Majelis Kesampingkan Putusan Praperadilan GM Chevron
Berita

Majelis Kesampingkan Putusan Praperadilan GM Chevron

Eksepsi ditolak, pengacara ajukan perlawanan terhadap putusan sela.

NOV
Bacaan 2 Menit
Majelis Kesampingkan Putusan Praperadilan GM Chevron
Hukumonline

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang diketuai Antonius Widjiantono menolak seluruh keberatan (eksepsi) pihak terdakwa bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) Bachtiar Abdul Fatah. Menurut majelis surat dakwaan penuntut umum telah memenuhi syarat formal sesuai KUHAP.

“Majelis menyatakan Pengadilan Tipikor Jakarta berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara terdakwa Bachtiar Abdul Fatah,” kata Antonius saat membacakan amar putusan sela, Kamis (4/7).

Menurut majelis dalam nota keberatannya, pihak terdakwa menyatakan dakwaan tidak dapat diterima dan sepatutnya dibatalkan. Pendapat itu mengacu pada putusan  praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menyatakan penetapan tersangka Bachtiar tidak sah. Putusan praperadilan tetap berlaku selama tidak ada putusan pembatalan dari pengadilan yang lebih tinggi.

Namun, Antonius berpendapat, putusan praperadilan tidak masuk dalam lingkup keberatan sebagaimana diatur Pasal 156 ayat (1) KUHAP, sehingga sudah seharusnya dikesampingkan. Praperadilan, lanjutnya, memiliki kewenangan untuk menentukan sah tidaknya suatu penangkapan, penahanan, penuntutan, atau ganti kerugian seperti tertulis pada Pasal 77  KUHAP.

Sama halnya pada materi keberatan yang mempersoalkan kewenangan Pengadilan Tipikor untuk mengadili. Menurut Antonius, Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang mengadili perkara Bachtiar karena perkara didakwakan penuntut umum adalah perkara korupsi, bukan perkara tindak pidana lingkungan.

Seperti tertuang dalam surat dakwaan penuntut umum, yang menguraikan terdakwa menandatangani kontrak bridging senilai AS$741,402 ribu dengan Herland bin Ompo selaku Direktur PT Sumigita Jaya. Perbuatan terdakwa menimbulkan kerugian keuangan negara, sehingga masuk dalam ketentuan UU Tipikor.

Antonius juga menolak materi keberatan yang mempersoalkan kompetensi relatif Pengadilan Tipikor Jakarta dalam mengadili perkara Bachtiar. Menurutnya, meski lokasi bioremediasi berada di wilayah hukum Pengadilan Negeri Pekanbaru, penuntut umum telah menetapkan locus delicti di BP Migas, Jl Gatot Subroto, Jakarta Selatan.

Selain itu, sebanyak 30 orang saksi bertempat tinggal dekat dengan wilayah Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sedangkan jumlah saksi yang dekat dengan Pengadilan Negeri Pekanbaru berjumlah 24 dan terdakwa tinggal di Jakarta. “Atas dasar itu majelis berpendapat keberatan tidak dapat diterima,” ujarnya.

Mengenai materi keberatan lainnya, seperti Kejaksaan Agung tidak mengirimkan SPDP Bachtiar ke KPK, adanya konflik kepentingan saksi Edison Effendi, penuntut umum salah memahami Kepmen LH No.128 Tahun 2003, majelis menganggap sudah sepatutnya dikesampingkan karena tidak masuk dalam lingkup keberatan.

Dengan demikian, majelis menyatakan seluruh keberatan tidak dapat diterima. Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang mengadili perkara terdakwa, menyatakan surat dakwaan telah memenuhi ketentuan Pasal 143 huruf a dan b KUHP, serta menangguhkan biaya perkara hingga putusan akhir.

Antonius mengagendakan sidang selanjutnya dengan pemeriksaan saksi dari penuntut umum. Sementara, pengacara Bachtiar, Maqdir Ismail tetap keberatan dan akan mengajukan perlawanan putusan sela ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Dia mempertanyakan, mengapa majelis mengenyampingkan putusan praperadilan.

Padahal, putusan praperadilan tanggal 27 November 2012 telah berkekuatan hukum dan secara tegas menyatakan penetapan tesangka Bachtiar tidak sah. Adapun Surat MA No.316/BP/Eks/03/2013 tanggal 21 Maret 2013 tidak dapat dijadikan dasar untuk menyatakan putusan praperadilan tidak berkekuatan hukum.

“Surat MA itu tidak membatalkan putusan praperadilan. Majelis mengenyampingkan putusan praperadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Atas putusan sela majelis, kami dengan tegas mengajukan perlawanan terhadap putusan sela. Upaya perlawanan menjadi terdakwa dan ini diatur dalam Pasal 156 ayat (4) KUHAP,” tutur Maqdir.

Sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) KUHAP, terdakwa berhak mengajukan keberatan terhadap putusan sela. Maqdir menyatakan, terkait keberatan yang berkenaan dengan kewenangan relatif, berkas perkara harus dikirimkan ke Pengadilan Tinggi untuk memeriksa kewenangan pengadilan dalam mengadili suatu perkara.

Maqdir berpendapat, dengan adanya perlawanan yang dilakukan terdakwa dan pengacaranya sebagaimana dimaksud Pasal 156 ayat (4) KUHAP, pengadilan berkewajiban untuk menghentikan persidangan sementara sampai ada putusan pengadilan tinggi mengenai kewenangan mengadili Pengadilan Tipikor Jakarta.

“Apabila persidangan tetap diteruskan, meskipun ada perlawanan dari terdakwa dan pengacaraanya yang disampaikan di persidangan karena adanya kekeliruan interpretasi majelis hakim terhadap ketentuan Pasal 156 ayat (4) dan (5) KUHAP, maka persidangan telah merugikan hak-hak konstitusional terdakwa yang dijamin undang-undang,” tegasnya.

Corporate Communication Manager PT CPI, Dony Indrawan menyatakan kekecewaannya terhadap putusan sela majelis yang mengabaikan putusan praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung terhadap Bachtiar dan tiga karyawan CPI lainnya, tidak berdasarkan bukti permulaan yang cukup.

Penangkapan dan penahanan yang dilakukan terhadap Bachtiar setelah putusan praperadilan juga dianggap melanggar hukum dan hak asasi Bachtiar. “Seharusnya, menurut hukum Indonesia, kasus ini tidak dapat dibuka kembali tanpa adanya putusan resmi dari MA yang menganulir putusan praperadilan,” terang Dony.

Tags:

Berita Terkait