Mahfud Mengaku Pernah Bertemu Atut
Utama

Mahfud Mengaku Pernah Bertemu Atut

Namun, pertemuan itu terjadi sebelum Atut mencalonkan diri sebagai Gubernur Banten.

Novrieza Rahmi
Bacaan 2 Menit
Mantan Ketua MK Mahfud MD bersaksi di persidangan kasus suap sengketa Pilkada di MK dengan terdakwa Akil Mochtar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (5/5). Foto: RES
Mantan Ketua MK Mahfud MD bersaksi di persidangan kasus suap sengketa Pilkada di MK dengan terdakwa Akil Mochtar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (5/5). Foto: RES
Mantan Ketua MK Moch Mahfud MD mengaku pernah bertemu Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah. Namun, pertemuan tersebut jauh sebelum Atut mencalonkan diri sebagai Gubernur Banten. Ketika itu, Atut mendatangi Mahfud untuk berkonsultasi mengenai periode kepemimpinan Atut yang menggantikan Gubernur Banten sebelumnya.

Hal itu disampaikan Mahfud saat menjadi saksi dalam sidang perkara korupsi M Akil Mochtar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (5/5).

Mahfud mengatakan, saat bertemu Atut, Gubernur Banten ini hanya menanyakan, apakah periode kepemimpinannya yang menggantikan Gubernur Banten sebelumnya dapat dianggap sebagai satu periode.

Pasalnya, Atut hendak mencalonkan diri sebagai Gubernur dalam Pilkada Banten periode 2011-2016. “Saya katakan tergantung. Kalau Ibu lebih dari 2,5 tahun atau lebih dari 50 persen menjabat, itu dianggap satu periode. Misalnya, 2,5 tahun lewat dua hari, sudah dianggap satu periode. Kalau kurang dari 2,5 tahun, Ibu belum,” kata Mahfud.

Selain itu, Mahfud mengaku Atut pernah mengundangnya menjadi pembicara melalui Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten. Mahfud diminta memberikan ceramah kepada para pegawai dan pejabat Pemprov Banten. Akan tetapi, Mahfud menolak karena tema ceramah dikaitkan dengan pencalonan Atut sebagai Gubernur Banten.

Ia menolak permintaan Atut karena ceramah sudah mulai membicarakan perkara. Benar saja, usai pelaksanaan Pilkada Banten, ada sejumlah pasangan calon dan bakal calon yang mengajukan permohonan sengketa Pilkada di MK. Permohonan pertama diajukan pasangan calon nomor urut dua, Wahidin Halim dan Irna Narulita.

Wahidin dan Irna mengajukan permohonan dengan register perkara Nomor : 114/PHPU.D-IX/2011. Kemudian, pasangan calon nomor urut tiga, Jazuli Juwaini dan Makmun Muzakki dengan register perkara Nomor : 115/PHPU.D-IX/2011, dan  pasangan calon Dwi Jatmiko dan Tjetjep Mulyadinata dengan Nomor : 116/PHPU.D-IX/2011.

Saat ketiga permohonan itu masuk ke MK, Mahfud yang masih menjabat sebagai Ketua MK mengeluarkan surat penetapan susunan majelis panel. Mahfud menunjuk dirinya sendiri sebagai ketua majelis panel, sedangkan Maria Farida dan Anwar Usman sebagai anggota panel yang memeriksa permohonan sengketa Pilkada Banten.

Selama pemeriksaan hingga pengucapan putusan sengketa Pilkada Banten, menurut Mahfud, Akil tidak pernah berusaha mendekatinya. Bahkan, saat rapat permusyawarahan hakim (RPH), Akil tidak berkomentar apapun. Semua hakim MK, termasuk Akil sepakat dengan keputusan menolak permohonan pemohon.

“Waktu pleno Banten tidak ada perdebatan semua sepakat menolak, dengan catatan ada pelanggaran Pilkada yang harus ditangani penegak hukum. Kami melihat di Pilkada Banten itu jelas ada kecurangan, money politic, dan sebagainya. Tapi, itu tidak berpengaruh pada hasil Pemilu. Pelanggaran itu bukan kompetensi MK,” ujarnya.

Walau begitu, Mahfud tidak menampik jika ada orang yang mencoba menghubunginya terkait sengketa Pilkada Banten. Orang tersebut bernama Kiai Muhtadi. Ulama terkemuka di Banten ini meminta bertemu Mahfud di rumahnya. Sontak, Mahfud menolak karena pembicaraan berhubungan dengan sengketa Pilkada Banten.

Mahfud beralasan, sesuai kode etik, hakim MK dilarang bertemu atau berhubungan dengan pihak terkait perkara. Mahfud menyampaikan kepada Kiai Muhtadi, apabila ada bukti-bukti, silakan disampaikan melalui pengacara di persidangan. Akibat penolakan itu, Mahfud mengaku hubungannya dengan Kiai Muhtadi sempat renggang.

Menurut Mahfud, tidak hanya dalam sengketa Pilkada Banten, ada pihak yang mencoba menghubungi, melainkan dalam sengketa-sengketa Pilkada lainnya. Namun, Mahfud selalu menolak. Ia menyatakan, jangankan menemui pihak berperkara, sesama hakim MK pun tidak boleh saling membicarakan perkara, kecuali di sidang.  

Kode Etik
Sepanjang pengetahuan Mahfud, Akil tidak pernah menerima hadiah dalam penanganan sengketa Pilkada di MK. Ia baru mengetahui ada dugaan penerimaan hadiah ketika kasus Akil mencuat. Mahfud tidak tahu mengenai transfer dari Tubagus Chaeri Wardhana alias Wawan ke CV Ratu Samagat terkait sengketa Pilkada Banten.

Walau begitu, Mahfud mengaku Akil sempat menjalani sidang kode etik atas permintaannya sendiri. Akil merasa tidak nyaman dengan laporan-laporan dugaan pemerasan terkait Pilkada Simalungun dan Kotawaringin Barat. Atas laporan tersebut, MK langsung membentuk tim dan tim menemukan indikasi pelanggaran.

Atas dasar itu, lanjut Mahfud, Akil meminta MK segera membentuk majelis kode etik. Akil ingin diperiksa secara terbuka di hadapan publik untuk meluruskan tuduhan dugaan pemerasan. Namun, saat pemeriksaan, Bupati Simalungun yang diduga diperas, membantah telah memberikan uang Rp1 miliar kepada Akil.

Sama halnya ketika menggelar sidang kode etik terkait dugaan pelanggaran dalam penanganan sengketa Pilkada Kotawaringin Barat di MK. Menurut Mahfud, dugaan pelanggaran itu juga tidak terbukti. Bahkan, ketika hasil sidang kode etik diserahkan Mahfud bersama-sama Akil ke KPK, tidak ada tindak lanjut dari KPK.

Selain melaporkan hasil sidang kode etik Akil ke KPK, Mahfud ternyata pernah melaporkan dugaan penyelundupan mobil mewah secara sembunyi-sembunyi. “Saya ketemu Chandra M Hamzah (saat itu Wakil Ketua KPK). Saya minta supaya itu ditangani, biar MK bersih. Tapi, pas dicek, tidak ada perkembangan,” tuturnya.

Terkait ruangan karoke di rumah dinas Ketua MK yang disinyalir digunakan Akil untuk menyimpan uang, Mahfud tidak mengetahui. Ia hanya mengetahui, di ruangan itu ada lemari dan dipasang peredam suara. Dahulu, lemari tersebut digunakan mantan Ketua MK, Jimly Asshiddiqie sebagai tempat menyimpan pakaian.

Selanjutnya, mengenai foto-foto seorang pria yang ditunjukan penuntut umum sedang berada di ruang kerja Akil di MK, Mahfud juga tidak mengetahui. Mahfud mengenali latar belakang foto itu adalah ruang kerja Ketua MK. Namun, Mahfud tidak mengetahui, siapa pria yang duduk di kursi Ketua MK dan berfoto bersama Akil. 

Usai sidang, Akil hanya mengatakan dirinya tidak mengetahui jika Mahfud pernah bertemu Atut. Akil juga menegaskan, berdasarkan keterangan Mahfud, ia tidak ada hubungannya dengan Pilkada Banten. Kemudian, mengenai seorang pria yang berfoto di ruang kerjanya, Akil menilai foto itu tidak membuktikan kejahatan.

“Biasanya juga ke kantor pada numpang foto. Kalau saya boleh tunjukan, mahasiswa yang datang, semua minta foto. Saya kira Mahfud juga ada. Kalau cuma foto memang kenapa? Ini kan jaksa cuma mau membentuk opini. Tapi, apa orang yang di ruangan saya, semuanya melakukan kejahatan? Ya tidak kan,” tandasnya.
Tags:

Berita Terkait