MA Siapkan Persidangan Kasus Pelanggaran HAM Berat Paniai
Utama

MA Siapkan Persidangan Kasus Pelanggaran HAM Berat Paniai

Antara lain menyiapkan hakim yang akan menangani perkara.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Gedung MA. Foto: RES
Gedung MA. Foto: RES

Penanganan perkara pelanggaran HAM berat Paniai akan masuk proses persidangan. Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro mengatakan MA sedang mempersiapkan hal-hal yang berkaitan dengan rencana pelaksanaan sidang kasus dugaan pelanggaran HAM berat Paniai.

Kasus Paniai terjadi setelah diundangkan UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Menurut Andi, hal itu secara kelembagaan tidak masalah karena pengadilan HAM sebagai pengadilan khusus (ad hoc) sudah terbentuk dan melekat menjadi bagian dari peradilan umum.

“MA sedang mempersiapkan majelis hakimnya, sehingga kami memerlukan waktu perekrutan dan seleksi hakim-hakim ad hoc yang akan menangani perkara tersebut,” kata Andi ketika dikonfirmasi, Kamis (9/6/2022).

Rekrutmen dan seleksi hakimad hoc itu penting karena hakim-hakim yang pernah mengadili kasus pelanggaran HAM berat, seperti Timor Leste dan Tanjung Priok sudah habis masa jabatannya dan bahkan beralih tugas. Komposisi majelis hakim yang akan menyidangkan perkara nanti terdiri dari 2 hakim karier dan 3 hakim ad hoc (HAM).

“Jadi MA siap menyelenggarakan peradilan terhadap dugaan pelanggaran HAM Berat Paniai,” ujar Andi.

Baca Juga:

Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengapresiasi langkah MA yang saat ini menyiapkan proses penyelenggaraan persidangan kasus pelanggaran HAM berat Paniai. Langkah itu membawa angin segar dan harapan bagi situasi HAM di Indonesia.

“Ini telah lama dinantikan para korban dan keluarganya yang ingin menyaksikan proses keadilan di hadapan majelis hakim,” ujarnya.

Dalam menyiapkan proses persidangan itu Usman mengingatkan MA perlu memastikan seluruh persiapan yang dibutuhkan sudah benar-benar matang. Supaya persidangan bisa berlangsung sesuai asas-asas peradilan yang fair. Misalnya, dalam memilih atau memprioritaskan hakim-hakim yang berintegritas moral tinggi dan memiliki keahlian di bidang HAM.

Usman melihat selama ini MA telah memberikan pendidikan dan pelatihan HAM bagi banyak hakim. Oleh karena itu diharapkan MA mampu memilih hakim yang setidaknya telah mengikuti pelatihan dan pendidikan HAM tersebut. “Yang terpenting adalah MA dapat memilih hakim dengan rekam jejak yang baik, yang memperlihatkan integritas moral yang tinggi,” harapnya.

Untuk dapat memutus perkara secara adil, Usman menekankan pentingnya independensi kehakiman. Itu merupakan jaminan paling penting ketika pemerintah cenderung belum sepenuh hati dalam menuntut tanggung jawab secara pidana pelaku dugaan pelanggaran HAM berat.

Tak kalah ketinggalan, Usman menekankan pentingnya pengawasan proses persidangan. Pengawasan utama dari lembaga negara yang independent, seperti Komisi Yudisial dan Bawas MA. Organisasi masyarakat sipil dan perguruan tinggi juga penting untuk mengawal jalannya proses persidangan tersebut.

Seperti diketahui, dugaan pelanggaran HAM Paniai ini awalnya telah melalui proses penyelidikan oleh Komnas HAM. Pada Februari 2020, Komnas HAM secara resmi menyatakan peristiwa Paniai 7-8 Desember 2014 sebagai pelanggaran HAM yang berat.

Tim penyelidikan kasus Paniai oleh Komnas HAM itu dipimpin komisioner Muhammad Choirul Anam dengan anggota Sandrayati Moniaga dan Munafrizal Manan. Anam menjelaskan kerja tim diawali dengan proses meminta keterangan saksi, memeriksa dokumen, memeriksa lokasi, dan memeriksa info yang relevan, video, dan sebagainya.

"Kasus Paniai kami simpulkan masuk dalam pelanggaran HAM Berat karena ditandai dengan terjadinya kejahatan kemanusiaan yaitu pembunuhan dan penganiayaan dengan korban empat orang meninggal dan 21 luka-luka," kata Anam sebagaimana dikutip laman www.komnasham.go.id, Kamis (20/2/2020) silam.

Tags:

Berita Terkait