Selama ini memang banyak keluhan dari masyarakat untuk memperoleh akses informasi hukum. Informasi menjadi sulit dan mahal karena sering kali informasi itu dijualbelikan oleh oknum. " Problem besar di Indonesia adalah budaya birokrasi kita yang serba tertutup," cetus Mas Achmad Santosa,SH, LLM. Peneliti senior ICEL ini menyorot masalah keterbatasan akses informasi. Berikut wawancara wartawan hukumonline dengan pakar hukum lingkungan dari Universitas Indonesia:
Bagaimana perbedaan antara kebebasan untuk mendapat informasi yang diajukan oleh ICEL dengan amandemen UUD 1945 yang mencantumkan hak untuk memperoleh infomasi?
Kalau dalam UU itu (amandemen ke-2 UUD 45-Red) saya kira beda dengan apa yang kami maksudkan. Di situ dimaksudkan hak setiap orang untuk memperoleh informasi untuk mengembangkan kehidupan pribadi dan lingkungan sosialnya. Yang dimaksud oleh kami, freedom of information di sini adalah mengembangkan transparansi dan accountability dari pemerintah dan instansinya. Jadi, di sini jelas berbeda.
Apa tujuan dari RUU yang diajukan oleh ICEL?
Kami bertujuan memberdayakan publik, sehingga nantinya publik dapat memberdayakan fungsi kontrolnya secara efektif terhadap public affair management. Instansi pemerintah diwajibkan secara proaktif untuk men-disclose informasi, tanpa harus diminta. Maka dengan sendirinya, tindak tanduknya harus hati-hati. Jadi segala sesuatunya harus accountable.
Apakah bisa dikenakan sanksi bagi pihak pemerintah yang menolak untuk men-disclose informasi?
Perbandingan dengan beberapa negara yang kami lakukan memang belum kami temukan adanya sanksi. Yang kami temukan hanyalah semacam external review committee. Jadi jika ada dispute, ada suatu lembaga khusus yang menangani. Namun dalam RUU Kebebasan Memperoleh Informasi memang ada sanksi.
(Dalam RUU tentang Kebebasan Memperoleh Informasi Pasal 35 dinyatakan bahwa barang siapa yang dengan sengaja melakukan perbuatan menghambat kebebasan anggota masyarakat mendapatkan informasi bagi kepentingan publik diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak sebesar Rp100 juta).
Lembaga khusus yang kami temukan ada yang namanya Information Commissioner, ada juga Administratif Tribunal. Misalnya di Thailand, ada dua lembaga yang mengimplementasikan Official Information Act 1997. Yang pertama Official Information Commission bertugas untuk masalah-masalah pelayanan. Sementara Tribunal untuk banding jika permintaan masyarakat ditolak karena permasalahan exemption. Tergantung kita mau pakai yang mana. Saya cenderung kita memakai jenis Comission yang khusus didirikan untuk implemetasi atau enforcement dari Freedom of Information Act ini.