teknologi yang berfungsi sebagai pemberi jasa hukum. Di sisi lain, semua kemampuan sarjana hukum ikut menciptakan teknologi yang demikian juga akan mengakibatkan tumbuhnya berbagai pekerjaan baru misalnya legal knowledge engineer, legal technologist, legal process analysist, legal data scientist, legal risk manager atau Praktisi Online Dispute Resolution (ODR).

Tiga tantangan tadi jelas akan mempengaruhi cara berhukum para sarjana hukum kita. Istilah berhukum yang saya maksud adalah bagaimana membuat dan menegakkan hukum. Pembuatan dan penegakan hukum di masa depan akan mengalami paradigma jauh lebih “industrialis”. Paradigma ini akan membawa aspek positif yaitu dekolonialisasi materi-materi dan prosedur-prosedur hukum. Meski di sisi lain juga bisa berimbas kepada desakralisasi prinsip-prinsip rule of law menjadi rule by law.

Para sarjana hukum kita di masa mendatang perlu lebih memiliki kemampuan intrapersonal dan interpersonal yang mumpuni. Dua kemampuan tersebut adalah kemampuan beradaptasi dan kemampuan berkolaborasi. Kemampuan beradaptasi bukanlah kemampuan yang sporadis, melainkan dengan perencanaan. Setiap sarjana hukum kita harus mampu mengenali dan memetakan persoalan-persoalan di masyarakat sehingga dapat memetakan dan merencanakan bagaimana seorang sarjana hukum bersikap, berkarir, dan menciptakan inovasi dalam karirnya. Kemampuan adaptasi akan memerlukan kemampuan penguasaan teknologi, informasi, dan bahasa asing. Penguasaan terhadap ketiganya akan memudahkan untuk menuju kemampuan berikutnya yaitu berkolaborasi. Saat ini kolaborasi adalah salah satu cara yang signifikan dalam meningkatkan derajat kemampuan akademik dan praktis, jenjang karir, jaringan (networking), dan peningkatan nilai. Kemampuan kolaborasi juga akan meningkatkan daya saing bagi seorang sarjana hukum kita di masa depan.

Seringkali dalam perkuliahan-perkuliahan saya memberikan suatu situasi paradoks kekinian yang terjadi dalam profesi hukum kita. Contohnya, seorang sarjana hukum ketika menjalankan studinya akan dididik untuk bekerja secara orisinal. Mereka didorong berupaya menulis karya ilmiah sesuai dengan kemandirian berpikir dengan patron metode riset yang telah baku. Namun, di dalam praktik dunia kerja justru sarjana hukum dididik untuk bekerja sesuai batas-batas yang telah ditentukan apabila tidak mau disebut menjiplak. Hal ini menunjukan bahwa selalu ada kesenjangan antara bagaimana seharusnya dengan bagaimana senyatanya dalam praktik hukum. Kondisi ini merupakan kenyataan yang perlu disadari sebagai tantangan yang harus dihadapi. Namun, bukan berarti pula kondisi ini menjadikan sikap kita dalam berhukum menjadi skeptis. Toh semua tantangan ini juga membuat para sarjana hukum kita menemukan cara untuk meminimalisir deviasi penerapan hukum dan defisit kesadaran hukum akibat minimnya pemahaman materi-materi hukum.

Pada akhirnya, saya ingin berpesan untuk tetap optimis menghadapi tantangan zaman. Setiap orang ada zamannya dan setiap zaman ada orangnya. Postulat ini memberikan keyakinan kepada kita bahwa waktu akan menentukan relevansi kita. Hukum di masa-masa seperti ini sedang mengalami masa transformasi bentuk-bentuk hukum. Tentu kita semua harus memiliki kemampuan beradaptasi yang baik dan membuka sebesar-besarnya peluang untuk berkolaborasi.

*)Prof. Dr.Ibnu Sina Chandranegara, S.H., M.H., adalah Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait