Mahkamah Konstitusi Diminta Hadirkan Pos Bantuan Hukum
Terbaru

Mahkamah Konstitusi Diminta Hadirkan Pos Bantuan Hukum

Keberadaan dari Posbakum nantinya dipandang akan dapat sangat membantu para pencari keadilan. Hanya saja, perlu ada pengkajian terkait hubungan MK dengan advokat karena MK punya kepentingan menjaga independensinya.

Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Plt. Sekjen MK Heru Setiawan dan Kabag Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri MK Fajar Laksono saat beraudiensi dengan Perkumpulan Pengacara Pemerhati Peradilan Konstitusi, Rabu (12/4/2023). Foto: Humas MK
Plt. Sekjen MK Heru Setiawan dan Kabag Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri MK Fajar Laksono saat beraudiensi dengan Perkumpulan Pengacara Pemerhati Peradilan Konstitusi, Rabu (12/4/2023). Foto: Humas MK

Belum lama ini, Mahkamah Konstitusi (MK) secara resmi menerima Perkumpulan Pengacara Pemerhati Peradilan Konstitusi (PPPPK). Kedatangan Perkumpulan tersebut diwakili Viktor Santoso Tandiasa, Muhamad Hafidz, Eliadi Hulu, dan sejumlah advokat konstitusi lainnya ini diterima secara langsung oleh Plt. Sekretaris Jenderal MK Heru Setiawan bersama Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri MK Fajar Laksono.

“Dari rasa cinta kami pada MK, menginginkan pembentukan badan atau forum yang bisa menjadi tempat konsultasi bagi para pencari keadilan. Hari ini kami menyampaikan niat agar para pencari keadilan bisa menyampaikan permohonan secara ideal saat melakukan persidangan di MK,” ujar salah satu perwakilan PPPPK Muhammad Hafidz saat audiensi di Aula Gedung 2 MK sebagaimana dikutip situs resmi MK, Rabu (12/4/2023) kemarin.

Ia memberi contoh adanya Pos Bantuan Hukum (Posbakum) di tingkat Pengadilan Negeri. Meski dengan fasilitas yang terbatas dan hanya membuatkan format permohonan perkara dan berkonsultasi, keberadaannya dapat membantu pencari keadilan. “Maka kenapa MK (tidak menghadirkan fasilitas serupa)? Karena orang akan percaya jika dibuat sendiri oleh MK. Untuk itu, kami ingin MK menyediakan instrumen yang demikian untuk membantu para pencari keadilan,” harapnya.

Eliadi Hulu melanjutkan terkait pengalamannya ketika pertama kali mengajukan permohonan ke MK. Ia mengaku tidak mudah menyusun permohonan pengujian UU ke MK. Terutama berkenaan dengan konstruksi dan menarasikan uraian kerugian konstitusional yang dialami pemohon yang patut dimuat dalam permohonan.

“Ini menjadi tantangan tersendiri, apalagi bagi masyarakat dari daerah terpencil yang merasa hak konstitusionalnya terlanggar atau dirugikan, sehingga kerap mengalami banyak kesulitan ketika menyusun permohonan dan proses persidangan di MK,” kata Eliadi Hulu.

Usul pembentukan Posbakum tersebut disambut baik oleh Plt. Sekretaris Jenderal MK Heru Setiawan. Ia mengakui kemudahan akses masyarakat dalam penyusunan permohonan Pengujian UU yang baik masih belum terwujud dan menjadi cita-cita pencari keadilan.

Ia merujuk pada Peraturan MK No.2 Tahun 2021 tentang Tata Beracara dalam Perkara Pengujian UU. Di dalamnya disebutkan 13 tahapan dalam proses pengajuan permohonan, tapi MK masih belum menyediakan bantuan hukum dalam proses pengujian UU.

Tags:

Berita Terkait