MA RI dan MA Belanda Jalin Kerjasama Dokumentasi Putusan
Berita

MA RI dan MA Belanda Jalin Kerjasama Dokumentasi Putusan

Pengalaman Hoge Raad dapat diterapkan di MA untuk meningkatkan kualitas Direktori Putusan.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Foto: AID
Foto: AID

Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia dan Mahkamah Agung Belanda (Hoge Raad) menandatangani MoU untuk memperpanjang kolaborasi struktural di antara keduanya sampai tahun 2023. Salah satu bentuk kerjasamanya terkait optimalisasi penggunaan teknologi informasi dalam dokumentasi putusan terklasifikasi pendukung riset penanganan perkara. Adapun bentuk kerjasama ini, MA dan Hoge Raad saling bertukar pengalaman mengenai dokumentasi putusan.

 

Dalam pertemuan yang membicarakan pengalaman mengenai dokumen putusan di antara dua negara terdapat Hakim Agung I Gusti Agung Sumanatha, Sekretaris MA Achmad Setyo Pudjoharsoyo, Direktur Operasional Hoge Raad Adwin Rotscheid, Pengembangan Database Putusan Hoge Raad Michel Mooren sebagai pembicara di Gedung MA, Jakarta, Rabu (5/12).

 

Hakim Agung Sumanatha mengatakan pemanfaatan database putusan merupakan salah satu upaya untuk menjaga konsistensi hukum dan kesatuan penerapan hukum yang merupakan tujuan pemberlakuan sistem kamar. Melalui database putusan, hakim yang mengadili perkara dapat mendapatkan informasi perkara dengan isu hukum serupa yang telah diputus sebelumnya.

 

“Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa pemanfaatan database putusan memiliki keterkaitan erat dengan dan merupakan bagian dari penerapan sistem kamar,” ujarnya.

 

Untuk dapat memanfaatkan putusan sebagai sarana menjaga konsistensi putusan dan kesatuan penerapan hukum, lanjut Agung, pendokumentasian putusan harus dilakukan secara efektif dan dapat diakses dengan mudah. Terlebih saat ini pendokumentasian putusan di Mahkamah Agung sudah dilakukan secara elektronik melalui website Direktori Putusan.

 

Penggunaan website untuk pendokumentasian putusan merupakan langkah maju yang diinisiasi pada tahun 2007 dalam Rapat Kerja Nasional Mahkamah Agung di Makassar. Ketika itu, direktori putusan menggunakan domain www.putusan.net dan dikhususkan untuk mendokumentasikan putusan-putusan Mahkamah Agung.

 

Sekretaris MA Achmad Setyo Pudjoharsoyo memaparkan sebelum tahun 2007, pendokumentasian dilakukan dengan menggunakan media cetak, yakni melalui Buku Yurisprudensi dan Majalah Varia Peradilan. Penggunaan media cetak kini, lanjut Pudjoharsoyo, memiliki setidak-tidaknya dua kelemahan.

 

“Jumlah putusan yang didokumentasikan tidak lebih dari 100 putusan dan aksester terhadap dokumentasi tersebut hanya dapat dimiliki oleh warga pengadilan saja, mengingat kedua publikasi tersebut hanya beredar di kalangan pengadilan,” jelas Pudjoharsoyo.

 

(Baca juga: Pentingnya Yurisprudensi di Mata Ketua MA Belanda)

 

Perkembangan pendokumentasian ini, lanjut Pudjoharsoyo, terjadi pada tahun 2009 dan tahun 2011. “Pada tahun 2009 direktori putusan beralih domain ke http://putusan.mahkamahagung.go.id dan pada tahun 2011 berubah menjadi pusat data putusan nasional karena memuat seluruh putusan dari seluruh pengadilan di Indonesia,” papar Pudjoharsoyo.

 

Setelah menjadi pusat data perkara nasional, jumlah putusan yang ter-upload terus bertambah dari waktu ke waktu dengan tren yang meningkat. “Per tanggal 26 November 2018, jumlah putusan yang sudah ter-upload di Direktori Putusan mencapai 3,019,803 (tiga juta Sembilan belas ribu delapan ratus tiga) putusan,” papar Pudjoharsoyo.

 

Di sisi lain, lanjut Pudjoharsoyo, kehadiran website direktori putusan ini memiliki manfaat bagi hakim, pencari keadilan, akademisi/peneliti dan badan pengawasan. “Bagi hakim, direktori putusan membantu meningkatkan kemampuan teknis yustisial dan menjaga konsistensi putusan,” ujar Pudjoharsoyo.

