Mampukah 4 Kebijakan Ini Redam Gonjang-ganjing Pasar Modal?
Berita

Mampukah 4 Kebijakan Ini Redam Gonjang-ganjing Pasar Modal?

Terdapat berbagai kondisi yang menjadi latar belakang terbitnya empat kebijakan OJK di sektor pasar modal.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES

Bursa saham sedang mengalami goncangan parah dalam beberapa waktu terakhir. Gejolak ekonomi global hingga virus corona dianggap menjadi penyebab terganggunya perdagangan pasar modal Indonesia. Sebenarnya, kondisi ini bukan hanya terjadi di Indonesia, melainkan indeks saham negara-negara lain seperti Amerika Serikat, Singapura dan Jepang juga terpukul.

 

Kondisi ini menjadi perhatian khusus dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan merespons berbagai kebijakan yang dikeluarkan dalam rentang waktu singkat. Dalam catatan hukumonline, setidaknya terdapat empat rangkaian kebijakan OJK pada sektor pasar modal.

 

Kebijakan terbaru, OJK mengizinkan bagi perusahan terbuka atau emiten pasar modal bertransaksi pembelian kembali saham atau buyback tanpa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

 

Ketentuan ini diumumkan pada Senin (9/3) dalam Surat Edaran OJK Nomor 3/SEOJK.04/2020 tentang Kondisi Lain Sebagai Kondisi Pasar yang Berfluktuasi Secara Signifikan dalam Pelaksanaan Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik.

 

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Hoesen, mengatakan terdapat berbagai kondisi yang menjadi latar belakang terbitnya kebijakan ini atau penetapan kondisi lain. Pertama, dia menjelaskan kondisi perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia sejak awal tahun 2020 sampai dengan ditetapkannya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mengalami tekanan yang signifikan yang diindikasikan dari penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar 18,46%.

 

Kedua, kondisi perekonomian sedang mengalami pelambatan dan tekanan baik regional maupun nasional, antara lain disebabkan oleh wabah COVID19.

 

(Baca: Pasca Putusan MK, OJK Minta Klausul Perjanjian Pembiayaan Diperbaiki)

 

Hoesen menjelaskan kebijakan ini dilakukan dalam rangka memberikan stimulus perekonomian dan mengurangi dampak pasar yang berfluktuasi secara signifikan. Sehingga, perdagangan saham diperlukan kemudahan bagi Emiten atau Perusahaan Publik untuk melakukan aksi korporasi pembelian saham kembali tanpa melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Selain itu, berdasarkan regulasi Pasal 1 angka 1 huruf b POJK Nomor 2/POJK.04/2013 tentang Persyaratan Pembelian Kembali Saham Perusahaan, OJK menetapkan kondisi lain sebagaimana diamanatkan dalam POJK Nomor 2/POJK.04/2013.

 

Kebijakan lain, Bursa Efek Indonesia juga memberlakukan perubahan ketentuan batasan Auto Rejection atau pembatasan maksimum dan minimum dari naik-turun harga saham sehingga perdagangan saham tetap dalam keadaan wajar.

 

Sekretaris Perusahaan BEI, Yulianto Aji Sadono, mengatakan kebijakan tersebut merupakan respons atas Surat Perintah Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A Otoritas Jasa Keuangan Nomor: S-273/PM.21/2020 tanggal 9 Maret 2020 perihal Perintah Mengubah Batasan Auto Rejection pada Peraturan Perdagangan di Bursa Efek dan Surat Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia Nomor: Kep-00023/BEI/03-2020 perihal Perubahan Batasan Auto Rejection.

Selain itu, kebijakan ini juga memperhatikan kondisi perdagangan pasar modal yang bergejolak. BEI memberlakukan perubahan ketentuan batasan Auto Rejection sebagai berikut:

 

Harga penawaran jual atau permintaan beli saham yang dimasukkan ke JATS:

  • lebih dari 35% (tiga puluh lima perseratus) di atas atau 10% (sepuluh perseratus) di bawah acuan Harga untuk saham dengan rentang harga Rp50,- (lima puluh rupiah) sampai dengan Rp200,- (dua ratus rupiah);
  • lebih dari 25% (dua puluh lima perseratus) di atas atau 10% (sepuluh perseratus) di bawah acuan Harga untuk saham dengan rentang harga lebih dari Rp200,- (dua ratus rupiah) sampai dengan Rp5.000,- (lima ribu rupiah);
  • lebih dari 20% (dua puluh perseratus) di atas atau 10% (sepuluh perseratus) di bawah acuan Harga untuk saham dengan harga di atas Rp5.000,- (lima ribu rupiah).

