Mantan Ketua MK: Mengesahkan Revisi UU Pilkada Soal Pencalonan Kepala Daerah Inkonstitusional
Utama

Mantan Ketua MK: Mengesahkan Revisi UU Pilkada Soal Pencalonan Kepala Daerah Inkonstitusional

Hamdan Zoelva secara tegas mengingatkan inkonstitusionalitas RUU Pilkada jika DPR tetap memuat pasal ambang batas perolehan kursi. Mahfud MD mengajak para pemangku kekuasaan untuk menegakkan konstitusi dan membangun demokrasi yang berkeadaban.

Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Suasana rapat kerja antara Pemerintah dan Baleg DPR terkait pembahasan RUU Pilkada di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024). Foto: RES
Suasana rapat kerja antara Pemerintah dan Baleg DPR terkait pembahasan RUU Pilkada di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024). Foto: RES

Alih-alih mengakomodir materi muatan Putusan MK yang mengubah ambang batas pencalonan dan batas usia calon kepala daerah dalam Revisi UU Pilkada, Wakil Ketua Badan Legislatif (Baleg) DPR RI Achmad Baidowi justru menyebut Putusan MK No.60/PUU-XXII/2024 yang mengubah Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada hanya akan membuka peluang bagi partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD dapat mengusung pasangan calon kepala daerah.

Selain itu, Baleg DPR mengadopsi aturan batas usia calon kepala daerah sesuai Putusan MA No. 23/P/HUM/2024 yang menyebutkan syarat minimal usia 30 tahun bagi calon gubernur dihitung sejak pelantikan. Padahal, keputusan itu bertentangan dengan Putusan MK No. 70/PUU-XXII/2024 yang menolak permohonan pengujian Pasal 7 Pasal ayat (2) huruf e UU Pilkada. Dalam pertimbangannya, MK menyatakan semua persyaratan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah termasuk syarat usia minimal harus ditentukan sebelum tahapan penetapan pasangan calon kepala daerah. Kedua putusan MK ini baru saja dibacakan sehari sebelumnya pada Selasa (20/8/2024).

Baca Juga:

Sontak, keputusan yang diambil Baleg DPR RI ini lantas menuai reaksi masyarakat tanpa terkecuali dua mantan Ketua Mahkamah Konstitusi RI. “Jika DPR mengesahkan perubahan UU Pilkada dengan tetap memuat pasal ambang batas perolehan kursi dalam Pasal 40 ayat (1) sebagai sarat pencalonan kepala daerah jelas inkonstitusional. Ketentuan tersebut sudah dinyatakan inkonstitusional oleh MK,” cuit Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi RI (MK) Periode 2013-2015 Hamdan Zoelva melalui akun X pribadinya, Rabu (21/8/2024).

Padahal, dalam Putusan MK No. 60/PUU-XXII/2024 yang diputus Selasa (20/8/2024), MK menafsirkan Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada yang semula mengatur persyaratan ambang batas pengusungan pasangan calon kepala daerah berdasarkan perolehan kursi dan suara di Pemilu DPRD, menjadi berdasarkan perolehan suara sah dalam pemilu pada provinsi/kabupaten/kota berdasarkan rasio jumlah pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap, dengan persentase yang setara dengan persentase pada pencalonan perseorangan.

Tak hanya perihal ambang batas, Putusan MK ini juga memuat penegasan berdasarkan historis dan praktik bahwa syarat usia pencalonan kepala daerah dihitung dari titik sejak penetapan pasangan calon oleh KPU, bukan saat pelantikan pasangan calon terpilih, sebagaimana anomali yang ditetapkan dalam Putusan Mahkamah Agung No. 23 P/HUM/2024.

Akan tetapi, Baleg DPR RI justru memilih penafsiran dari MA dengan dalih “lebih jelas dan detail” mengatur ketentuan tentang syarat usia pencalonan kepala daerah. Sementara putusan MK hanya menolak seluruh permohonan. Semua yang disampaikan anggota Baleg DPR terkait 2 putusan itu menurut Wakil Ketua Baleg DPR RI secara logika sudah benar, tapi ada norma hukum yang harus dirujuk.

“Kawan-kawanku Eksponen Angkatan Reformasi 1998. Sudah 25 tahun kita melakukan reformasi dan sudah banyak diantara kita yang menggenggam kekuasaan. Yuk, berhati-hati memelihara kekuasaan sebagai amanah. Jangan sewenang-wenang dan jangan korupsi, baik korupsi uang maupun korupsi politik. Jangan sampai kita terjebak ke dalam situasi seperti sedang menunggangi singa liar,” tulis Mantan Ketua MK Periode 2008-2013 M. Mahfud MD, pada akun X pribadinya.

Ia mengibaratkan kekuasaan bagai menunggangi singa liar sebagai suatu hal yang mengerikan. “Mau turun takut diterkam singa, mau terus dipunggung singa pasti takkan kuat dan pasti ada batasnya. Terkadang banyak juga yang memanah singa tetapi nyasar ke penunggangnya. Agar tak sampai masuk ke situasi menunggangi singa liar, jagalah kekuasaan dengan menegakkan konstitusi dan membangun demokrasi yang berkeadaban. Semoga Tuhan selalu memberkati Indonesia,” pesannya.

Sebagai informasi, Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas UU No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu No.1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dijadwalkan akan disahkan di Sidang Paripurna DPR RI, Kamis (22/8/2024). Keputusan ini menimbulkan kekecewaan berbagai elemen masyarakat. Kekecewaan itu diwujudkan dalam postingan gambar bertuliskan “Peringatan Darurat” dengan lambang garuda berwarna biru sebagai tanda bahaya yang viral di media sosial hingga menyerukan aksi demonstrasi di Senayan.  

Tags:

Berita Terkait