Manfaat Tambahan Peserta Jamsostek Harus Dipertahankan
Berita

Manfaat Tambahan Peserta Jamsostek Harus Dipertahankan

Dinilai positif, DPKP termasuk yang harus dipertahankan.

ADY
Bacaan 2 Menit
Manfaat Tambahan Peserta Jamsostek Harus Dipertahankan
Hukumonline

Pelaksanaan transformasi PT Jamsostek menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tinggal menghitung hari. Menjelang terlaksananya transformasi itu, sejumlah kalangan menyuarakan harapan mereka. Salah satu harapan itu berasal dari Presidium KAJS sekaligus koordinator advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar.

Timboel berharap manfaat yang diterima para peserta saat ini tidak boleh berkurang ketika BPJS berjalan. Untuk PT Jamsostek, Timboel melihat selama ini peserta telah diberikan manfaat tambahan berupa Dana Peningkatan Kesejahteraan Pekerja (DPKP). Manfaat tambahan itu memberi kemudahan bagi peserta yang didominasi pekerja di sektor formal untuk mendapat bantuan pinjaman uang muka perumahan dan beasiswa pendidikan bagi anak.

Menurutnya, selama ini pekerja dan keluarganya sebagai peserta Jamsostek sangat terbantu dengan manfaat tambahan seperti DPKP. Hal ini, kata Timboel, sejalan dengan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.

Penghidupan yang layak itu diartikan sebagai proses pemenuhan hidup dasar, termasuk bagi pekerja. Kebutuhan itu diantaranya pangan, pendidikan, kesehatan dan perumahan sebagaimana amanat Pasal 28C ayat (1) dan Pasal 28H ayat (1) UUD 1945.

Keberadaan DPKP, menurut Timboel, berdampak positif karena selama ini pemerintah kurang dapat memenuhi amanat Pasal 27 ayat (2), Pasal 28C ayat (1) dan Pasal 28H ayat (1) UUD 1945. Pemerintah biasanya berdalih alokasi APBN minim.

“Ketika Jamsostek beralih ke BPJS Ketenagakerjaan, maka perannya untuk mendukung pemenuhan kebutuhan dasar pekerja seperti yang dilakukan saat ini tidak boleh berkurang,” katanya kepada hukumonline di Jakarta, Jumat (6/12).

Selain Konstitusi, kata Timboel, amanat serupa juga terkandung dalam UU No 24 Tahun 2011 tentang BPJS. Pasal 3 menyebut tujuan BPJS untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.

Dalam penjelasan Pasal 3, yang dimaksud dengan “kebutuhan dasar hidup” adalah kebutuhan esensial setiap orang agar dapat hidup layak, demi terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kemudian Pasal 4 huruf i menyatakan hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial (DJS) digunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan sebesar-besarnya kepentingan peserta.

Selanjutnya, pada penjelasan Pasal 15 ayat (3) mengatakan yang diatur dalam Peraturan Presiden adalah penahapan yang didasarkan antara lain pada jumlah pekerja, jenis usaha dan/atau skala usaha. Penahapan itu tidak boleh mengurangi manfaat yang sudah menjadi hak peserta dan kewajiban pemberi kerja untuk mengikuti program Jaminan Sosial.

Atas dasar itu, Timboel menilai BPJS wajib memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak bagi peserta dan keluarganya. Salah satu kebutuhan dasar itu seperti perumahan, dan beasiswa pendidikan untuk anak pekerja. Pemenuhan itu juga meliputi jangka pendek dan panjang. Seperti perumahan dan pendidikan tergolong dalam kebutuhan jangka pendek.

Timboel mencatat masih banyak pekerja yang tidak mampu memiliki rumah walau sudah bekerja puluhan tahun karena tidak memiliki uang tunai guna membayar uang muka perumahan. Tentang pendidikan, ada hambatan bagi anak pekerja untuk memperolehnya. Sebab penghasilan dan tabungan pekerja sangat terbatas. Apalagi saat ini biaya pendidikan dirasa semakin mahal.

Terkait ketentuan Pasal 4 huruf i, Timboel berpendapat hal itu merupakan prinsip kesembilan dalam penyelenggaraan jaminan sosial. Yaitu seluruh hasil pengelolaan DJS digunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan kepentingan peserta. Oleh karenanya dana DPKP merupakan salah satu cara untuk mendukung kepentingan pekerja.

“Jangan menginterpretasikan kepentingan pekerja hanya sebatas kepentingan jangka panjang yaitu meningkatnya dana Jaminan Hari Tua (JHT) atau pensiun di masa depan atau terbantunya keluarga pekerja ketika pekerja mengalami kematian atau kecelakaan kerja,” tegasnya.

Jika dalam penyelenggaraan BPJS Ketenagakerjaan dana DPKP dihapus, Timboel menilai pemerintah dengan sadar melanggar penjelasan Pasal 15 ayat (3) UU BPJS. Dengan menghilangkan DPKP, maka kaum pekerja sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan akan dirugikan.

Ia pun mengingatkan dalam proses pembahasan RUU BPJS antara DPR dan Pemerintah, disepakati manfaat yang selama ini diterima tidak boleh berkurang. Malah manfaat itu harus terus ditingkatkan.

Timboel menyesalkan sikap Kementerian Keuangan dalam pembahasan rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Aset dan Liabilitas (Alma) BPJS Ketenagakerjaan yang mengusulkan DPKP dihilangkan. Oleh karena itu, Timboel mendesak agar dalam regulasi itu DPKP dipertahankan dan ditingkatkan secara kuantitas serta kualitas.

Daya Tarik
Sebelumnya, mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla, berharap agar pemerintah mempertahankan manfaat tambahan yang selama ini digulirkan PT Jamsostek kepada pesertanya. Manfaat tambahan yang dilaksanakan lewat DPKP itu layak dilanjutkan walau Jamsostek tahun depan beralih menjadi BPJS Ketenagakerjaan.

“Manfaat tambahan seperti pembangunan Rusunawa tetap harus dipertahankan. Karena itu bukan saja pemberian cuma-cuma tetapi merupakan investasi. Pekerja butuh tempat tinggal. Sudah jadi kewajiban Jamsostek untuk memberikan kemudahan dan ini merupakan investasi yang bisa kembali,” ujar pria yang dikenal dengan sebutan JK itu beberapa waktu lalu di Jakarta.

Sementara  Direktur Kepesertaan PT Jamsostek, Junaedi, mengatakan saat ini pembahasan RPP terkait BPJS masih terkendala. Salah satu perdebatan yang belum selesai mengenai DPKP yang diusulkan Kemenkeu untuk dihapus. Padahal, manfaat tambahan itu berfungsi sebagai daya tarik masyarakat untuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. “Kami berharap DPKP ini tetap dipertahankan setelah Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan,” paparnya.

Daya tarik itu menurut Junaedi sangat diperlukan mengingat masih banyak pekerja yang belum menjadi peserta Jamsostek. Ia menghitung dari total pekerja sekitar 40 juta orang, baru 11,8 juta pekerja yang menjadi peserta Jamsostek.

Tags:

Berita Terkait