MA Perberat Vonis Fredrich Yunadi Jadi 7,5 Tahun Bui
Berita

MA Perberat Vonis Fredrich Yunadi Jadi 7,5 Tahun Bui

Majelis berkeyakinan Pengacara mantan Ketua DPR itu terbukti dengan sengaja melakukan perbuatan merekayasa kecelakaan kendaraan yang ditumpangi oleh Setya Novanto dengan maksud (opzet als oogmerk) agar klien-nya luput dari pemeriksaan dan penahanan KPK.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Fredrich Yunadi saat menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES
Fredrich Yunadi saat menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES

Harapan Advokat Fredrich Yunadi, pengacara mantan Ketua DPR Setya Novanto terbebas dari hukuman 7 tahun yang diterimanya di tingkat banding kandas. Pasalnya, Majelis Hakim Kasasi Mahkamah Agung (MA) justru memperberat vonis Fredrich menjadi 7 tahun dan 6 bulan penjara dan denda sebesar Rp500 juta subside 8 bulan kurungan.     

 

“Majelis Hakim Agung di MA menambah hukumannya menjadi 7 tahun 6 bulan dan pidana denda Rp500 juta subsidair 8 bulan kurungan,” ujar salah satu Majelis MA, Krisna Harahap saat dikonfirmasi Hukumonline, Kamis (21/3/2019).  

 

Dalam putusannya, Majelis Hakim Agung yang terdiri dari Salman Luthan, Krisna Harahap dan Syamsul Rakan Chaniago berkeyakinan bahwa Fredrich dengan sengaja berusaha mencegah, merintangi, menggagalkan penyidikan yang sedang dilaksanakan oleh KPK terhadap Setya Novanto dalam kasus korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP).

 

“Majelis berkeyakinan Pengacara mantan Ketua DPR itu terbukti dengan sengaja melakukan perbuatan (merekayasa kecelakaan) kendaraan yang ditumpangi oleh Setya Novanto dengan maksud (opzet als oogmerk) agar klien-nya luput dari pemeriksaan dan penahanan KPK,” kata Krisna.

 

Sebelumnya, Majelis Pengadilan Tinggi Jakarta pada 9 Oktober 2018 menguatkan putusan Pengadilan Tipikor Jakarta tertanggal 28 Juni 2018 yang menyatakan Fredrich Yunadi bersalah melakukan tindak pidana korupsi karena menghalangi proses penyidikan mantan Ketua DPR Setya Novanto dalam perkara korupsi e-KTP. Karenanya, Fredrich tetap dihukum selama 7 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 5 bulan kurungan. Baca Juga: Ada Dissenting dalam Putusan Banding Fredrich

 

Putusan banding ini ditangani oleh Majelis yang diketuai Ester Siregar beranggotakan I Nyoman Sutama, James Butar Butar, Anthon R. Saragih, dan Jeldi Ramadhan. Vonis Pengadilan Tipikor Jakarta itu lebih rendah dibanding tuntutan JPU KPK yang menuntut agar Fredrich divonis 12 tahun penjara ditambah denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan. Atas putusan banding ini, baik terdakwa Fredrich maupun jaksa KPK mengajukan kasasi.  

 

"Alasan kita putusan PT DKI Jakarta belum memenuhi rasa keadilan masyarakat karena tindakan Terdakwa Fredrich telah menimbulkan kendala dalam proses penyidikan e-KTP," kata JPU KPK Takdir Suhan beberapa waktu lalu.

 

Tak hanya itu, Takdir beralasan putusan PT DKI terhadap hukuman badan Fredrich masih jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK yang menuntut selama 12 tahun penjara. Apalagi, kata dia, putusan PT DKI ini diwarnai dissenting opinion (pendapat berbeda) dari salah satu anggota majelisnya yang meminta agar Fredrich divonis 10 tahun penjara. “Karena itu, kami setuju dengan alasan dissenting itu,” katanya.    

 

Fredrich dianggap tetap terbukti melanggar Pasal 21 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 

Hanya saja, putusan PT DKI Jakarta terhadap Fredrich Yunadi itu tidak bulat. Salah satu hakim Jeldi Ramadhan mengajukan pendapat berbeda (dissenting opinion)yang menyimpulkan seharusnya Fredrich divonis 10 tahun penjara agar memenuhi rasa keadilan.

 

Alasannya, Fredrich seharunya menyadari Advokat adalah profesi terhormat (officium nobile) yang sesuai Pasal 5 UU No.18 Tahun 2013 tentang Advokat, berstatus penegak hukum yang salah satu perangkat dalam proses peradilan (criminal justice system) yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lain dalam menegakkan hukum dan keadilan.

 

“Menimbang bahwa dalam menegakkan hukum dan keadilan bersama aparat penegak hukum lainnya dalam membela kliennya seorang advokat seharusnya tetap menghormati fungsi, tugas, dan wewenang masing masing dan selalu koordinasi horizontal dan vertikal secara berkala dan berkesinambungan,” ujar Hakim Jeldi.

 

“Menimbang, dalam menjalankan profesinya dalam membela kliennya terdakwa telah melakukan kebohongan mulai dari keberadaan kliennya sampai dengan rekayasa kecelakaan secara sistematis dan direncanakan,” demikian salah satu pertimbangan hakim Jeldi dalam putusan banding ini.

 

Perbuatan Fredrich dalam fakta persidangan terlihat nyata mempunyai niat jahat (mens rea). Hal itu terbukti dalam perbuatannya (actus reus) yang berusaha sedemikian rupa untuk membela kliennya yaitu Setya Novanto. Atas dasar itu, Hakim Jeldi mempertanyakan dimana kapasitas Fredrich sebagai bagian dari salah satu perangkat proses peradilan yang seharusnya menjunjung tinggi hukum dan keadilan. Tetapi fakta hukumnya Fredrich justru malah melakukan perbuatan melawan hukum.

 

“Hakim anggota ad hoc Jeldi Ramadhan berpendirian putusan yang telah dijatuhkan tingkat pertama terlalu ringan. Karenanya, Terdakwa perlu dijatuhi pidana penjara yang setimpal dengan perbuatan dan guna memenuhi rasa keadilan masyarakat yaitu dengan pidana penjara selama 10 tahun,” jelas Hakim Jeldi dalam kesimpulan pendapat berbedanya.

 

Sebelumnya, Sapriyanto Refa yang menjadi salah satu kuasa hukum Fredrich tidak bisa berkomentar mengenai putusan banding ini. Ia beralasan karena sudah tidak lagi menangani perkara tersebut.

Tags:

Berita Terkait