MA Sebut Tahun 2017 sebagai Pembersihan Oknum Peradilan
Utama

MA Sebut Tahun 2017 sebagai Pembersihan Oknum Peradilan

Hatta berharap agar tidak ada lagi pejabat dan aparatur peradilan yang tertangkap oleh KPK atau diperiksa oleh Badan Pengawasan MA.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Ketua MA M. Hatta Ali saat menyampaikan Refleksi Akhir Tahun 2017 Kinerja MA di Gedung MA Jakarta, Kamis (28/12). Foto: RES
Ketua MA M. Hatta Ali saat menyampaikan Refleksi Akhir Tahun 2017 Kinerja MA di Gedung MA Jakarta, Kamis (28/12). Foto: RES

Jelang memasuki tahun 2018, Mahkamah Agung (MA) menggelar acara Refleksi Akhir Tahun Kinerja MA RI Tahun 2017. Dalam kesempatan ini, Ketua MA M. Hatta Ali didampingi jajaran pimpinan MA melaporkan semua capaian kinerja selama tahun 2017. Terutama menyangkut penanganan perkara, administrasi perkara, administrasi putusan pengadilan, pembinaan dan pengawasan, hingga kebijakan-kebijakan yang lahir.        

 

Misalnya, penanganan berbagai jenis perkara kasasi, peninjauan kembali (PK), uji materi, periode Januari hingga 28 Desember 2017, MA telah menangani total (beban) perkara sebanyak 17.538 dan perkara yang sudah diputus sebanyak 15.967 perkara. Jadi sisa penanganan perkara berjumlah 1.571 perkara. Jumlah perkara yang diterima tahun 2017 meningkat 3,77 persen dibandingkan tahun 2016 yang menerima 14.630 perkara.

 

“Jumlah sisa perkara tahun 2017 berkurang 33,35 persen jika dibandingkan tahun 2016,” ujar Ketua MA Hatta Ali di Gedung MA Jakarta, Kamis (28/12). (Baca Juga: Ini Capaian Kinerja MA Sepanjang 2016)

 

NO

JENIS PERKARA

SISA 2016

MASUK

JUMLAH BEBAN

PUTUS

SISA

1

PERDATA

1006

4.328

5.334

4.734

600

2

PERDATA KHUSUS

124

1.700

1.824

1.666

158

3

PIDANA

311

1.521

1.832

1.655

177

4

PIDANA KHUSUS

717

3.067

3.784

3.369

415

5

PERDATA AGAMA

0

953

953

801

152

6

JINAYAT AGAMA

0

9

9

8

1

7

PIDANA MILITER

131

564

695

629

66

8

TATA USAHA NEGARA

68

3.039

3.107

3.105

2

 

JUMLAH

2357

15.181

17.538

15.967

1.571

 

Bagi MA, jumlah sisa perkara tahun 2017 yang paling rendah sepanjang sejarah MA. Hal ini menunjukkan konsistensi dan kerja keras MA secara terstruktur dalam upaya mengikis sisa perkara dari tahun ke tahun. Meskipun secara kuantitas jumlah perkara yang diputus tahun 2017 berkurang dibanding tahun lalu.

 

Namun, dari sisi rasio perbandingan jumlah perkara yang diputus dengan jumlah beban kerja menunjukkan rasio produktivitas sebesar 91.04 persen, meningkat 4.27 persen dibandingkan dengan tahun 2016 yang berada pada angka 87.31 persen. “Sehingga, sisa perkara berkurang 33.35 persen dibandingkan tahun 2016 yang berjumlah 2.357 perkara,” ujarnya.

 

Hatta memaparkan rata-rata jumlah perkara masuk per bulan di tahun 2017 sebanyak 1.265 perkara, sementara rata-rata perkara diputus per bulan sebanyak 1.331 perkara. Dengan begitu, rasio perbandingan antara jumlah perkara yang diterima dengan yang diputus sebesar 105,18 persen. “Keadaan ini menunjukkan, MA berhasil mengikis sisa perkara tahun sebelumnya sebesar 5,18 persen atau sekitar 786 perkara,” kata Hatta.

 

“Sebagian besar perkara yang diputus kurang dari 3 bulan yang berjumlah 14.578 perkara atau sebesar 91.30 persen dari total 15.967 perkara yang diputus. Jumlah perkara yang telah diminutasi dan dikirim ke pengadilan pengaju sebanyak 15.450 perkara. Jadi, jika dibandingkan dengan jumlah perkara yang diterima berjumlah 15.181 perkara, maka rasio penyelesaian perkara mencapai 101,77 persen,” kata dia.

 

Terkait database putusan, Hatta mengungkapkan hingga saat ini sebanyak 2.437.038 putusan telah diunggah di Direktori Putusan Website MA. Rinciannya, sejumlah 94.909 putusan MA, sisanya 2.342.129 putusan pengadilan tingkat pertama dan banding dari empat lingkungan peradilan di bawah MA. “Jumlah putusan yang diunggah tahun 2017 sebanyak 440.279 putusan,” sebutnya.

 

Pada tahun 2017 ini, MA mengembangkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) versi 3.2.0, sebelumnya versi 3.1.5 pada tahun sebelumnya. Sistem ini menyatukan seluruh sistem informasi manajemen perkara di tingkat pertama dan tingkat banding untuk empat lingkungan peradilan.

