Maju Mundur Kebijakan Pembatasan Transportasi Ojol di Masa PSBB
Berita

Maju Mundur Kebijakan Pembatasan Transportasi Ojol di Masa PSBB

Kebijakan yang tak konsisten membuat masyarakat bingung. Ada yang berharap kebijakan Kementerian Perhubungan dicabut.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

Ayu berpendapat penetapan keadaan darurat seharusnya digunakan untuk memangkas birokrasi dan proses pengambilan kebijakan yang cepat. Inilah ruh status keadaan darurat. Dalam UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, keadaan darurat lebih didasarkan pada darurat kesehatan sehingga ranah kebijakannya lebih berat pada Menteri Kesehatan. Artinya, rezim kesehatan menjadi lebin utama dibanding rezim aturan perhubungan. “Otoritas yang ada pada kondisi PSBB ada pada kewenangan pemerintah yang digawangi oleh menteri kesehatan. maka pada pokoknya peraturan menteri kesehatan menjadi prioritas. Adapun jika rezim perhubungan berbeda dengan ketentuan yang ada di permenkes maka baiknya disesuaikan lah, intinya ini dalam PSBB aktor utama adalah menteri kesehatan dan pemerintah daerah. maka pendekatanya harus mengikuti kepentingan kesehatan terlebih dahulu,” ujarnya.

Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2020 tentang PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 menyebutkan PSBB atau pembatasan terhadap pergerakan orang dan barang untuk satu provinsi atau kabupaten/kota tertentu diselenggarakan Pemda dengan terlebih dahulu meminta persetujuan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

Harus dicabut

Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat meminta agar pemerintah jangan mengeluarkan aturan yang saling bertentangan satu sama lain dan menimbulkan kebingungan di masyarakat, termasuk petugas pelaksana di lapangan.

Ia berpendapat Permenhub No. 18 Tahun 2020 sangat kontradiktif, bertentangan dengan aturan sebelumnya dan aturan dalam Permenhub itu sendiri serta prinsip physical distancing (jaga jarak fisik). Djoko mempertanyakan sistem pengawasan terhadap pemenuhan persyaratan pengemudi dan penumpang ojol. Misalnya, bagaimana teknis memeriksa suhu tubuh pengemudi dan penumpang, dan siapa yang melakukan. “Mustahil dapat diawasi dengan benar. Apalagi di daerah, tidak ada petugas khusus yang mau mengawasi serinci itu. Jika dilaksanakan akan terjadi kebingunan petugas di lapangan dengan segala keterbatasan yang ada,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diperoleh hukumonline.

Ia menduga pasal yang memperbolehkan ojol membawa penumpang lebih untuk mengakomodasi kepentingan bisnis aplikator transportasi daring. Pemrov DKI Jakarta sudah berusaha taat aturan yang sudah diberlakukan. Begitupula masyarakat yang lambat laun juga sudah menyadari pentinganya jaga jerak sesuai aturan selama tidak ada diskriminasi di lapangan. Djoko khawatir jika ojol diperbolehkan, muncul rasa iri dari pengelola moda transportasi lainnya.

Di samping itu, menurutnya tidak ada jaminan pengemudi ojek daring akan mentaati aturan itu (protokoler kesehatan) meskipun aplikator sudah menyiapkan sejumlah aturan untuk pengemudi ojek daring selama mengangkut orang. Pasalnya, selama ini aplikator juga belum mampu mengedukasi dan turut mengawasi pengemudinya yang masih kerap melanggar aturan berlalu lintas di jalan raya. “Sebaiknya segera cabut dan revisi Permenhub No. 18 Tahun 2020. Abaikan kepentingan bisnis sesaat yang menyesatkan. Utamakan kepentingan masyarakat umum demi segera selesainya urusan penyebaran wabah virus Corona (Covid-19) yang cukup melelahkan dan menghabiskan energi bangsa ini,” pintanya.

Suara menolak Permenhub itu juga datang dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, mengatakan terbitnya Permenhub memperlihatkan kepentingan ekonomi jangka pendek. Ia meminta agar Permenhub itu dicabut atau dibatalkan. “Seharusnya Pemerintah tidak melakukan tindakan yang kompromistis dalam upaya pengendalian Covid-19. Utamakan keamanan, keselamatan dan nyawa warga Indonesia. Kalau Permenhub tersebut diimplementasikan PSBB tidak ada gunannya karena secara diametral melanggar protokol kesehatan” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima hukumonline.

Tags:

Berita Terkait