 

(Baca juga: Tingkatkan Kualitas Pengadilan, MA RI dan MA Belanda Berkolaborasi)

 

Para pencari keadilan juga diuntungkan dengan adanya direktori putusan. Mereka dapat mengakses putusan perkaranya dengan mudah dan terhindar dari penipuan saat meminta informasi ke pengadilan. Peneliti maupun kalangan akademis dapat menikmati kehadiran direktori putusan dengan kemudahan mengakses bahan-bahan penelitian dari putusan-putusan pengadilan. Dan badan pengawasan akan dapat mengakses putusan-putusan sebagai bahan pengawasan terhadap hakim dan pengadilan.

 

Namun begitu, menurut Pudjoharsoyo, pemanfaatan direktori putusan untuk berbagai kebutuhan belum dapat dilakukan secara optimal mengingat masih adanya fitur-fitur yang belum berfungsi dengan baik karena kurang telitinya operator dalam proses peng-inputan data serta kemampuan teknologi yang masih terbatas. Keadaan ini kemudian mendorong lahirnya program untuk merevitalisasi Direktori Putusan.

 

Program Revitalisasi Direktori Putusan

Program revitalisasi direktori putusan dilatarbelakangi oleh keinginan untuk mengintegrasikan sistem pengelolaan perkara (Case Management System) dengan direktori putusan. Dengan terintegrasi dengan direktori putusan maka para hakim atau operator di tingkat pertama dan banding tidak perlu lagi bekerja dua kali untuk mengupload putusan.

 

Menurut Pudjoharsoyo, selama ini aplikasi Direktori Putusan masih terpisah dengan sistem manajemen perkara, yakni Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) di tingkat pertama dan tingkat banding serta Sistem Informasi Administrasi Perkara (SIAP) di Mahkamah Agung.

 

“Selain harus meng-upload putusan di sistem manajemen perkara, para hakim atau operator di tingkat pertama dan banding harus juga meng-upload putusan di Direktori Putusan,” ujar Pudjoharsoyo.

 

Ke depan, lanjut Pudjoharsoyo, sistem manajemen perkara ini harus terintegrasi agar proses upload menjadi lebih efisien. “Satu kali upload untuk dua output,” tegas Pujoharsoyo.

 

Selain itu, pengklasifikasian perkara di direktori putusan perlu lebih dirinci lagi untuk mempermudah akses bagi mereka yang ingin menelusuri perkara dengan spesifikasi yang lebih detil. “Pengklasifikasian ini nantinya akan mempermudah pencarian perkara,” ujar Pudjoharsoyo.

 

Pengelolaan Database Putusan di Hoge Raad

Sementara itu, Pengembang Database Putusan Hoge Raad, Michel Mooren, menyajikan pemaparan yang menarik tentang pengelolaan database putusan di Hoge Raad, Belanda. Selain menyajikan fitur-fitur yang cukup lengkap, sistem database putusannya juga dilengkapi dengan mesin pencarian (search engine) yang tergolong canggih.

 

Sistem database putusan Hoge Raad selain menyajikan putusan-putusan, juga dilengkapi dengan ringkasan putusan, referensi hukum berupa link-link yang memuat peraturan-peraturan yang berkaitan dengan putusan tersebut, kesimpulan, relevansi dengan alur hukum, serta referensi putusan.

 

Selain itu, papar Mooren, pengembangan mesin pencarian menjadi salah satu yang difokuskan dalam sistem database putusan Hoge Raad. “Dengan mesin pencarian, akan diketahui ranking hukum suatu putusan serta perbandingan-perbandingan putusan,” ujar Mooren.

 

Yang menarik, Mooren juga menjelaskan tentang pemanfaatan putusan dalam proses penanganan perkara. “Apabila ada perkara masuk ke Hoge Raad maka akan dilakukan penelitian terlebih dahulu apakah ada perkara-perkara serupa yang pernah diputus,” ujar Mooren.

 

Penelitian dilakukan oleh para asisten Hakim Agung untuk selanjutnya diajukan kepada Hakim Agung untuk memutuskan. “Dengan cara ini, maka konsistensi putusan dapat terpelihara,” ujar Mooren.

 

Direktur Operasional Hoge Raad, Adwin Rotscheid, menjelaskan tentang pelaksanaan anonimisasi putusan dalam sistem data base putusan. Menurutnya, semua putusan teranonimisasi, khususnya nama dan alamat para pihak. Hal ini disebabkan karena adanya hukum privasi yang melindungi privasi para pihak. “Semua privasi dijamin oleh undang-undang,” ujar Rotscheid.

 

Menanggapi kemajuan pengelolaan database putusan di Hoge Raad tersebut, Panitera Mahkamah Agung, Made Rawa Aryawan, yang bertindak selaku moderator dalam diskusi tersebut mengungkapkan arti penting pertemuan kali ini.

 

“Pengalaman Hoge Raad dapat kita terapkan di MA untuk meningkatkan kualitas Direktori Putusan,” ungkap Made Rawa.

 

Tags:

Berita Terkait