 

Kebijakan selanjutnya, PT Bursa Efek Indonesia juga melarang transaksi short selling atau saham kosong di pasar modal. Transaksi short selling ini dilakukan investor pasar modal dengan meminjam dana untuk menjual saham yang belum dimiliki dengan harga tinggi dan akan membeli pada saat harga saham turun. Bursa tidak menerbitkan daftar Efek yang dapat ditransaksikan secara Short Selling sampai dengan batas waktu yang akan ditetapkan kemudian.

 

Bursa tidak memproses lebih lanjut apabila terdapat Anggota Bursa Efek yang mengajukan permohonan kepada Bursa sebagai Anggota Bursa Efek yang dapat melakukan transaksi Short Selling sampai dengan batas waktu yang akan ditetapkan kemudian. Anggota Bursa Efek wajib memastikan bahwa transaksi yang dilakukan baik untuk kepentingan Anggota Bursa Efek maupun untuk kepentingan nasabah, bukan merupakan Transaksi Short Selling.

 

“Di tengah sentimen negatif yang menyelimuti investor di pasar keuangan global, Bursa terus menghimbau investor agar tidak panik dan tetap melakukan investasi berdasarkan analisis yang mendalam. Bursa senantiasa berupaya untuk memperkuat peran Anggota Bursa melalui penguatan pengawasan pasar, penyediaan produk pasar, dan pengaturan perdagangan yang kondusif,” jelas Sekretaris Perusahaan BEI, Yulianto Aji Sadono pada awal Maret (2/3).

 

Lalu, BEI juga memberlakukan pembekuan sementara perdagangan (trading halt) pada sisitem perdagangan di pasar modal Indonesia. Kebijakan ini juga menindaklanjuti Surat Perintah Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A Otoritas Jasa Keuangan Nomor: S-274/PM.21/2020 tanggal 10 Maret 2020 perihal Perintah Melakukan Trading Halt Perdagangan di Bursa Efek Indonesia Dalam Kondisi Pasar Modal Mengalami Tekanan dan Surat Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia Nomor: Kep-00024/BEI/03-2020 tanggal 10 Maret 2020 perihal Perubahan Panduan Penanganan Kelangsungan Perdagangan di Bursa Efek Indonesia dalam Kondisi Darurat.

 

Dalam hal terjadi penurunan yang sangat tajam atas Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam 1 (satu) Hari Bursa yang sama, Bursa melakukan tindakan sebagai berikut:

  1. Trading halt selama 30 menit apabila IHSG mengalami penurunan hingga lebih dari 5% (lima perseratus);
  2. Trading halt selama 30 menit apabila IHSG mengalami penurunan lanjutan hingga lebih dari 10% (sepuluh perseratus);
  3. Trading suspend apabila IHSG mengalami penurunan lanjutan hingga lebih dari 15% (lima belas perseratus) dengan ketentuan:
  1. sampai akhir sesi perdagangan; atau
  2. lebih dari 1 (satu) sesi perdagangan setelah mendapat persetujuan atau perintah Otoritas Jasa Keuangan.

Ketentuan tersebut berlaku efektif sejak hari Rabu, 11 Maret 2020 sampai dengan batas waktu yang akan ditetapkan kemudian.

 

Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal II OJK Fahri Hilmi mengatakan kondisi pasar modal saat ini sudah termasuk dalam kondisi darurat sehingga perdagangannya harus dihentikan sementara waktu. Dia juga mengatakan kebijakan ini sudah sesuai dengan peraturan seperti yang diatur dalam SK Direksi BEI nomor Kep-00366/BEI/05-2012 tentang Paduan Penanganan Kelangsungan Perdagangan di Bursa Efek Indonesia Dalam Kondisi Darurat.

 

Dia berharap rangkaian kebijakan tersebut dapat meredam kondisi pasar modal yang sangat fluktuatif. “Mudah-mudahan kebijakan ini cukup dan tidak ada kebijakan baru lagi,” jelas Fahri saat di Padang, Kamis (12/3).

 

Tags:

Berita Terkait