Marak Pinjol Ilegal, Pemerintah Diminta Lakukan Pengawasan dari Hulu ke Hilir
Terbaru

Marak Pinjol Ilegal, Pemerintah Diminta Lakukan Pengawasan dari Hulu ke Hilir

Masyarakat masih memiliki tingkat literasi keuangan yang rendah.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Satgas Waspada Investasi (SWI) gencar melakukan pemberantasan terhadap pinjaman online ilegal yang belakangan ini cukup meresahkan masyarakat. Pinjol ilegal melakukan hal-hal yang diluar aturan dan etika seperti cara penagihan yang mengintimidasi, besaran bunga yang besar dan durasi pinjaman yang pendek.

Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sularsi, mengaku pihaknya telah memprediksi keberadaan pinjol akan menjadi polemik di kemudian hari. Pasalnya sebelum aplikasi pinjol menjamur seperti pada saat ini, pihaknya sudah menerima laporan dari konsumen terkait pinjol, khususnya yang ilegal.

Sularsi mengatakan bahwa YLKI sudah menyampaikan laporan tersebut kepada OJK sejak 2017 lalu. Bahkan laporan yang sama pun disampaikan YLKI kepada OJK pada 2018-2019 dimana sudah banyak konsumen yang melaporkan adanya intimidasi dalam proses penagihan.

“Pinjol itu dari 2017 pengaduannya dan sudah disampaikan ke OJK. Tahun 2018, 2019 sudah banyak yang terintimidasi, 2019 sudah disampaikan juga ke OJK,” kata Sularsi kepada Hukumonline, Rabu (10/11). (Baca: Pentingnya Kesadaran Masyarakat untuk Menghindari Pinjol Ilegal)

Saat ini Satgas Waspada Investasi (SWI) sudah mulai bergerak untuk menutup sejumlah pinjol ilegal yang memberi teror kepada konsumen. Ratusan pinjol ilegal sudah ditindak, namun nyatanya hal tersebut tidak mengurangi jumlah pinjol ilegal yang beredar di masyarakat.

Kurangnya pengawasan dari pemerintah diduga menjadi sebab menjamurnya pinjol ilegal. Sularsi berpendapat pemberantasan pinjol ilegal tidak bisa hanya dilakukan di hilir oleh OJK dan BI, tapi harus ditertibkan dari hulu yang membutuhkan kolaborasi antar kementerian dan lembaga.

“Untuk action OJK tidak bisa sendiri, ini harus kerja sama-sama artinya satu ini ranah jasa keuangan itu adalah OJK. Kedua karena ini menggunakan jasa telekomunikasi maka kewenangan berada di bawah Kemenkominfo, dan ketiga ini dananya dari siapa? Apakah ini legal atau tidak legal sumber dananya, apakah ini money laundering atau tidak ini jadi kewenangan Polri,” jelasnya.

Sularsi meminta pemerintah untuk fokus mengatasi dan mengawasi pinjol ilegal. Apalagi sebahagian besar sumber dana pinjol ilegal berasal dari asing dan dinilai cukup membahayakan negara dan konsumen Indonesia. Selain itu upaya takedown yang dilakukan oleh Kominfo terhadap aplikasi pinjol ilegal dinilai tidak efektif mengingat mudahnya membuat aplikasi baru. Justru hal yang ideal untuk dilakukan Kominfo ada memberikan notifikasi kepada Google selaku pemilik Google Playstore untuk membantu mengurangi aplikasi pinjol ilegal.

“Jadi ini negara darurat karena mayoritas asal dana pinjol ilegal itu dari asing. Dan lagi ini khan aksesnya sangat mudah, mudah sekali membuat aplikasi, mudah sekali melakukan pinjaman melalui internet, kita tidak tahu siapa penyelenggara, kita hanya dihadapkan sama izin, sehingga ini perlu dilakukan secara bersama-sama. Kominfo melakukan satu takedown aplikasi pinjol, maka akan tumbuh jadi 10. Kominfo sebagai perwakilan negara mungkin bisa melakukan notifikasi kepada google. Jadi itu dulu, di hulu harus dibenerin, kalau di hilir itu konsumen sebagai dampak dari hulu yang tidak ada pengawasan,” imbuhnya.

Tak hanya itu, Sularsi mempertanyakan bentuk pengawasan pemerintah terhadap data pribadi, salah satunya kepemilikan nomor ponsel. Saat ini pemerintah telah menetapkan aturan untuk mendaftarkan maksimal dua nomor ponsel untuk satu NIK. Namun faktanya debt collector pinjol ilegal leluasa melakukan pergantian nomor ponsel. Dia juga mengingatkan pemerintah untuk menegakkan law enforcement kepada seluruh pihak yang terlibat dengan pinjol ilegal, memberikan literasi kepada konsumen terkait pinjol dan mempercepat pengesahan UU Perlindungan Data Pribadi (PDP).

“Pengawasan sangat penting, dan kedua ada penegakan hukum dari hulu dan hilir. Jangan hilirnya dulu, penegakan hukum dilakukan biar ada efek jera, dan ada literasi juga kepada konsumen terkait pinjol. Dan sekarang ini mendesak juga terkait dengan regulasi perlindungan data pribadi, kalau orang mengambil data tanpa hak. Dan satu hal terkait penggunaan telepon seluler. Kalau penggunaan kartu ada batasan kenapa ini bisa ribuan, bagaimana bisa melakukan aktivasi kartu sebanyak itu, apakah tidak ada pelanggaran,” tandasnya.

Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI), Tongam Lumban Tobing, mengakui bahwa masyarakat masih memiliki tingkat literasi keuangan yang rendah. Banyak masyarakat yang melakukan pinjaman online ilegal tanpa mencari tahu apakah pinjaman online ini memiliki legalitas atau tidak. Hal ini yang membuat masyarakat terjebak pinjol ilegal.

Tongam menambahkan sebagian besar masyarakat sebetulnya telah mengetahui apa itu pinjol ilegal, namun masih terus melakukan peminjaman. Lebih disayangkan lagi masyarakat melakukan pinjaman untuk menutupi utang pinjol ilegal sebelumnya, seakan-akan menggali lubang tutup lubang.

Kemudian masyarakat yang nekat melakukan pinjaman online hanya untuk memenuhi kebutuhan yang sebetulnya bisa ditunda. Masyarakat juga perlu menyadari bahwa ketika seseorang melakukan proses peminjaman uang maka orang itu berkewajiban untuk mengembalikannya. Namun, ketika penyedia jasa pinjol ilegal melakukan tindak pidana berupa merugikan nasabah maka pelaku pinjol bertanggungjawab dan harus ditindak secara pidana.

“Hal-hal inilah yang menjadi fokus utama OJK dalam pemberantasan pinjaman online ilegal, yaitu dengan cara mengedukasi masyarakat,” kata Tongam.

Tags:

Berita Terkait