Marak Digunakan Publik, Pemerintah Diminta Atur Aset Digital NFT
Terbaru

Marak Digunakan Publik, Pemerintah Diminta Atur Aset Digital NFT

Keberadaan aset digital berupa NFT diklaim dapat memberikan dampak yang positif terhadap perekonomian Indonesia di masa depan.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Webinar Hukumonline bertajuk ‘Meneropong Masa Depan Aset Digital di Indonesia’, Rabu (2/2). Foto: RES
Webinar Hukumonline bertajuk ‘Meneropong Masa Depan Aset Digital di Indonesia’, Rabu (2/2). Foto: RES

Aset digital berupa Non Fungible-Token (NFT) marak diperbincangkan publik setelah salah satu warga Semarang, Ghozaly Everyday, meraup milyaran rupiah saat menjual foto pribadinya pada platform digital OpenSea. NFT merupakan aset digital yang kepemilikannya tidak dapat dipecah-pecah atau non-fungible.

Pada dasarnya NFT memiliki perbedaan dengan aset digital lainnya, misalnya BitCoin. Menurut mantan Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hendrikus Passagi, aset digital atau aset kripto memiliki dua jenis yakni BitCoin dan AltCoin yang kepemilikannya dapat dipecah-pecah sampai unit terkecil, misalnya BitCoin 1/100.000.000, sedangkan jenis kedua ada NFT.

Meski masih banyak mendapatkan sorotan negatif dari publik, Passagi menegaskan bahwa NFT justru memberikan dampak yang positif terhadap perekonomian Indonesia. Aset digital ini dapat menjadi infrastruktur perekonomian masa depan yang pemanfaatannya akan dirasakan oleh negara maupun pengguna. (Baca: Digital Trust dan Kepastian Hukum dalam Ekonomi Digital)

“NFT ini yang perlu dijelaskan dan menarik karena NFT merupakan aset kripto yang banyak dibahas negatif di berbagai media. Aset kripto yang kita bahas sekarang sebenarnya infrastruktur ekonomi masa depan untuk kaum milenial anak muda,” kata Passagi dalam Webinar Hukumonline bertajuk “Meneropong Masa Depan Aset Digital di Indonesia”, Rabu (2/2).

Secara nasional, jelas Passagi, transaksi NFT berpotensi meningkatkan penerimaan pajak, bahkan NFT juga berpotensi meningkatkan devisa negara melalui ekspor karya NFT ke luar negeri. 

Sementara secara personal, NFT dapat menjadi wadah bagi para kreator seni baik itu musik, lagu, lukisan dan lain sebagainya untuk mendapatkan manfaat ekonomi melalui hak cipta. Pencipta musik dan lagu bahkan dapat menikmati manfaat ekonomi atas hak cipta lewat NFT tanpa perantara, selaku pemilik hak cipta.

Namun keberadaan NFT masih menjadi polemik lantaran belum memiliki payung hukum yang jelas. Saat ini NFT belum masuk dalam 299 jenis aset digital yang diatur dalam Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 7 tentang Penetapan Daftar Aset Kripto yang Dapat Diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto.

Partner Ali Budiardjo, Nugroho, Reksodiputro (ABNR) Counsellors At Law, Ammalia P. Putri, menyampaikan beberapa isu legal yang patut menjadi perhatian bagi pemerintah. Pertama terkait ownership. 

Aset digital dalam bentuk NFT yang sifatnya diperjualbelikan berpotensi menjadi ekosistem aset ekonomi digital masa depan dan hal ini belum diatur secara khusus. Regulasi diperlukan untuk mengidentifikasi kepemilikan aset digital NFT secara legal, termasuk menyoal kontrak (smart contract).

Kedua, transferability. Berangkat dari asumsi bahwa NFT masuk sebagai komoditi, maka pengalihannya juga mungkin harus diatur dan diperhatikan oleh pemerintah. Baik itu dalam tataran regulasi yang dikeluarkan oleh Bappebti, atau aturan lainnya yang lebih tinggi sesuai dengan prinsip hukum Indonesia.

Ketiga, mengenai Hak Kekayaan Intelektual (HKI) terutama hak cipta. Pada dasarnya kreator dan pemilik hak cipta merupakan dua person yang berbeda. Kreator membuat sebuah karya, namun bisa saja hak cipta dimiliki oleh pihak lain. Posisi kreator harus diatur lebih detail dalam NFT.

“Karena kalau memang hak cipta ada yang pegang, seolah-olah original create nggak punya hak ciptanya. Jadi isu original creator perlu diatur lebih detail dan diatur juga bagaimana treatment NFT itu terhadap original creator. Kalau dalam kerangka hukum yang ada sekarang memang ada di pemegang hak cipta,” kata Ammalia pada acara yang sama.

Selain itu, ada tax implication terkait NFT yang juga harus diatur oleh pemerintah. Dan tentunya perlindungan kepada konsumen terhadap produk-produk yang diperjualbelikan di NFT.

“Apakah Indonesia siap? Regulatory jelas dan tetap terus berkembang. Indonesia bukan ketinggalan banget, cukup berkembang regulatory, buktinya pemerintah punya blueprint regulatory sandbox dan Bappebti mengakomodasi perkembangan digital yang didukung oleh pemerintah. Namun memang ada kecenderungan restrictive karena ada yang harus dilindungi,” jelas Ammalia.

Tags:

Berita Terkait