Majelis Hakim Tolak Eksepsi Dua Guru JIS
Berita

Majelis Hakim Tolak Eksepsi Dua Guru JIS

Tim pengacara akan berdiskusi apakah mengajukan upaya hukum atau tidak.

HAG
Bacaan 2 Menit
Salah seorang guru JIS yang menjadi terdakwa pencabulan, Ferdinant Tjiong saat menjalani sidang. Foto: RES
Salah seorang guru JIS yang menjadi terdakwa pencabulan, Ferdinant Tjiong saat menjalani sidang. Foto: RES
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diketuai oleh Nur Aslam menolak semua eksepsi yang diajukan oleh dua guru Jakarta Internasional School (JIS) yang menjadi terdakwa pencabulan, Neil Bantleman dan Ferdinant Tjiong, dalam putusan sela, Selasa (16/12). 

"Menyatakan seluruh keberatan atau eksepsi terdakwa dan tim penasehat hukum terdakwa harus ditolak karena tidak beralasan menurut hukum. Surat dakwaan atas nama terdakwa dari jpu, tertanggal 18 november 2014 dan dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dinyatakan sah oleh hukum karena akan dijadikan pertimbangan persidangan selanjutnya,” demikian isi putusan sela yang dibacakan Nur Aslam.

Dengan demikian, sidang akan dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi pada Kamis mendatang (18/12). Sidang tersebut akan dilaksanakan secara tertutup dan melalui teleconference. “Memerintahkan Jaksa Penuntut Umum  melanjutkan perkara ini. Menangguhkan biaya bperkara ini selama persidangan," sebutnya lagi.

Kuasa hukum terdakwa, Patra M. Zen menjelaskan dirinya akan mengadakan rapat bersama dengan kuasa hukum JIS yang lain untuk membahas mengenai langkah hukum selanjutnya. "Kalau dalam upaya acara pidana dimungkinkan adanya perlawanan. Tentu kami akan rapat dulu apakah akan mengajukan upaya hukum," ujar Patra seusai persidangan.

Selain itu, Patra juga berharap agar majelis hakim memeriksa saksi secara objektif dan melakukannya secara terpisah satu per satu. "Untuk kedepannya, kami berharap majelis bisa memeriksa dengan objektif terkait dengan anak. Kami mohon supaya pemeriksaan satu-satu, sehingga bisa kita lihat apakah ada konsistensi cerita, apakah sesuai dengan dakwaan," tambahnya.

Lebih lanjut, Patra menyayangkan isi putusan sela tersebut karena hakim tidak merespon eksepsi yang dilakukan mengenai jangka waktu kejadian dua tahun yang terdapat pada surat dakwaan. "Terkait waktu juga, karena itu disampaikan 2013-2014, artinya bisa saja kejadian bulan Juni atau pada saat dakwaan diberikan. Tapi hal-hal tersebut dikesampingkan," tambahnya.

Patra juga menyangsikan pelaporan yang dilakukan oleh orangtua korban. Ia berharap Jaksa Penuntut Umum dapat melihat motif dari pelaporan tersebut. Menurutnya, pelaporan tersebut bukan hal yang lazim, yang tidak diketahui orang, dan dalam jangka waktu dua tahun.

"Soal motivasi dari pelapor. Kan yang melaporkan adalah ibunya, walaupun ini bukan delik aduan tapi yang melaporkan kan ibunya, oleh karena itu mesti diperiksa juga motifnya apa, ini bukan kejadian yang lazim. Oleh karena ketidaklazim itu maka jaksa penuntut umum perlu mempertimbangkan apa motifnya. Karena kami yakin bahwa ada sesuatu dari pelaporan ini. Dan melihat di gugatan perdata meminta sangat fantastis, yaitu AS$ 125 juta," tegasnya.

Hotman Paris Hutapea yang juga sebagai kuasa hukum terdakwa menyayangkan putusan sela ini. Pasalnya, menurut Hotman, JPU tidak menyebutkan secara jelas waktu secara jelas dan komplit. "Mereka tidak menyebutkan, sedangkan hukum mengharuskan untuk menyebutkan waktu secara jelas," ujarnya.

Selain itu, menurutnya, hakim tidak merespon eksepsi mengenai waktu. "Hakim tidak merespon eksepsi kami yang rentan 2 tahun tersebut. Dia tidak menyebutkan kapan kejadian tesebut terjadi, apakah bulan Oktober atau November atau bulan apa, kalau bulan Oktober, hukum kan sudah berubah," tambahnya.

Menurutnya, secara praktek dan logis waktu tersebut sangat lama. "Bagaimana kamu bisa tidak mengentahui kapan itu terjadi. Dia hanya menyebutkan range waktu tanpa mengetahui tepatnya kapan itu terjadi," ujar Hotman.

Ia kemudian memberikan contoh mengenai lamanya waktu dua tahun. "Contohnya jika dilakukan pada Januari 2013, bagaimana bisa visum dilakukan pada Juni 2014 ketika ketentuan visum harus dilakukan berdekatan dengan kejadiannya," ujarnya.
Tags:

Berita Terkait