 

Hatta menjelaskan SIPP versi baru itu juga terintegrasi dengan Direktori Putusan, sehinnga staf pengadilan akan lebih mudah ketika mengirimkan dokumen putusan ke MA sekaligus memudahkan kontrol MA terhadap kepatuhan pengiriman putusan ke Direktori Putusan oleh pengadilan-pengadilan di bawah MA. (Baca Juga: Ini Capaian Mahkamah Agung Sepanjang 2015)

 

Enam PERMA

Dalam kesempatan ini, Hatta menuturkan MA telah menerbitkan enam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA). Meski tak sebanyak tahun 2016 dengan jumlah 14 PERMA, tetapi, PERMA yang diterbitkan tahun 2017 memiliki peran strategis bagi pelaksanaan sistem hukum di Indonesia.

 

Seperti,  PERMA No. 03 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Yang Berhadapan dengan Hukum; PERMA No. 04 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penyelesaian Pelanggaran Administratif Pemilihan Umum di MA dan PERMA No. 05 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Proses Pemilihan Umum di Pengadilan Tata Usaha Negara.

 

Selain itu, PERMA No. 02 Tahun 2017 tentang Pengadaan Hakim sebagai pedoman rekrutmen calon hakim dengan sistem CPNS. Lebih lanjut, Hatta menjelaskan pada 2017 sebanyak 1.593 orang dinyatakan lulus sebagai CPNS untuk jabatan calon hakim. Keputusan ini sebagai upaya MA mengisi kekosongan hukum terkait kebutuhan mendesak calon hakim yang sudah 7 tahun tidak ada rekrutmen.    

 

“Saat ini masih ada satu PERMA lagi, sedang dalam proses pengundangan terkait template putusan MA sebagai salah satu upaya menerapkan asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan. PERMA ini sekaligus merupakan amanat Putusan MK No. 103/PUU-XIV/2016 tanggal 10 Oktober 2017,” katanya.

 

Tahun pembersihan oknum

Selama tahun 2017, MA mengklaim sebagai tahun pembersihan terhadap oknum peradilan yang dapat merusak citra lembaga MA dan badan peradilan di bawahnya. MA tidak main-main melakukan pembersihan dengan melibatkan KPK untuk menangkap dan menindak  oknum aparatur peradilan yang melakukan suap dan jual beli perkara. Hasilnya, dua hakim dan satu panitera ditangkap oleh KPK.

 

Tindakan itu wujud implementasi PERMA No. 8 tahun 2016 tentang Pengawasan dan Pembinaan Atasan Langsung di Lingkungan MA dan Badan Peradilan di Bawahnya. Kemudian, tahun 2017, MA mengeluarkan Maklumat No. 01/Maklumat/KMA/IX/2017 tentang Pengawasan dan Pembinaan Hakim, Aparatur MA dan Badan Peradilan di bawahnya.

 

“Maklumat itu berisi penegasan, MA akan memberhentikan Pimpinan MA, atau pimpinan badan peradilan di bawahnya secara berjenjang dari jabatannya selaku atasan langsung apabila ditemukan bukti bahwa proses pengawasan dan pembinaan tidak dilaksanakan secara berkala dan berkesinambungan,” lanjutnya.  

 

Wujud penerapan sistem pengawasan terselubung ini, MA telah menerjunkan/menugaskan beberapa orang yang telah dilatih khusus untuk melakukan penyamaran ke pengadilan-pengadilan sebagai mistery shopper. “Orang-orang tersebut diharapkan dapat menyusup dan menangkap tangan para pejabat dan aparatur peradilan yang melakukan pungli dan jual beli perkara,” katanya.

 

Ia menuturkan penataan sistem pengawasan dan penerbitan berbagai regulasi yang dilakukan oleh MA ditujukan untuk mempersempit ruang gerak bagi oknum aparatur peradilan yang akan melakukan tindakan penyimpangan. “Jika masih ada aparatur peradilan yang tetap nekad melakukan pelanggaran akan dengan mudah dideteksi dan jika terbukti akan langsung ditindak sesuai aturan yang berlaku,” ungkapnya.

 

"MA tidak akan memberi toleransi kepada aparatur peradilan yang terbukti melakukan pelanggaran. Bagi yang tidak bisa dibina, terpaksa akan dibinasakan, agar virusnya tidak menyebar kepada yang lain,” tegasnya.

 

Hatta berharap agar tidak ada lagi pejabat dan aparatur peradilan yang tertangkap oleh KPK atau diperiksa oleh Badan Pengawasan MA. Karena itu, MA terus tanpa henti-hentinya melakukan pengawasan dan pembinaan kepada para hakim, pejabat teknis maupun non teknis di 4 lingkungan peradilan agar senantiasa bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya.

 

Berdasarkan data Badan Pengawasan MA hingga 28 Desember 201, jumlah pengaduan tercatat sebanyak 2.317. Jumlah tersebut mengalami penurunan sebanyak 49 pengaduan atau sebesar 2,11 persen dari jumlah tahun 2016 sebanyak 2.366 pengaduan. “Jumlah personil MA dan badan peradilan di bawahnya yang dijatuhi sanksi disiplin tahun 2017 sebanyak 103 orang dengan rincian 30 orang dijatuhi sanksi berat, 11 orang dijatuhi sanksi sedang dan 62 orang dijatuhi sanksi ringan.”

 

Meski dinodai perilaku segelintir aparatur peradilan yang merendahkan wibawa dan martabat peradilan, Hatta menegaskan hal tersebut tidak menyurutkan langkah dan kerja keras MA dan 826 satuan kerjanya di seluruh Indonesia untuk terus berbenah memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat.

Tags:

Berita Terkait